Tantangan Berat Menanti PM Baru Jepang

Selasa, 01 September 2020 - 06:35 WIB
loading...
Tantangan Berat Menanti PM Baru Jepang
Mantan PM Jepang Shinzo Abe. Foto/Mothership
A A A
TOKYO - Partai Demokratik Liberal (LDP) Jepang akan mulai memilih Perdana Menteri (PM) baru pada 14 September mendatang. Siapa pun yang terpilih, suksesor Shinzo Abe yang lengser akibat pesakitan itu akan menghadapi berbagai tantangan berat mulai dari permasalahan ekonomi, diplomasi, hingga keamanan.

Program ekonomi Abe yang dikenal dengan sebutan “Abenomic” masih menyisakan masalah yang perlu diselesaikan, baik dalam isu menurunnya nilai ekspor hingga meningkatnya nilai pajak penjualan. Para ahli menilai reformasi struktural ekonomi tahap ketiga Abe masih kurang optimal di tengah penduduk Jepang yang menua. (Baca: Indonesia Panaskan Perang Drone Militer Masa Depan)

Jepang juga perlu bertindak simultan antara memulihkan ekonomi dan menanggulangi wabah virus Covid-19. Jumlah kasus Covid-19 di Jepang tidak setinggi di Italia, China, ataupun Amerika Serikat (AS), tapi angkanya terus meningkat. Pandemi virus mematikan itu telah menjatuhkan pertumbuhan ekonomi Jepang ke titik terendah.

Para pembuat kebijakan juga kekurangan amunisi mengingat jumlah utang publik sangat besar sehingga anggaran yang bisa dikucurkan terbatas. Bank Jepang sendiri kehilangan opsi untuk menghindari inflasi sebesar 2%. Selain itu, dengan angka kelahiran dan pemberdayaan yang rendah, Jepang kekurangan tenaga kerja.

Masalah lainnya yang akan dihadapi PM baru Jepang ialah hubungan bilateral dengan China. Selain perlu tegas untuk isu-isu tertentu, terutama menyangkut masalah kedaulatan, Jepang berharap hubungan akan bisa tetap dijaga. Kunjungan Presiden Xi Jinping yang batal akibat Covid-19 juga diharapkan bisa kembali disusun.

China merupakan salah satu mitra dagang terbesar Jepang. Namun, akibat kekalahan pada Perang Dunia II, Jepang harus tunduk pada AS. Saat ini hubungan AS dan China memanas, baik di bidang perdagangan, keamanan, ataupun kekayaan intelektual. Jepang pun diyakini mau tidak mau harus berpihak pada AS.

Abe juga menjalin hubungan kuat dengan AS. Sejauh ini kedaulatan Jepang dikawal tentara AS karena Jepang tidak boleh memiliki tentara. Trump juga sempat menuntut Jepang untuk meningkatkan pembayaran terhadap seluruh kebutuhan tentara AS yang bertugas di Jepang. Meski mendapat protes dari rakyat, Jepang tidak akan mampu mengelak.

Jepang juga sedang mengkaji Strategi Keamanan Nasional untuk memuluskan pengiriman sistem pertahanan Aegis Ashore dari AS menuju Jepang di dua situs. Pejabat LDP ingin Jepang aman dari serangan misil balistik. Secara bertahap, Jepang berharap bisa mengubah Konstitusi Pasifik sehingga dapat memiliki tentara sendiri untuk menjaga kedaulatan negara.

Dengan kondisi kesehatan yang memburuk, Abe telah mengundurkan diri pada akhir pekan lalu atau setahun sebelum masa jabatannya habis pada tahun depan. Pengunduran diri Abe telah membuka persaingan politik di antara para anggota LDP. (Baca juga: Ngamuk di Acara Agustusan, 22 Anggota Ormas Dibekuk)

Abe merupakan pemimpin dengan masa jabatan terpanjang di sejarah pemerintahan Jepang sejak berakhirnya Perang Dunia II. Dia terpilih pada Desember 2012 dengan perolehan suara memuaskan. Popularitasnya tumbuh pesat setelah dia sukses mengeluarkan Jepang dari gelembung resesi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1596 seconds (0.1#10.140)