Putus Asa, Netanyahu Tawarkan Hadiah Rp79 Miliar bagi Tiap Tawanan yang Dibebaskan dari Gaza
loading...
A
A
A
GAZA - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan USD5 juta (Rp79 miliar) akan diberikan sebagai hadiah bagi setiap tawanan yang dibebaskan dari Gaza.
Tak hanya itu, dia juga berjanji, mereka yang membantu membebaskan warga Israel yang ditahan Hamas akan diberikan jalan keluar dari wilayah Palestina yang dilanda perang.
Netanyahu mengumumkan tawaran hadiah tersebut selama kunjungan singkat ke Gaza pada hari Selasa (19/11/2024) di mana dia diperlihatkan Koridor Netzarim milik militer Israel.
Koridor itu adalah jalan akses utama dan zona penyangga yang dibangun militer Israel untuk memisahkan Gaza utara dari bagian selatan.
“Bagi mereka yang ingin meninggalkan keterikatan ini, saya katakan: Siapa pun yang membawa kami sebagai sandera, akan menemukan jalan keluar yang aman bagi dirinya dan keluarganya. Kami juga akan memberikan USD5 juta untuk setiap sandera,” ujar Netanyahu selama kunjungan singkatnya ke wilayah Palestina.
“Pilihan ada di tangan Anda tetapi hasilnya akan sama: Kami akan membawa mereka semua kembali,” ujar dia.
Israel memperkirakan bahwa 101 tawanan masih berada di Gaza, meskipun sekitar sepertiga dari jumlah tersebut sekarang diyakini telah meninggal.
Tawaran hadiah Netanyahu muncul saat protes massal terus berlanjut di Israel oleh keluarga tawanan dan pendukung mereka yang menuntut agar perdana menteri mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas yang akan membebaskan orang-orang yang mereka cintai.
Netanyahu telah berulang kali mengatakan opsi militer adalah satu-satunya cara untuk membebaskan semua tawanan dan perang Israel di Gaza akan terus berlanjut hingga tujuan itu tercapai.
Keluarga tawanan menuduh pemerintah Netanyahu tidak berbuat cukup banyak untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Sementara itu, mantan ajudan Netanyahu telah ditangkap atas dugaan membocorkan materi rahasia ke media asing dalam upaya yang jelas untuk menggagalkan kesepakatan gencatan senjata sebelumnya dengan Hamas.
Analis mengatakan Netanyahu terus-menerus menggagalkan kemungkinan berakhirnya pertempuran di Gaza karena kemungkinan akan menyebabkan runtuhnya pemerintahan sayap kanan dan ultranasionalisnya serta peluncuran penyelidikan resmi atas kegagalan keamanan oleh Netanyahu dan pejabat Israel lainnya menjelang serangan Hamas pada 7 Oktober.
PM Israel sekaligus penjagal warga sipil Palestina itu juga sedang diselidiki atas tuduhan korupsi.
Hamas telah lama menuduh negosiator gencatan senjata Israel tidak serius dalam mencapai kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran di Gaza.
Menggambarkan militer Israel sebagai "pekerjaan yang luar biasa" di Gaza, Netanyahu mengatakan pada hari Selasa bahwa Hamas tidak akan kembali memerintah wilayah Palestina dalam keadaan apa pun.
"Di sini, di Jalur Gaza bagian tengah dan di seluruh Jalur Gaza, mereka telah mencapai hasil yang sangat baik," ujar Netanyahu, menurut pernyataan yang dirilis kantornya.
"Dan yang terbaik belum datang. Hamas tidak akan ada lagi di Gaza," ungkap dia.
Pekan lalu, satu komite khusus PBB yang menyelidiki perang Israel di Gaza mengatakan kebijakan Israel menunjukkan karakteristik genosida dan menuduh negara apartheid itu "menggunakan kelaparan sebagai metode perang" terhadap warga sipil Palestina di wilayah tersebut.
Rezim kolonial Israel telah menimbulkan "korban sipil massal dan kondisi yang mengancam jiwa" bagi warga Palestina, menurut komite tersebut.
"Sejak awal perang, pejabat Israel secara terbuka mendukung kebijakan yang merampas kebutuhan warga Palestina yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan hidup yakni makanan, air, dan bahan bakar," tegas komite itu.
Genosida oleh Israel di wilayah tersebut telah menewaskan hampir 44.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 104.000 warga lainnya.
Para pemimpin Kelompok 20 negara ekonomi utama yang bertemu di Rio de Janeiro juga menyerukan gencatan senjata “komprehensif” di Gaza pada hari Senin.
Para pemimpin tersebut menyatakan “keprihatinan yang mendalam tentang situasi kemanusiaan yang mengerikan” di Gaza serta kekhawatiran atas “eskalasi di Lebanon”, menyerukan gencatan senjata yang memungkinkan “warga negara untuk kembali dengan selamat ke rumah mereka” di Lebanon selatan dan Israel utara.
Tak hanya itu, dia juga berjanji, mereka yang membantu membebaskan warga Israel yang ditahan Hamas akan diberikan jalan keluar dari wilayah Palestina yang dilanda perang.
Netanyahu mengumumkan tawaran hadiah tersebut selama kunjungan singkat ke Gaza pada hari Selasa (19/11/2024) di mana dia diperlihatkan Koridor Netzarim milik militer Israel.
Koridor itu adalah jalan akses utama dan zona penyangga yang dibangun militer Israel untuk memisahkan Gaza utara dari bagian selatan.
“Bagi mereka yang ingin meninggalkan keterikatan ini, saya katakan: Siapa pun yang membawa kami sebagai sandera, akan menemukan jalan keluar yang aman bagi dirinya dan keluarganya. Kami juga akan memberikan USD5 juta untuk setiap sandera,” ujar Netanyahu selama kunjungan singkatnya ke wilayah Palestina.
“Pilihan ada di tangan Anda tetapi hasilnya akan sama: Kami akan membawa mereka semua kembali,” ujar dia.
Israel memperkirakan bahwa 101 tawanan masih berada di Gaza, meskipun sekitar sepertiga dari jumlah tersebut sekarang diyakini telah meninggal.
Tawaran hadiah Netanyahu muncul saat protes massal terus berlanjut di Israel oleh keluarga tawanan dan pendukung mereka yang menuntut agar perdana menteri mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas yang akan membebaskan orang-orang yang mereka cintai.
Netanyahu telah berulang kali mengatakan opsi militer adalah satu-satunya cara untuk membebaskan semua tawanan dan perang Israel di Gaza akan terus berlanjut hingga tujuan itu tercapai.
Keluarga tawanan menuduh pemerintah Netanyahu tidak berbuat cukup banyak untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata.
Sementara itu, mantan ajudan Netanyahu telah ditangkap atas dugaan membocorkan materi rahasia ke media asing dalam upaya yang jelas untuk menggagalkan kesepakatan gencatan senjata sebelumnya dengan Hamas.
Analis mengatakan Netanyahu terus-menerus menggagalkan kemungkinan berakhirnya pertempuran di Gaza karena kemungkinan akan menyebabkan runtuhnya pemerintahan sayap kanan dan ultranasionalisnya serta peluncuran penyelidikan resmi atas kegagalan keamanan oleh Netanyahu dan pejabat Israel lainnya menjelang serangan Hamas pada 7 Oktober.
PM Israel sekaligus penjagal warga sipil Palestina itu juga sedang diselidiki atas tuduhan korupsi.
Hamas telah lama menuduh negosiator gencatan senjata Israel tidak serius dalam mencapai kesepakatan untuk mengakhiri pertempuran di Gaza.
Menggambarkan militer Israel sebagai "pekerjaan yang luar biasa" di Gaza, Netanyahu mengatakan pada hari Selasa bahwa Hamas tidak akan kembali memerintah wilayah Palestina dalam keadaan apa pun.
"Di sini, di Jalur Gaza bagian tengah dan di seluruh Jalur Gaza, mereka telah mencapai hasil yang sangat baik," ujar Netanyahu, menurut pernyataan yang dirilis kantornya.
"Dan yang terbaik belum datang. Hamas tidak akan ada lagi di Gaza," ungkap dia.
Pekan lalu, satu komite khusus PBB yang menyelidiki perang Israel di Gaza mengatakan kebijakan Israel menunjukkan karakteristik genosida dan menuduh negara apartheid itu "menggunakan kelaparan sebagai metode perang" terhadap warga sipil Palestina di wilayah tersebut.
Rezim kolonial Israel telah menimbulkan "korban sipil massal dan kondisi yang mengancam jiwa" bagi warga Palestina, menurut komite tersebut.
"Sejak awal perang, pejabat Israel secara terbuka mendukung kebijakan yang merampas kebutuhan warga Palestina yang sangat dibutuhkan untuk mempertahankan hidup yakni makanan, air, dan bahan bakar," tegas komite itu.
Genosida oleh Israel di wilayah tersebut telah menewaskan hampir 44.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 104.000 warga lainnya.
Para pemimpin Kelompok 20 negara ekonomi utama yang bertemu di Rio de Janeiro juga menyerukan gencatan senjata “komprehensif” di Gaza pada hari Senin.
Para pemimpin tersebut menyatakan “keprihatinan yang mendalam tentang situasi kemanusiaan yang mengerikan” di Gaza serta kekhawatiran atas “eskalasi di Lebanon”, menyerukan gencatan senjata yang memungkinkan “warga negara untuk kembali dengan selamat ke rumah mereka” di Lebanon selatan dan Israel utara.
(sya)