Profil Jimmy Carter, Mantan Presiden AS yang Sering Dicap Anti-Israel karena Mendukung Hak Palestina
loading...
A
A
A
Menariknya, Carter dengan cepat menjadi pemimpin warga di dewan daerah. Pada 1962, dia memenangkan pemilihan Senat Georgia sebelum akhirnya menjadi gubernur Georgia pada 1972.
Pada 12 Desember 1974, Carter mengumumkan pencalonan sebagai Presiden Amerika Serikat. Dia lalu terpilih sebagai presiden ke-39 AS dari Partai Demokrat pada 2 November 1976.
Sebagai Presiden AS, Carter berhasil membuat banyak pencapaian. Di antaranya menginisiasi perjanjian dagang di Terusan Panama, menyelesaikan negosiasi perjanjian pembatasan nuklir SALT II dengan Uni Soviet hingga memimpin perjanjian perdamaian antara Mesir dan Israel.
Pada kesehariannya, Carter juga rajin menulis. Tercatat, setidaknya ada 32 buku karyanya yang terbit sejak 1975 hingga 2018.
Carter bersama istrinya kemudian mendirikan pusat nirlaba Carter Center yang aktif membahas isu kebijakan publik. Pada 10 Desember 2002, Komite Nobel Norwegia menganugerahkan Hadiah Nobel Perdamaian kepada Jimmy Carter atas usahanya yang tak kenal lelah selama puluhan tahun untuk menemukan solusi damai bagi konflik internasional, memajukan demokrasi dan hak asasi manusia, dan mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial.
Mengutip Haaretz, Carter secara rutin dicap sebagai 'anti-Israel' atas dukungannya terhadap hak-hak kolektif Palestina dan kritiknya terhadap pendudukan. Dia semakin kritis terhadap Tel Aviv yang berpuncak pada penerbitan bukunya tahun 2006 berjudul "Palestine: Peace Not Apartheid."
Kemunculan buku tersebut menyebabkan beberapa pihak di dunia Yahudi menuduh Carter sebagai penganut paham antisemitisme. Sementara pihak lain melihat anggapan tersebut sebagai sesuatu yang mengaburkan jasa-jasa atau warisan Carter untuk Israel di masa lalu.
Sukses mendamaikan Israel-Mesir, Carter memiliki perhatian lain terhadap kebijakan permukiman dan keberadaan Yahudi yang terus berlanjut di wilayah Palestina. Carter dalam sebuah kesempatan mengatakan kepada pers bahwa solusi dua negara hampir tidak mungkin tercapai selama Netanyahu tetap berkuasa di Israel.
Itulah ulasan mengenai profil Jimmy Carter, mantan Presiden Amerika Serikat yang sering dicap anti-Israel.
Pada 12 Desember 1974, Carter mengumumkan pencalonan sebagai Presiden Amerika Serikat. Dia lalu terpilih sebagai presiden ke-39 AS dari Partai Demokrat pada 2 November 1976.
Sebagai Presiden AS, Carter berhasil membuat banyak pencapaian. Di antaranya menginisiasi perjanjian dagang di Terusan Panama, menyelesaikan negosiasi perjanjian pembatasan nuklir SALT II dengan Uni Soviet hingga memimpin perjanjian perdamaian antara Mesir dan Israel.
Pada kesehariannya, Carter juga rajin menulis. Tercatat, setidaknya ada 32 buku karyanya yang terbit sejak 1975 hingga 2018.
Carter bersama istrinya kemudian mendirikan pusat nirlaba Carter Center yang aktif membahas isu kebijakan publik. Pada 10 Desember 2002, Komite Nobel Norwegia menganugerahkan Hadiah Nobel Perdamaian kepada Jimmy Carter atas usahanya yang tak kenal lelah selama puluhan tahun untuk menemukan solusi damai bagi konflik internasional, memajukan demokrasi dan hak asasi manusia, dan mempromosikan pembangunan ekonomi dan sosial.
Jimmy Carter Sering Dicap Anti-Israel
Jimmy Carter memang menjadi perantara perjanjian damai bersejarah antara Israel-Mesir. Kendati begitu, dia mendapat status ‘kurang bagus’ di beberapa sudut komunitas Yahudi karena kritiknya terhadap Israel.Mengutip Haaretz, Carter secara rutin dicap sebagai 'anti-Israel' atas dukungannya terhadap hak-hak kolektif Palestina dan kritiknya terhadap pendudukan. Dia semakin kritis terhadap Tel Aviv yang berpuncak pada penerbitan bukunya tahun 2006 berjudul "Palestine: Peace Not Apartheid."
Kemunculan buku tersebut menyebabkan beberapa pihak di dunia Yahudi menuduh Carter sebagai penganut paham antisemitisme. Sementara pihak lain melihat anggapan tersebut sebagai sesuatu yang mengaburkan jasa-jasa atau warisan Carter untuk Israel di masa lalu.
Sukses mendamaikan Israel-Mesir, Carter memiliki perhatian lain terhadap kebijakan permukiman dan keberadaan Yahudi yang terus berlanjut di wilayah Palestina. Carter dalam sebuah kesempatan mengatakan kepada pers bahwa solusi dua negara hampir tidak mungkin tercapai selama Netanyahu tetap berkuasa di Israel.
Itulah ulasan mengenai profil Jimmy Carter, mantan Presiden Amerika Serikat yang sering dicap anti-Israel.
(ahm)