Jepang dan AS Bakal Bahas Penggunaan Senjata Nuklir untuk Melawan China-Korut
loading...
A
A
A
Kedua negara akan bertukar pandangan tentang penggunaan senjata nuklir oleh Washington juga dalam kerangka ACM, yang dibentuk pada masa normal berdasarkan Pedoman Kerja Sama Pertahanan Jepang-AS yang direvisi pada tahun 2015.
Di bawah ACM, diskusi dirancang untuk dilakukan baik oleh Kelompok Koordinasi Aliansi, yang terdiri dari pejabat tingkat direktur jenderal dari otoritas diplomatik dan pertahanan, dan oleh Pusat Koordinasi Operasi Bilateral, yang melibatkan pejabat senior SDF dan pasukan AS. Jika perlu, diskusi tingkat tinggi yang melibatkan anggota Kabinet juga diharapkan akan diadakan.
Sistem ini akan memungkinkan Jepang menyampaikan pandangannya kepada Amerika Serikat tentang potensi penggunaan senjata nuklir oleh Washington di semua tahap, dari waktu normal hingga keadaan darurat.
Lingkungan sekitar senjata nuklir saat ini semakin memburuk. Rusia baru-baru ini telah mengisyaratkan kemungkinan penggunaan senjata nuklir dalam agresi yang sedang berlangsung terhadap Ukraina.
Di Asia Timur, Korea Utara melakukan uji coba nuklir keenamnya pada tahun 2017 dan telah meningkatkan kemampuan rudal balistiknya secara signifikan. Sedangkan China diperkirakan akan memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir operasional pada tahun 2030.
Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengatakan pada sesi pleno Dewan Perwakilan Rakyat pada 3 Desember bahwa dia telah menginstruksikan sekretariat terkait untuk lebih memperkuat kredibilitas pencegahan AS yang diperluas.
Di bawah pedoman yang baru dirumuskan, Washington masih memegang keputusan akhir tentang penggunaan senjata nuklir. Namun, seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa pedoman tersebut "memiliki signifikansi besar sebagai pesan untuk memperkuat pencegahan."
Di bawah ACM, diskusi dirancang untuk dilakukan baik oleh Kelompok Koordinasi Aliansi, yang terdiri dari pejabat tingkat direktur jenderal dari otoritas diplomatik dan pertahanan, dan oleh Pusat Koordinasi Operasi Bilateral, yang melibatkan pejabat senior SDF dan pasukan AS. Jika perlu, diskusi tingkat tinggi yang melibatkan anggota Kabinet juga diharapkan akan diadakan.
Sistem ini akan memungkinkan Jepang menyampaikan pandangannya kepada Amerika Serikat tentang potensi penggunaan senjata nuklir oleh Washington di semua tahap, dari waktu normal hingga keadaan darurat.
Lingkungan sekitar senjata nuklir saat ini semakin memburuk. Rusia baru-baru ini telah mengisyaratkan kemungkinan penggunaan senjata nuklir dalam agresi yang sedang berlangsung terhadap Ukraina.
Di Asia Timur, Korea Utara melakukan uji coba nuklir keenamnya pada tahun 2017 dan telah meningkatkan kemampuan rudal balistiknya secara signifikan. Sedangkan China diperkirakan akan memiliki lebih dari 1.000 hulu ledak nuklir operasional pada tahun 2030.
Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengatakan pada sesi pleno Dewan Perwakilan Rakyat pada 3 Desember bahwa dia telah menginstruksikan sekretariat terkait untuk lebih memperkuat kredibilitas pencegahan AS yang diperluas.
Di bawah pedoman yang baru dirumuskan, Washington masih memegang keputusan akhir tentang penggunaan senjata nuklir. Namun, seorang pejabat senior Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa pedoman tersebut "memiliki signifikansi besar sebagai pesan untuk memperkuat pencegahan."
(mas)