Usai Serangan Teror Wina, Kanselir Kurz Sebut Politik Islam Berbahaya
loading...
A
A
A
WINA - Kanselir Austria Sebastian Kurz meminta Uni Eropa berbuat lebih banyak untuk melawan "politik Islam" yang dia anggap berbahaya. Seruan ini disampaikan setelah serangan teror yang menewaskan empat orang mengguncang Wina beberapa hari lalu.
Kurz mengatakan politik Islam merupakan ancaman besar bagi nilai-nilai Eropa. "Uni Eropa harus lebih fokus pada masalah politik Islam di masa depan," kata Kurz kepada harian Jerman, Die Welt, dalam sebuah wawancara yang dilansir kemarin. (Baca: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
"Saya berharap kita akan melihat akhir dari toleransi yang disalahpahami ini dan bahwa semua negara di Eropa akhirnya akan menyadari betapa berbahayanya ideologi politik Islam untuk kebebasan kita dan cara hidup Eropa," ujarnya.
Serangan teror di Wina yang tewaskan empat orang merupakan serangan pertama di Austria dalam beberapa dekade. Dalam serangan itu, seorang pria bersenjata mengumbar banyak tembakan.
"Uni Eropa harus, dengan tekad dan persatuan yang kuat, melakukan perang melawan teror Islam, tetapi terutama terhadap basis politiknya, yaitu politik Islam," papar Kurz.
Pemimpin Austria itu mengatakan bahwa dia telah melakukan kontak dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan banyak pemimpin pemerintah lainnya. "Sehingga kami dapat berkoordinasi lebih erat di dalam Uni Eropa," ujarnya. (Baca: Giliran Serangan Teror Guncang Wina, Macrcon Shock dan Ancam Musuh )
Austria akan menempatkan masalah tersebut dalam agenda KTT Uni Eropa mendatang.
Kelompok ISIS—yang telah mengklaim banyak serangan di Eropa—mengatakan pada Selasa bahwa seorang "tentara kekhalifahan" bertanggung jawab atas pembantaian di Wina. Klaim itu disampaikan melalui media propagandanya.
Polisi telah menembak mati pria bersenjata itu dan kemudian menggerebek 18 alamat yang berbeda. Polisi juga melakukan 14 penangkapan saat mereka mencari kemungkinan kaki tangan pelaku serangan dan berusaha untuk menentukan apakah pelaku bertindak sendiri atau tidak.
Polisi menyebut pria bersenjata itu sebagai Kujtim Fejzulai, dengan kewarganegaraan Makedonia Utara dan Austria, yang digambarkan sebagai simpatisan ISIS berusia 20 tahun yang pernah mendekam di penjara.
Setelah meninjau rekaman CCTV dari serangan itu di salah satu lokasi serangan, Menteri Dalam Negeri Karl Nehammer mengatakan video itu saat ini tidak menunjukkan bukti adanya penyerang kedua.
Polisi Wina telah meminta orang-orang yang merekam momen serangan itu untuk membagikan rekaman mereka kepada pihak berwenang untuk membantu melacak rute pria bersenjata tersebut melewati ibu kota, daripada mem-posting-nya ke media sosial.
Di komputer Fejzulai, penyelidik menemukan bukti yang memberatkan termasuk foto yang baru-baru ini di-posting di Facebook yang menunjukkan dia membawa senjata otomatis dan parang yang digunakan selama penyerangan.
Polisi mengatakan dia juga memakai sabuk peledak palsu.
Kurz mengatakan politik Islam merupakan ancaman besar bagi nilai-nilai Eropa. "Uni Eropa harus lebih fokus pada masalah politik Islam di masa depan," kata Kurz kepada harian Jerman, Die Welt, dalam sebuah wawancara yang dilansir kemarin. (Baca: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
"Saya berharap kita akan melihat akhir dari toleransi yang disalahpahami ini dan bahwa semua negara di Eropa akhirnya akan menyadari betapa berbahayanya ideologi politik Islam untuk kebebasan kita dan cara hidup Eropa," ujarnya.
Serangan teror di Wina yang tewaskan empat orang merupakan serangan pertama di Austria dalam beberapa dekade. Dalam serangan itu, seorang pria bersenjata mengumbar banyak tembakan.
"Uni Eropa harus, dengan tekad dan persatuan yang kuat, melakukan perang melawan teror Islam, tetapi terutama terhadap basis politiknya, yaitu politik Islam," papar Kurz.
Pemimpin Austria itu mengatakan bahwa dia telah melakukan kontak dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron dan banyak pemimpin pemerintah lainnya. "Sehingga kami dapat berkoordinasi lebih erat di dalam Uni Eropa," ujarnya. (Baca: Giliran Serangan Teror Guncang Wina, Macrcon Shock dan Ancam Musuh )
Austria akan menempatkan masalah tersebut dalam agenda KTT Uni Eropa mendatang.
Kelompok ISIS—yang telah mengklaim banyak serangan di Eropa—mengatakan pada Selasa bahwa seorang "tentara kekhalifahan" bertanggung jawab atas pembantaian di Wina. Klaim itu disampaikan melalui media propagandanya.
Polisi telah menembak mati pria bersenjata itu dan kemudian menggerebek 18 alamat yang berbeda. Polisi juga melakukan 14 penangkapan saat mereka mencari kemungkinan kaki tangan pelaku serangan dan berusaha untuk menentukan apakah pelaku bertindak sendiri atau tidak.
Polisi menyebut pria bersenjata itu sebagai Kujtim Fejzulai, dengan kewarganegaraan Makedonia Utara dan Austria, yang digambarkan sebagai simpatisan ISIS berusia 20 tahun yang pernah mendekam di penjara.
Setelah meninjau rekaman CCTV dari serangan itu di salah satu lokasi serangan, Menteri Dalam Negeri Karl Nehammer mengatakan video itu saat ini tidak menunjukkan bukti adanya penyerang kedua.
Polisi Wina telah meminta orang-orang yang merekam momen serangan itu untuk membagikan rekaman mereka kepada pihak berwenang untuk membantu melacak rute pria bersenjata tersebut melewati ibu kota, daripada mem-posting-nya ke media sosial.
Di komputer Fejzulai, penyelidik menemukan bukti yang memberatkan termasuk foto yang baru-baru ini di-posting di Facebook yang menunjukkan dia membawa senjata otomatis dan parang yang digunakan selama penyerangan.
Polisi mengatakan dia juga memakai sabuk peledak palsu.
(min)