3 Negara yang Kelabakan dengan Keruntuhan Rezim Assad di Suriah, Nomor 2 Pemilik Senjata Nuklir
loading...
A
A
A
Koridor darat yang digunakannya untuk mempersenjatai Hizbullah dan memproyeksikan pengaruhnya di Lebanon serta seluruh Levant telah terputus.
Alhasil, kekuatan regionalnya semakin berkurang. Belum lagi, ada ancaman dari Israel yang sedang berusaha menguasai perbatasan dengan Suriah untuk meminimalisir serangan Hizbullah ke wilayahnya.
Hubungan Rusia dan Suriah setidaknya sudah terjalin sejak masih berdirinya Uni Soviet. Saat negara-negara Arab lainnya seperti Mesir mulai menjauh dari orbit Soviet pada 1970-an, rezim Hafez al-Assad di Damaskus tetap menjadi sekutu setia.
Kemesraan Rusia dan Suriah masih berlanjut hingga era Vladimir Putin dan Bashar al-Assad berkuasa di masing-masing negara.
Moskow bahkan membuat peran penting pada perang saudara di Damaskus beberapa tahun lalu yang akhirnya memperlama kekuasaan rezim Assad.
Jatuhnya rezim Assad di Suriah cukup berpengaruh bagi Rusia. Terlebih, Moskow selama ini menganggap pertempuran di Damaskus sebagai bagian dari konfliknya dengan "imperialisme Barat".
Suriah adalah sekutu berharga Rusia di Timur Tengah. Keberadaannya telah menjadi kekuatan tersendiri yang ikut memberikan pengaruh dalam urusan regional di sana, khususnya dalam penyebaran kepentingan negara Barat.
Setelah Assad jatuh, Moskow mungkin masih bisa mempertahankan pangkalan udaranya di Hmeimim dan pangkalan lautnya di Tartous. Akan tetapi, kehadirannya yang berkelanjutan di Suriah tidak dapat dipertahankan.
Keterlibatan negara pemilik hulu ledak nuklir terbanyak di dunia ini juga akan melemah di kawasan Timur Tengah.
Padahal, selama ini mereka memanfaatkan Suriah sebagai cara untuk mengimbangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut.
Alhasil, kekuatan regionalnya semakin berkurang. Belum lagi, ada ancaman dari Israel yang sedang berusaha menguasai perbatasan dengan Suriah untuk meminimalisir serangan Hizbullah ke wilayahnya.
2. Rusia
Hubungan Rusia dan Suriah setidaknya sudah terjalin sejak masih berdirinya Uni Soviet. Saat negara-negara Arab lainnya seperti Mesir mulai menjauh dari orbit Soviet pada 1970-an, rezim Hafez al-Assad di Damaskus tetap menjadi sekutu setia.
Kemesraan Rusia dan Suriah masih berlanjut hingga era Vladimir Putin dan Bashar al-Assad berkuasa di masing-masing negara.
Moskow bahkan membuat peran penting pada perang saudara di Damaskus beberapa tahun lalu yang akhirnya memperlama kekuasaan rezim Assad.
Jatuhnya rezim Assad di Suriah cukup berpengaruh bagi Rusia. Terlebih, Moskow selama ini menganggap pertempuran di Damaskus sebagai bagian dari konfliknya dengan "imperialisme Barat".
Suriah adalah sekutu berharga Rusia di Timur Tengah. Keberadaannya telah menjadi kekuatan tersendiri yang ikut memberikan pengaruh dalam urusan regional di sana, khususnya dalam penyebaran kepentingan negara Barat.
Setelah Assad jatuh, Moskow mungkin masih bisa mempertahankan pangkalan udaranya di Hmeimim dan pangkalan lautnya di Tartous. Akan tetapi, kehadirannya yang berkelanjutan di Suriah tidak dapat dipertahankan.
Keterlibatan negara pemilik hulu ledak nuklir terbanyak di dunia ini juga akan melemah di kawasan Timur Tengah.
Padahal, selama ini mereka memanfaatkan Suriah sebagai cara untuk mengimbangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan tersebut.