Pemilihan Presiden Amerika Serikat, Tren Pencoblosan Dini Meningkat
loading...
A
A
A
Sebagai pembanding, pada 16 Oktober 2016, hanya 1,4 juta warga AS yang mengikuti pencoblosan awal. US Elections Project menyatakan, jumlah suara yang masuk dalam pencoblosan awal mengalami peningkatan di beberapa negara bagian, terutama di Minnesota, South Dakota, Vermont, Virginia, dan Wisconsin, yang naik sebesar 20%.
Warga AS, Emolio Alvarado, mengaku biasanya menghabiskan banyak waktu sebelum dapat menentukan presiden pilihannya dan hanya melakukan pencoblosan mendekati hari H. Namun, tahun ini pendukung Republik itu bergerak lebih cepat tiga minggu dari biasanya dan mengikuti pencoblosan awal di sebuah mal di Phoenix. (Baca juga: Ibu Penyitas Covid-19 Jangan Berhenti Menyusui)
“Saya ingin suara saya dihitung. Pilpres tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Saya merasa cemas,” ujar lelaki berusia 47 tahun itu yang kini beralih mendukung Demokrat. Di Arizona, salah satu kawasan yang krusial, pencoblosan awal digelar sejak akhir pekan lalu. Antusiasme masyarakatnya juga tinggi, tapi mereka memiliki ketakutan serupa.
“Saya ingin memastikan suara saya tidak disobek-sobek dan tidak dibuang. Saya juga tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di tempat pencoblosan yang merusak demokrasi,” ujar Linda Cottrell, 70, yang mendukung Trump. “Kami semua merasa cemas tentang ini, terutama ketika mendekati hari H,” tambah mantan penulis tersebut.
Para ahli menilai pembludakan jumlah warga AS yang mengikuti pencoblosan awal disebabkan dua faktor. Pertama, akses terhadap pencoblosan awal lebih mudah. Kedua, tingginya antusiasme warga menyambut pilpres 2020 untuk melakukan perubahan. Saat ini, AS sedang menghadapi berbagai permasalahan, mulai kesehatan hingga ekonomi. (Lihat videonya: Diduga Depresi Sekolah Daring, Pelajar Nekat Bunuh Diri)
“Saat ini sangat jelas ada banyak warga yang mengikuti pencoblosan awal. Apa artinya? Artinya ada dua. Pertama, perubahan kebiasaan masyarakat yang ingin mengikuti hajat demokrasi. Mereka tidak ingin tertinggal sehingga mencoblos lebih awal. Kedua, aksesnya mudah,” kata Michael McDonald, profesor ilmu politik dari University of Florida. (Muh Shamil)
Warga AS, Emolio Alvarado, mengaku biasanya menghabiskan banyak waktu sebelum dapat menentukan presiden pilihannya dan hanya melakukan pencoblosan mendekati hari H. Namun, tahun ini pendukung Republik itu bergerak lebih cepat tiga minggu dari biasanya dan mengikuti pencoblosan awal di sebuah mal di Phoenix. (Baca juga: Ibu Penyitas Covid-19 Jangan Berhenti Menyusui)
“Saya ingin suara saya dihitung. Pilpres tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Saya merasa cemas,” ujar lelaki berusia 47 tahun itu yang kini beralih mendukung Demokrat. Di Arizona, salah satu kawasan yang krusial, pencoblosan awal digelar sejak akhir pekan lalu. Antusiasme masyarakatnya juga tinggi, tapi mereka memiliki ketakutan serupa.
“Saya ingin memastikan suara saya tidak disobek-sobek dan tidak dibuang. Saya juga tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di tempat pencoblosan yang merusak demokrasi,” ujar Linda Cottrell, 70, yang mendukung Trump. “Kami semua merasa cemas tentang ini, terutama ketika mendekati hari H,” tambah mantan penulis tersebut.
Para ahli menilai pembludakan jumlah warga AS yang mengikuti pencoblosan awal disebabkan dua faktor. Pertama, akses terhadap pencoblosan awal lebih mudah. Kedua, tingginya antusiasme warga menyambut pilpres 2020 untuk melakukan perubahan. Saat ini, AS sedang menghadapi berbagai permasalahan, mulai kesehatan hingga ekonomi. (Lihat videonya: Diduga Depresi Sekolah Daring, Pelajar Nekat Bunuh Diri)
“Saat ini sangat jelas ada banyak warga yang mengikuti pencoblosan awal. Apa artinya? Artinya ada dua. Pertama, perubahan kebiasaan masyarakat yang ingin mengikuti hajat demokrasi. Mereka tidak ingin tertinggal sehingga mencoblos lebih awal. Kedua, aksesnya mudah,” kata Michael McDonald, profesor ilmu politik dari University of Florida. (Muh Shamil)
(ysw)