Tantangan Berat Menanti PM Baru Jepang

Selasa, 01 September 2020 - 06:35 WIB
loading...
A A A
Perekonomian Jepang sempat terancam ambruk setelah munculnya berbagai masalah serius, seperti rendahnya inflasi, turunnya produktivitas tenaga kerja, dan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Namun, melalui program pemerintah yang diusung Abe dan kabinetnya, Jepang mampu bertahan tanpa keraguan berarti.

Abe juga menjadi salah satu pemimpin Jepang yang sukses menjalin hubungan bilateral kuat dengan berbagai negara di dunia. Dia bahkan berupaya keras menjaga stabilitas politik kawasan dengan tidak banyak menyinggung China, Korea Selatan (Korsel), dan Korea Utara (Korut), sekalipun sering terjadi ketegangan, terutama di wilayah maritim.

Dengan kepemimpinan tersebut, sebagian orang merasa pesimistis masa depan Jepang akan suram jika Abe mengundurkan diri mengingat situasinya sedang sulit. Sejauh ini Abe tidak mengeluarkan pengumuman resmi akan mundur. Namun, belakangan ini dia telah keluar masuk Rumah Sakit (RS) Keio untuk mengobati penyakit radang usus yang sudah dideritanya sejak lama.

Para ahli menilai alasan kesehatan akan menjadi jalan agung bagi Abe untuk meninggalkan kantor perdana menteri. Tahun ini Jepang telah dilanda wabah virus Covid-19. Selain banyak acara pameran dan olahraga berskala internasional yang dibatalkan atau ditunda, roda ekonomi Jepang juga turut macet. Tantangan ini akan kian berat bagi Abe jika kondisi kesehatannya terus minus.

Kubu oposisi juga tak pernah berhenti memberikan tekanan dan kritikan. Mereka menilai tindakan pemerintah sangat lambat dalam menanggulangi Covid-19. Berdasarkan jajak pendapat Nikkei TV pada Mei, sebanyak 55% responden mengaku tidak setuju dan tidak puas dengan langkah penanggulangan Covid-19 di Jepang. Tapi, menurut NHK, sebanyak 58% responden senang dengan program Abe.

Para pendukung Abe mengatakan pergantian PM saat ini tidak diperlukan, kecuali sudah darurat. Menurut mereka, program yang dirumuskan Abe perlu dilanjutkan agar tidak terjadi kekacauan dan kebingungan di tengah masyarakat yang sedang menghadapi krisis ekonomi dan kesehatan. Kepemimpinan Abe diperlukan dalam situasi saat ini.

Sampai 27 Agustus, Jepang telah merawat 63.822 pasien Covid-19 dengan korban meninggal mencapai 1.209 orang. Angka itu masih relatif rendah dibandingkan negara-negara maju lainnya. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Jepang terhambat, bahkan menurun sebesar 27,8% pada kuartal kedua (Q2). Penurunan sebesar itu tidak pernah terjadi sejak 1945.

Dalam skenario Abe resmi mengundurkan diri, Jepang sudah menyiapkan sejumlah kandidat pengganti. Salah satunya anggota termuda kabinet yang sangat dipercaya Abe, Toshimitsu Motegi. Motegi saat ini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri (Menlu) Jepang dan menjadi kepala negosiasi kesepakatan perdagangan bebas antara Jepang dan Amerika Serikat (AS). (Baca juga: Gubernur Anies Bikin Bank DKI Borong Penghargaan)

Selain Motegi, kandidat lain yang berpotensi menggantikan Abe ialah Menteri Kesehatan (Menkes) Jepang Katsunobu Kato, Menteri Lingkungan Shinjiro Koizumi, Menteri Pertahanan Taro Kono, dan mantan Menlu serta mantan Kepala Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jepang Yohei Kono. Tokoh-tokoh seperti mantan Menteri Ekonomi Perdagangan dan Industri Yuko Obuchi, anak mantan PM Keizo Obuchi, juga berpotensi dicalonkan.

Dua politisi senior Jepang, yakni Yoshihide Suga dan Shigeru Ishiba, juga banyak diperbincangkan publik sebagai figur sepadan menggantikan Abe. Suga saat ini menjabat Kepala Kabinet Jepang, sedangkan Ishiba merupakan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) LDP dan lawan politik terkuat Abe selama pemilihan presiden (pilpres) sebelumnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1446 seconds (0.1#10.140)