Terorisme Mengambil Bentuk Baru Pasca Kekalahan ISIS

Senin, 03 Februari 2020 - 03:00 WIB
Terorisme Mengambil...
Terorisme Mengambil Bentuk Baru Pasca Kekalahan ISIS
A A A
ROMA - Terorisme mengambil bentuk-bentuk baru sejak ISIS kehilangan wilayahnya di Suriah. Hal itu disampaikan oleh para ahli di sebuah lokakarya yang berlangsung di Roma, Italia.

Para ahli menilai, sementara kelompok ekstrimis mungkin secara signifikan melemah, itu tetap menjadi "bayangan global" yang dipicu oleh hubungan dengan kejahatan terorganisir.

"Jenis bahaya baru sedang muncul," kata Alessandro Minuto-Rizzo, Presiden Yayasan Perguruan Tinggi NATO dalam lokakarya tersebut, seperti dilansir Al Arabiya.

Di lokakarya tersebut, para ahli menyoroti bagaimana terorisme sekarang mempengaruhi lebih banyak negara daripada sebelumnya, tetapi dengan serangan skala kecil.

"Tren yang diamati adalah peningkatan jumlah negara yang terkena dampak terorisme dalam hal ekspansi, sementara serangannya kurang mematikan," ungkap Lea Perekrests, Wakil Direktur Operasi Institut.

Dalam laporan Global Terrorism Index yang baru-baru ini diterbitkan oleh Institute for Economics and Peace, disebutkan bahwa 95 persen serangan teroris pada 2019 terjadi di zona konflik.

"Serangan-serangan ini telah didorong oleh perdagangan gelap," kata Jeffrey Hardy, Direktur Jenderal Aliansi Transnasional untuk Memerangi Perdagangan Ilegal.

Hardy menyebut, sementara perdagangan legal telah meningkatkan peluang dan membantu memerangi kemiskinan, kelompok-kelompok ekstremis memanfaatkan perdagangan manusia dan pencucian uang untuk pendanaan.

"Satu-satunya cara adalah memotong aliran perdagangan gelap yang pada gilirannya menghasilkan dana untuk kelompok-kelompok ini," ucapnya.

Menurut Ely Karmon dari Institut Internasional untuk Penanggulangan Terorisme dan Institut Kebijakan dan Strategi, Pusat Interdisipliner, bersamaan dengan ruang lingkup dan sumber pendanaan baru, banyak kelompok ekstremis juga memiliki motif barul.

"Banyak kelompok, termasuk Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon, tidak hanya termotivasi oleh ideologi, tetapi juga oleh agenda pribadi dan hubungan mereka dengan Korps Pengawal Revolusi Islam Iran," kata Karmon.
(esn)
Berita Terkait
Apakah 2024 Jadi Tahun...
Apakah 2024 Jadi Tahun Kebangkitan ISIS?
Hanya Mati Suri, ISIS...
Hanya Mati Suri, ISIS akan Kembali dengan Penuh Dendam di Irak
Upaya Pembobolan Penjara...
Upaya Pembobolan Penjara di Irak Digagalkan, Satu Tahanan Tewas
Mengapa AS dan Aliansinya...
Mengapa AS dan Aliansinya Gagal Membendung Kebangkitan ISIS di Timur Tengah?
Saat Mencoba Bangkit...
Saat Mencoba Bangkit di Timur Tengah, tapi Pasukan AS dan Irak Berhasil Bunuh Pemimpin Operasi Global ISIS
ISIS Dituding Curi Ribuan...
ISIS Dituding Curi Ribuan Domba di Suriah untuk Membiayai Sel-sel Teror
Berita Terkini
Tepat di Bulan Ramadan,...
Tepat di Bulan Ramadan, Jumlah Korban Tewas di Gaza Capai 50.021 Orang
1 jam yang lalu
Negara Tetangga Indonesia...
Negara Tetangga Indonesia Ini Makin Sulit Pasok Tank ke Ukraina
2 jam yang lalu
Polandia Akan Larang...
Polandia Akan Larang Suaka bagi Warga dari Negara Sekutu Rusia
3 jam yang lalu
Wali Kota Istanbul Dipenjara,...
Wali Kota Istanbul Dipenjara, Ribuan Warga Turki Berdemonstrasi Lawan Kebijakan Erdogan
4 jam yang lalu
AS Tolak Rencana Inggris...
AS Tolak Rencana Inggris untuk Kirim Pasukan ke Ukraina, Mengapa?
5 jam yang lalu
Sebulan Dirawat di Rumah...
Sebulan Dirawat di Rumah Sakit, Akhirnya Paus Fransiskus Diizinkan Pulang
6 jam yang lalu
Infografis
5 Negara Calon Pemimpin...
5 Negara Calon Pemimpin Baru NATO, Salah Satunya Turki
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved