Debat Bukan Jadi Penentu Kemenangan pada Pemilu AS
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Debat antara calon presiden (capres) Joe Biden dari Partai Demokrat dan Donald Trump dari Partai Republik bukan menjadi penentu untuk menentukan siapa yang akan menang pada pemilu presiden pada November mendatang.
Warga Amerika Serikat (AS) sudah memiliki pandangan tentang siapa yang akan dipilihnya. Apalagi, lebih dari 30 juta warga telah memberikan suaranya lebih dini. Sebagian besar pemilih pun sudah memiliki calon yang hendak dipilihnya. (Baca: Pentingnya Mengajarkan Anak Menjaga Lisan)
Debat capres pun menjadi ritual pada pemilu semata. Sebagai pelengkap yang hanya menjadi penegasan untuk menunjukkan gaya kepemimpinan dan model retorika yang digunakan kedua capres. Publik AS pun sudah mengetahui siapa Biden dan siapa sebenarnya Trump. Bahkan, banyak warga AS menganggap debat hanya sebagai tontonan yang bisa saja tidak memengaruhi pandangan dan kandidat yang mereka sudah tentukan.
Debat final antara Donald Trump dan Joe Biden akan menggunakan mikrofon khusus yang dilengkapi tombol mute sehingga kedua kandidat dapat menyampaikan pandangan tanpa interupsi. Sebelumnya, Trump dan Biden terlibat dalam perdebatan yang kurang sehat dan etis hingga menuai banyak kritik dari berbagai kalangan.
Tim sukses Trump memprotes perubahan itu mengingat Trump dikenal sebagai penabuh perang psikologis, tapi menyatakan Trump akan tetap hadir. Debat final akan menjadi kesempatan terakhir bagi Trump dan Biden untuk menunjukkan jiwa kepemimpinan, wawasan, dan kemampuan berpikir kritis sebelum pemilihan presiden (pilpres) pada November.
Komisi Pemilihan Presiden untuk Urusan Debat menyatakan mikrofon setiap kandidat di Nashville, Tennessee, akan di-mute sehingga setiap kandidat dapat menyampaikan sambutan selama dua menit di setiap segmen yang berlangsung 15 menit. Setelah itu, mikrofon kedua kandidat akan dinyalakan sehingga mereka dapat saling mengkritik. (Baca juga: Dunia Pendidikan Indonesia Belum Memiliki Peta Jalan yang Jelas)
“Trump berkomitmen untuk ikut serta dalam sesi debat dengan Biden sekalipun terjadi perubahan peraturan pada detik-detik terakhir dari Komisi Pemilihan Presiden yang mencoba memberikan keuntungan bagi kandidat pilihan mereka. Trump dijadwalkan siap hadir,“ kata manajer tim sukses Trump, Bill Stepien.
Sampai kemarin, tim sukses Biden tidak memberikan komentar terkait hal itu. Namun, Biden juga dipastikan lebih siap menghadapi Trump dalam debat final. Sebelumnya, Biden tidak mampu menyampaikan sebagian besar pandangannya dalam kalimat penuh karena selalu dipotong Trump. Dia juga terkadang ditekan Trump.
Antusiasme masyarakat AS untuk mengikuti pilpres 2020 tinggi. Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat AS berbondong-bondong mengantre di tempat pengambilan suara (TPS). Sampai kemarin, lebih dari 30 juta warga dari 45 negara bagian dan distrik Columbia berpartisipasi dalam pencoblosan awal. Antusiasme setinggi itu tidak pernah terjadi sebelumnya.
Jika dihitung secara menyeluruh, jumlah pencoblos yang mengikuti pencoblosan awal mencapai 20% dari total 136 juta warga AS yang berhak mencoblos. Di Georgia, sedikitnya 1,45 juta warga telah datang ke TPS, naik sekitar 152% dibandingkan pencoblosan awal selama Pilpres 2016.
Pencoblosan awal kini juga tersedia di 50 negara bagian dengan tanggal mulai yang berbeda-beda. Negara bagian yang netral—tidak didominasi Republik ataupun Demokrat—kemungkinan akan diakhirkan. Nevada juga mulai membuka akses pencoblosan awal Sabtu (17/10) waktu lokal dengan jumlah pencoblos mencapai 17.800 orang.
“Satu TPS di North Las Vegas agak telat dibukanya karena mengalami masalah teknis,” kata juru bicara Clark County, Dan Kulin, dikutip CNN. Akibatnya, warga yang datang ke TPS harus mengantre dan menunggu berjam-jam. Florida yang terdiri atas 52 wilayah dan 67 county juga mulai menggelar pencoblosan awal. (Baca juga: Liburan Aman dan Nyaman di Masa Pandemi)
Sejauh ini di Florida, lebih dari 2,4 juta suara dikirim via email. Bandingkan dengan tahun 2016 yang hanya mencapai 261.000 suara. Dari 2,4 juta suara itu, sebanyak 30% adalah pendukung Republik, 49% Demokrat, dan 20% tidak memiliki afiliasi politik. Saat ini, tingkat keunggulan Demokrat sangat tipis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Presiden Donald Trump yang kembali mencalonkan diri menjadi presiden, juga mendesak warga AS untuk mengikuti pencoblosan awal. Begitu pun dengan lawan politiknya, Joe Biden. “Pencoblosan awal telah di buka. Silakan keluar rumah dan berikan suara kalian,” ujar Trump, saat menggelar kampanye di Carson City, Nevada.
Biden juga tidak mau kalah. Dia mengimbau para pendukungnya untuk melanjutkan momentum keunggulan Demokrat dan tidak kendur terhadap gertakan Republik. “Kita tidak boleh membiarkan gelembung ini kempes. Kalian semua tidak perlu menunggu sampai November, karena kalian dapat memberikan suara kalian hari ini,” kata Biden. (Baca juga: Refly Harun Mengaku Menunggu Habib Rizieq Pulang)
Sebelumnya, U.S. Elections Project menyatakan pencoblosan awal tahun ini diprediksi lebih besar daripada tahun 2016 menyusul adanya wabah Covid-19. Selain itu, pencoblosan tahun ini lebih mudah karena dapat dikirim melalui e-mail dan dibayangi berbagai isu mendesak. Mereka menilai ini akan mencetak rekor baru yang lebih tinggi.
Sebagai pembanding, pada 16 Oktober 2016, hanya 1,4 juta warga AS yang mengikuti pencoblosan awal. U.S. Elections Project menyatakan jumlah suara yang masuk dalam pencoblosan awal mengalami peningkatan di beberapa negara bagian, terutama di Minnesota, South Dakota, Vermont, Virginia, dan Wisconsin yang naik sebesar 20%.
Warga AS, Emolio Alvarado, mengaku biasanya menghabiskan banyak waktu sebelum dapat menentukan presiden pilihannya dan hanya melakukan pencoblosan mendekati hari H. Namun, tahun ini, pendukung Republik itu bergerak lebih cepat tiga Minggu dari biasanya dan mengikuti pencoblosan awal di sebuah mal di Phoenix.
“Saya ingin suara saya dihitung. Pilpres tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Saya merasa cemas,” ujar lelaki berusia 47 tahun itu, yang kini beralih mendukung Demokrat. Di Arizona, salah satu kawasan yang krusial, pencoblosan awal digelar sejak akhir pekan lalu. Antusiasme masyarakatnya juga tinggi, tapi mereka memiliki ketakutan serupa. (Baca juga: Rusia Siap Bekukan Semua Hulu Ledak Nuklirnya)
“Saya ingin memastikan suara saya tidak disobek-sobek dan tidak dibuang. Saya juga tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di tempat pencoblosan yang merusak demokrasi,” ujar Linda Cottrell, 70, yang mendukung Trump. “Kami semua merasa cemas tentang ini, terutama ketika mendekati hari H,” tambah mantan penulis tersebut.
Para ahli menilai pembeludakan jumlah warga AS yang mengikuti pencoblosan awal disebabkan dua faktor. Pertama, akses terhadap pencoblosan awal lebih mudah. Kedua, tingginya antusiasme warga menyambut Pilpres 2020 untuk melakukan perubahan. Saat ini, AS sedang menghadapi berbagai permasalahan, mulai dari kesehatan hingga ekonomi.
“Saat ini sangat jelas ada banyak warga yang mengikuti pencoblosan awal. Apa artinya? Artinya ada dua. Pertama, perubahan kebiasaan masyarakat yang ingin mengikuti hajat demokrasi. Mereka tidak ingin tertinggal sehingga mencoblos lebih awal. Kedua, aksesnya mudah,” kata Michael McDonald, profesor ilmu politik dari University of Florida. (Lihat videonya: Dua Polisi yang Kawal Jogging Kena Sanksi Administratif)
Meski mengimbau pendukungnya ikut serta dalam pencoblosan awal, Trump mengaku tidak akan memercayai hasil perhitungan suara karena takut dimanipulasi lawan politiknya. “Saya tidak ingin terjadi kecurangan,” ujar Trump. “Kami ingin orang yang berhak mencoblos yang melakukan pencoblosan dan suara mereka yang hanya sah dihitung,” tambahnya. (Muh Shamil)
Lihat Juga: Napi Perempuan Hamil dan Melahirkan Anak dari Sperma yang Dibungkus Plastik dari Pacarnya
Warga Amerika Serikat (AS) sudah memiliki pandangan tentang siapa yang akan dipilihnya. Apalagi, lebih dari 30 juta warga telah memberikan suaranya lebih dini. Sebagian besar pemilih pun sudah memiliki calon yang hendak dipilihnya. (Baca: Pentingnya Mengajarkan Anak Menjaga Lisan)
Debat capres pun menjadi ritual pada pemilu semata. Sebagai pelengkap yang hanya menjadi penegasan untuk menunjukkan gaya kepemimpinan dan model retorika yang digunakan kedua capres. Publik AS pun sudah mengetahui siapa Biden dan siapa sebenarnya Trump. Bahkan, banyak warga AS menganggap debat hanya sebagai tontonan yang bisa saja tidak memengaruhi pandangan dan kandidat yang mereka sudah tentukan.
Debat final antara Donald Trump dan Joe Biden akan menggunakan mikrofon khusus yang dilengkapi tombol mute sehingga kedua kandidat dapat menyampaikan pandangan tanpa interupsi. Sebelumnya, Trump dan Biden terlibat dalam perdebatan yang kurang sehat dan etis hingga menuai banyak kritik dari berbagai kalangan.
Tim sukses Trump memprotes perubahan itu mengingat Trump dikenal sebagai penabuh perang psikologis, tapi menyatakan Trump akan tetap hadir. Debat final akan menjadi kesempatan terakhir bagi Trump dan Biden untuk menunjukkan jiwa kepemimpinan, wawasan, dan kemampuan berpikir kritis sebelum pemilihan presiden (pilpres) pada November.
Komisi Pemilihan Presiden untuk Urusan Debat menyatakan mikrofon setiap kandidat di Nashville, Tennessee, akan di-mute sehingga setiap kandidat dapat menyampaikan sambutan selama dua menit di setiap segmen yang berlangsung 15 menit. Setelah itu, mikrofon kedua kandidat akan dinyalakan sehingga mereka dapat saling mengkritik. (Baca juga: Dunia Pendidikan Indonesia Belum Memiliki Peta Jalan yang Jelas)
“Trump berkomitmen untuk ikut serta dalam sesi debat dengan Biden sekalipun terjadi perubahan peraturan pada detik-detik terakhir dari Komisi Pemilihan Presiden yang mencoba memberikan keuntungan bagi kandidat pilihan mereka. Trump dijadwalkan siap hadir,“ kata manajer tim sukses Trump, Bill Stepien.
Sampai kemarin, tim sukses Biden tidak memberikan komentar terkait hal itu. Namun, Biden juga dipastikan lebih siap menghadapi Trump dalam debat final. Sebelumnya, Biden tidak mampu menyampaikan sebagian besar pandangannya dalam kalimat penuh karena selalu dipotong Trump. Dia juga terkadang ditekan Trump.
Antusiasme masyarakat AS untuk mengikuti pilpres 2020 tinggi. Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat AS berbondong-bondong mengantre di tempat pengambilan suara (TPS). Sampai kemarin, lebih dari 30 juta warga dari 45 negara bagian dan distrik Columbia berpartisipasi dalam pencoblosan awal. Antusiasme setinggi itu tidak pernah terjadi sebelumnya.
Jika dihitung secara menyeluruh, jumlah pencoblos yang mengikuti pencoblosan awal mencapai 20% dari total 136 juta warga AS yang berhak mencoblos. Di Georgia, sedikitnya 1,45 juta warga telah datang ke TPS, naik sekitar 152% dibandingkan pencoblosan awal selama Pilpres 2016.
Pencoblosan awal kini juga tersedia di 50 negara bagian dengan tanggal mulai yang berbeda-beda. Negara bagian yang netral—tidak didominasi Republik ataupun Demokrat—kemungkinan akan diakhirkan. Nevada juga mulai membuka akses pencoblosan awal Sabtu (17/10) waktu lokal dengan jumlah pencoblos mencapai 17.800 orang.
“Satu TPS di North Las Vegas agak telat dibukanya karena mengalami masalah teknis,” kata juru bicara Clark County, Dan Kulin, dikutip CNN. Akibatnya, warga yang datang ke TPS harus mengantre dan menunggu berjam-jam. Florida yang terdiri atas 52 wilayah dan 67 county juga mulai menggelar pencoblosan awal. (Baca juga: Liburan Aman dan Nyaman di Masa Pandemi)
Sejauh ini di Florida, lebih dari 2,4 juta suara dikirim via email. Bandingkan dengan tahun 2016 yang hanya mencapai 261.000 suara. Dari 2,4 juta suara itu, sebanyak 30% adalah pendukung Republik, 49% Demokrat, dan 20% tidak memiliki afiliasi politik. Saat ini, tingkat keunggulan Demokrat sangat tipis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Presiden Donald Trump yang kembali mencalonkan diri menjadi presiden, juga mendesak warga AS untuk mengikuti pencoblosan awal. Begitu pun dengan lawan politiknya, Joe Biden. “Pencoblosan awal telah di buka. Silakan keluar rumah dan berikan suara kalian,” ujar Trump, saat menggelar kampanye di Carson City, Nevada.
Biden juga tidak mau kalah. Dia mengimbau para pendukungnya untuk melanjutkan momentum keunggulan Demokrat dan tidak kendur terhadap gertakan Republik. “Kita tidak boleh membiarkan gelembung ini kempes. Kalian semua tidak perlu menunggu sampai November, karena kalian dapat memberikan suara kalian hari ini,” kata Biden. (Baca juga: Refly Harun Mengaku Menunggu Habib Rizieq Pulang)
Sebelumnya, U.S. Elections Project menyatakan pencoblosan awal tahun ini diprediksi lebih besar daripada tahun 2016 menyusul adanya wabah Covid-19. Selain itu, pencoblosan tahun ini lebih mudah karena dapat dikirim melalui e-mail dan dibayangi berbagai isu mendesak. Mereka menilai ini akan mencetak rekor baru yang lebih tinggi.
Sebagai pembanding, pada 16 Oktober 2016, hanya 1,4 juta warga AS yang mengikuti pencoblosan awal. U.S. Elections Project menyatakan jumlah suara yang masuk dalam pencoblosan awal mengalami peningkatan di beberapa negara bagian, terutama di Minnesota, South Dakota, Vermont, Virginia, dan Wisconsin yang naik sebesar 20%.
Warga AS, Emolio Alvarado, mengaku biasanya menghabiskan banyak waktu sebelum dapat menentukan presiden pilihannya dan hanya melakukan pencoblosan mendekati hari H. Namun, tahun ini, pendukung Republik itu bergerak lebih cepat tiga Minggu dari biasanya dan mengikuti pencoblosan awal di sebuah mal di Phoenix.
“Saya ingin suara saya dihitung. Pilpres tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Saya merasa cemas,” ujar lelaki berusia 47 tahun itu, yang kini beralih mendukung Demokrat. Di Arizona, salah satu kawasan yang krusial, pencoblosan awal digelar sejak akhir pekan lalu. Antusiasme masyarakatnya juga tinggi, tapi mereka memiliki ketakutan serupa. (Baca juga: Rusia Siap Bekukan Semua Hulu Ledak Nuklirnya)
“Saya ingin memastikan suara saya tidak disobek-sobek dan tidak dibuang. Saya juga tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di tempat pencoblosan yang merusak demokrasi,” ujar Linda Cottrell, 70, yang mendukung Trump. “Kami semua merasa cemas tentang ini, terutama ketika mendekati hari H,” tambah mantan penulis tersebut.
Para ahli menilai pembeludakan jumlah warga AS yang mengikuti pencoblosan awal disebabkan dua faktor. Pertama, akses terhadap pencoblosan awal lebih mudah. Kedua, tingginya antusiasme warga menyambut Pilpres 2020 untuk melakukan perubahan. Saat ini, AS sedang menghadapi berbagai permasalahan, mulai dari kesehatan hingga ekonomi.
“Saat ini sangat jelas ada banyak warga yang mengikuti pencoblosan awal. Apa artinya? Artinya ada dua. Pertama, perubahan kebiasaan masyarakat yang ingin mengikuti hajat demokrasi. Mereka tidak ingin tertinggal sehingga mencoblos lebih awal. Kedua, aksesnya mudah,” kata Michael McDonald, profesor ilmu politik dari University of Florida. (Lihat videonya: Dua Polisi yang Kawal Jogging Kena Sanksi Administratif)
Meski mengimbau pendukungnya ikut serta dalam pencoblosan awal, Trump mengaku tidak akan memercayai hasil perhitungan suara karena takut dimanipulasi lawan politiknya. “Saya tidak ingin terjadi kecurangan,” ujar Trump. “Kami ingin orang yang berhak mencoblos yang melakukan pencoblosan dan suara mereka yang hanya sah dihitung,” tambahnya. (Muh Shamil)
Lihat Juga: Napi Perempuan Hamil dan Melahirkan Anak dari Sperma yang Dibungkus Plastik dari Pacarnya
(ysw)