Pompeo: China Adalah Ancaman Terbesar bagi Kebebasan Beragama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) , Mike Pompeo menyebut Partai Komunis China atau CCP, yang merupakan partai yang berkuasa di negara tersebut, sebagai ancaman terbesar bagi kebebasan beragama. Hal itu disampaikan Pompeo saat berbicara di forum yang digelar oleh GP Ansor.
Dalam pernyataannya, Pompeo awalnya menyerukan para pemimpin agama untuk angkat bicara dan membela mereka yang hak-haknya dilanggar, khususnya dalam kebebasan beragama. Dia kemudian mencontohkan pelanggaran yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap etnis Rohingya dan pemerintah Iran terhadap kelompok minoritas.
Namun, Pompeo mengatakan ancaman sebenarnya terhadap kebebasan beragama datang dari China. Dia secara khusus menyebut ancaman itu datang dari CCP, sebagai partai berkuasa di Negeri Tirai Bambu itu. ( )
"Saya tahu pejabat CPP menceritakan kisah fantastis tentang Uighur yang bahagia yang tak peduli identitas agama dan budaya etnis untuk menjadi lebih modern, dan menikmati perkembangan yang dipimpin oleh mereka," ungkapnya.
"Saya hanya meminta Anda untuk melakukan ini, lihat kedalam hati Anda, lihat fakta, dengarkan kisah para penyintas dan keluarga mereka. Pikirkan tentang yang Anda tahu bagaimana pemerintah otoriter memperlakukan mereka yang menolak aturan," imbuhnya.
Lihat Juga: Profil Susie Wiles, Manajer Kampanye Trump, Wanita Pertama yang Jadi Kepala Staf Gedung Putih
Dalam pernyataannya, Pompeo awalnya menyerukan para pemimpin agama untuk angkat bicara dan membela mereka yang hak-haknya dilanggar, khususnya dalam kebebasan beragama. Dia kemudian mencontohkan pelanggaran yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap etnis Rohingya dan pemerintah Iran terhadap kelompok minoritas.
Namun, Pompeo mengatakan ancaman sebenarnya terhadap kebebasan beragama datang dari China. Dia secara khusus menyebut ancaman itu datang dari CCP, sebagai partai berkuasa di Negeri Tirai Bambu itu. ( )
"Saya tahu pejabat CPP menceritakan kisah fantastis tentang Uighur yang bahagia yang tak peduli identitas agama dan budaya etnis untuk menjadi lebih modern, dan menikmati perkembangan yang dipimpin oleh mereka," ungkapnya.
"Saya hanya meminta Anda untuk melakukan ini, lihat kedalam hati Anda, lihat fakta, dengarkan kisah para penyintas dan keluarga mereka. Pikirkan tentang yang Anda tahu bagaimana pemerintah otoriter memperlakukan mereka yang menolak aturan," imbuhnya.
Lihat Juga: Profil Susie Wiles, Manajer Kampanye Trump, Wanita Pertama yang Jadi Kepala Staf Gedung Putih
(esn)