Rusia Pilih Trump, China Dukung Biden
loading...
A
A
A
Seperti dijelaskan William evanina, pejabat intelijena menyatakan kalau China memang menginginkan Trump kalah pada pemilu. Bahkan, mantan duta besar PBB dan mantan gubernur South Carolina Nikki Haley mengatakan Biden akan menjadi keuntungan besar bagi China. (Baca juga: Penggunaan Masker Kurangi Risiko Tertular Covid-19)
Media milik pemerintah China juga kerap menyebut Biden lebih “lunak” dalam bernegosiasi dengan Beijing. Biden bisa membangun ruang untuk kerja sama dalam berbagai isu seperti perubahan iklim dan kerja sama perlucutan senjata nuklir. Biden bisa bisa bernegosiasi untuk mengakhiri perang dagang yang digaungkan Trump.
“Di bawah pemerintahan Biden, akan terbangun kesempatan untuk berdialog,” kata Henry Wang, penasehat kabinet China dan pendiri Center for Globalization.
Namun demikian, Biden bisa menghidupkan kembali organisasi multilateral seperti WHO dan NATO. Biden juga hanya menyebut China sebanyak satu kali saat pidato di Konvensi Nasional Demokrat dan menegaskan AS tidak boleh lemah terhadap China.
Hanya saja, China memiliki kesempatan luas ketika Trump kembali berkuasa karena itu memudahkan Beijing bermanuver untuk memperkuat geopolitiknya. Ketika Trump kembali berkuasa, maka perpecahan publik AS tetap akan kembali menguat sehingga kemampuan untuk melawan China dalam jangka panjang akan semakin lemah.
“Pemerintahan Biden bisa membangun strategi jangka panjang yang berkelanjutan yang bertujuan menghalau kekuatan utama China dalam dua atau tiga dekade kedepan,” kata Minxin Pei, pakar China dari Claremont McKenna College. (Lihat videonya: Harga Tes Swab akan Segera Dievaluasi)
Presiden Trump dengan rasa setuju mencuit ulang tulisan di situs Breitbart yang condong ke Trump. Judul artikel itu adalah "China tampaknya 'condong ke Joe Biden' dalam pemilihan presiden". "Tentu mereka menginginkan Biden. Saya sudah mengambil miliaran dollar dari China dan memberikannya kepada petani kita dan Departemen Keuangan. China akan menguasai AS jika Biden & Hunter masuk!" ungkap Trump, merujuk pada putra Joe Biden, Hunter.
Hubungan antara China dan AS memang berada di titik rendah, yang diwarnai berbagai sengketa mulai dari virus corona hingga penerapan undang-undang keamanan kontroversial di Hong Kong oleh China. (Andika H Mustaqim)
Media milik pemerintah China juga kerap menyebut Biden lebih “lunak” dalam bernegosiasi dengan Beijing. Biden bisa membangun ruang untuk kerja sama dalam berbagai isu seperti perubahan iklim dan kerja sama perlucutan senjata nuklir. Biden bisa bisa bernegosiasi untuk mengakhiri perang dagang yang digaungkan Trump.
“Di bawah pemerintahan Biden, akan terbangun kesempatan untuk berdialog,” kata Henry Wang, penasehat kabinet China dan pendiri Center for Globalization.
Namun demikian, Biden bisa menghidupkan kembali organisasi multilateral seperti WHO dan NATO. Biden juga hanya menyebut China sebanyak satu kali saat pidato di Konvensi Nasional Demokrat dan menegaskan AS tidak boleh lemah terhadap China.
Hanya saja, China memiliki kesempatan luas ketika Trump kembali berkuasa karena itu memudahkan Beijing bermanuver untuk memperkuat geopolitiknya. Ketika Trump kembali berkuasa, maka perpecahan publik AS tetap akan kembali menguat sehingga kemampuan untuk melawan China dalam jangka panjang akan semakin lemah.
“Pemerintahan Biden bisa membangun strategi jangka panjang yang berkelanjutan yang bertujuan menghalau kekuatan utama China dalam dua atau tiga dekade kedepan,” kata Minxin Pei, pakar China dari Claremont McKenna College. (Lihat videonya: Harga Tes Swab akan Segera Dievaluasi)
Presiden Trump dengan rasa setuju mencuit ulang tulisan di situs Breitbart yang condong ke Trump. Judul artikel itu adalah "China tampaknya 'condong ke Joe Biden' dalam pemilihan presiden". "Tentu mereka menginginkan Biden. Saya sudah mengambil miliaran dollar dari China dan memberikannya kepada petani kita dan Departemen Keuangan. China akan menguasai AS jika Biden & Hunter masuk!" ungkap Trump, merujuk pada putra Joe Biden, Hunter.
Hubungan antara China dan AS memang berada di titik rendah, yang diwarnai berbagai sengketa mulai dari virus corona hingga penerapan undang-undang keamanan kontroversial di Hong Kong oleh China. (Andika H Mustaqim)
(ysw)