Inilah 4 Capres AS yang Kalah, tapi Tak Ancam Tatanan Demokrasi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) tidak selalu mencoba untuk menjatuhkan seluruh sistem pemilu bersama mereka ketika mereka kalah. Sepanjang sejarah pemilu AS, ada empat capres yang kalah—bahkan secara kejam—tanpa menghina atau menjelek-jelekan rival.
Catatan sejarah demokrasi AS yang tertata apik itu rusak ketika Donald Trump menjadi capres Partai Republik tahun 2016 dan tahun ini. Pada pemilihan presiden (pilpres) 2016, Trump secara vulgar meledek rivalnya, Hillary Clinton dari Partai Demokrat. Hillary Clinton memang kalah dalam pilpres kala itu, meski survei banyak media menguggulkannya.
Pada pilpres kali ini, Trump selalu berteriak bahwa pemilu saat ini penipuan. Dia mendorong massa untuk turun ke pusat penghitungan suara dan menuduh lawannya, Joe Biden dari Partai Demokrat, mencoba mencuri pemilu.
Selama kampanye, Trump juga mencap lawannya dengan sebutan "mengantuk", "menyeramkan" atau pun "menjijikkan". Biden pun meladeni dengan menyebut Trump sebagai presiden paling rasis dalam sejarah Amerika.
Saat ini pemenang pilpres AS belum ditentukan, meski Trump dan Biden sama-sama mengklaim sebagai pemenang. Biden telah meraih 264 electoral votes, unggul atas Trump yang meraih 214 electoral votes. Butuh minimal 270 electoral votes bagi seorang capres untuk menang pilpres dan penghitungan suara masih berlangsung di lima negara bagian. (Baca: Panik dengan Hasil Pilpres AS, Donald Trump Jr Serukan Perang Total )
Mengutip data Daily Mirror, Jumat (6/11/2020), berikut empat capres AS yang kalah dalam pilpres tanpa merusak tatanan demokrasi.
1. John McCain
Pada 2008, ketika John McCain dicemooh oleh pendukungnya sendiri dengan mengatakan rivalnya; Barack Obama, adalah "pria yang baik" dan "bukan orang Arab", dia dengan ksatria mengundurkan diri untuk kalah.
McCain sejatinya belum kalah, tapi seminggu setelah pilpres 2008, dia benar-benar mengundurkan diri untuk kalah.
Tetapi alih-alih menggunakan masalah itu sebagai alasan untuk marah atau menyebut nama rivalnya, dia secara ksatria mengundurkan diri dari ajang pilpres untuk kemenangan Obama.
Catatan sejarah demokrasi AS yang tertata apik itu rusak ketika Donald Trump menjadi capres Partai Republik tahun 2016 dan tahun ini. Pada pemilihan presiden (pilpres) 2016, Trump secara vulgar meledek rivalnya, Hillary Clinton dari Partai Demokrat. Hillary Clinton memang kalah dalam pilpres kala itu, meski survei banyak media menguggulkannya.
Pada pilpres kali ini, Trump selalu berteriak bahwa pemilu saat ini penipuan. Dia mendorong massa untuk turun ke pusat penghitungan suara dan menuduh lawannya, Joe Biden dari Partai Demokrat, mencoba mencuri pemilu.
Selama kampanye, Trump juga mencap lawannya dengan sebutan "mengantuk", "menyeramkan" atau pun "menjijikkan". Biden pun meladeni dengan menyebut Trump sebagai presiden paling rasis dalam sejarah Amerika.
Saat ini pemenang pilpres AS belum ditentukan, meski Trump dan Biden sama-sama mengklaim sebagai pemenang. Biden telah meraih 264 electoral votes, unggul atas Trump yang meraih 214 electoral votes. Butuh minimal 270 electoral votes bagi seorang capres untuk menang pilpres dan penghitungan suara masih berlangsung di lima negara bagian. (Baca: Panik dengan Hasil Pilpres AS, Donald Trump Jr Serukan Perang Total )
Mengutip data Daily Mirror, Jumat (6/11/2020), berikut empat capres AS yang kalah dalam pilpres tanpa merusak tatanan demokrasi.
1. John McCain
Pada 2008, ketika John McCain dicemooh oleh pendukungnya sendiri dengan mengatakan rivalnya; Barack Obama, adalah "pria yang baik" dan "bukan orang Arab", dia dengan ksatria mengundurkan diri untuk kalah.
McCain sejatinya belum kalah, tapi seminggu setelah pilpres 2008, dia benar-benar mengundurkan diri untuk kalah.
Tetapi alih-alih menggunakan masalah itu sebagai alasan untuk marah atau menyebut nama rivalnya, dia secara ksatria mengundurkan diri dari ajang pilpres untuk kemenangan Obama.