Macron Dihina Erdogan, Prancis Tarik Dubes dari Turki
loading...
A
A
A
PARIS - Prancis mengatakan menarik duta besarnya untuk Turki guna melakukan konsultasi. Putusan ini diambil setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan koleganya dari Prancis Presiden Emmanuel Macron memerlukan pemeriksaan mental. Prancis mengutuk pernyataan itu dan menyebutnya tidak dapat diterima.
Dalam langkah yang sangat tidak biasa, seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan bahwa duta besar Prancis untuk Turki dipanggil kembali dari Ankara untuk berkonsultasi dan akan bertemu Macron untuk membahas situasi setelah pernyataan Erdogan.
"Komentar Presiden Erdogan tidak dapat diterima. Perbuatan yang keterlaluan dan kekasaran bukanlah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal," kata pejabat itu seperti dilansir dari AFP, Minggu (25/10/2020).
Pejabat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya itu juga mengatakan bahwa Prancis telah mencatat tidak adanya pesan belasungkawa dan dukungan dari presiden Turki setelah pemenggalan kepala guru Samuel Paty yang terjadi di luar Paris.
Pejabat itu juga menyatakan keprihatinan atas seruan oleh Ankara untuk memboikot barang-barang Prancis.
Macron bulan ini menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis" di seluruh dunia dan mengatakan bahwa pemerintahannya akan mengajukan rancangan undang-undang pada bulan Desember untuk memperkuat undang-undang 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis.(Baca juga: Sebut Islam dalam Krisis, Macron Tuai Kecaman )
Ia juga mengumumkan pengawasan sekolah yang lebih ketat dan kontrol yang lebih baik atas pendanaan masjid dari luar negeri.
Namun perdebatan tentang peran Islam di Prancis telah mencapai intensitas baru setelah pemenggalan kepala Paty, yang menurut jaksa dilakukan oleh seorang Chechnya berusia 18 tahun yang memiliki kontak dengan seorang jihadis di Suriah.(Baca juga: Pemenggal Guru karena Kartun Nabi Muhammad Kelahiran Chechnya )
Sebelumnya Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan sangat marah dengan kampanye yang diperjuangkan oleh Macron untuk melindungi nilai-nilai sekuler Prancis dari Islam radikal.
"Apa yang bisa dikatakan tentang seorang kepala negara yang memperlakukan jutaan anggota dari kelompok agama yang berbeda seperti ini: pertama-tama, lakukan pemeriksaan mental," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi di kota Kayseri, Anatolia tengah.
"Apa masalah individu bernama Macron dengan Islam dan dengan Muslim?" Erdogan bertanya.
"Macron membutuhkan perawatan mental," tambah Erdogan, sambil menunjukkan bahwa dia tidak mengharapkan pemimpin Prancis itu memenangkan mandat baru dalam pemilihan umum 2022 mendatang.(Baca juga: Erdogan: Macron Perlu Perawatan Mental Terkait Sikapnya pada Muslim )
Dalam langkah yang sangat tidak biasa, seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan bahwa duta besar Prancis untuk Turki dipanggil kembali dari Ankara untuk berkonsultasi dan akan bertemu Macron untuk membahas situasi setelah pernyataan Erdogan.
"Komentar Presiden Erdogan tidak dapat diterima. Perbuatan yang keterlaluan dan kekasaran bukanlah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal," kata pejabat itu seperti dilansir dari AFP, Minggu (25/10/2020).
Pejabat yang meminta untuk tidak disebutkan namanya itu juga mengatakan bahwa Prancis telah mencatat tidak adanya pesan belasungkawa dan dukungan dari presiden Turki setelah pemenggalan kepala guru Samuel Paty yang terjadi di luar Paris.
Pejabat itu juga menyatakan keprihatinan atas seruan oleh Ankara untuk memboikot barang-barang Prancis.
Macron bulan ini menggambarkan Islam sebagai agama "dalam krisis" di seluruh dunia dan mengatakan bahwa pemerintahannya akan mengajukan rancangan undang-undang pada bulan Desember untuk memperkuat undang-undang 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis.(Baca juga: Sebut Islam dalam Krisis, Macron Tuai Kecaman )
Ia juga mengumumkan pengawasan sekolah yang lebih ketat dan kontrol yang lebih baik atas pendanaan masjid dari luar negeri.
Namun perdebatan tentang peran Islam di Prancis telah mencapai intensitas baru setelah pemenggalan kepala Paty, yang menurut jaksa dilakukan oleh seorang Chechnya berusia 18 tahun yang memiliki kontak dengan seorang jihadis di Suriah.(Baca juga: Pemenggal Guru karena Kartun Nabi Muhammad Kelahiran Chechnya )
Sebelumnya Presiden Turki Recep Tayyep Erdogan sangat marah dengan kampanye yang diperjuangkan oleh Macron untuk melindungi nilai-nilai sekuler Prancis dari Islam radikal.
"Apa yang bisa dikatakan tentang seorang kepala negara yang memperlakukan jutaan anggota dari kelompok agama yang berbeda seperti ini: pertama-tama, lakukan pemeriksaan mental," kata Erdogan dalam pidato yang disiarkan televisi di kota Kayseri, Anatolia tengah.
"Apa masalah individu bernama Macron dengan Islam dan dengan Muslim?" Erdogan bertanya.
"Macron membutuhkan perawatan mental," tambah Erdogan, sambil menunjukkan bahwa dia tidak mengharapkan pemimpin Prancis itu memenangkan mandat baru dalam pemilihan umum 2022 mendatang.(Baca juga: Erdogan: Macron Perlu Perawatan Mental Terkait Sikapnya pada Muslim )
(ber)