Mempertanyakan Legasi Shinzo Abe
loading...
A
A
A
TOKYO - Dengan kondisi kesehatan yang memburuk, Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe mengundurkan diri setahun sebelum masa jabatannya habis pada 2021. Pengunduran diri Abe akan membuka persaingan politik di antara para anggota LDP. Legasi kepemimpinannya pun dipertanyakan.
Abe merupakan pemimpin dengan masa jabatan terpanjang di sejarah pemerintahan Jepang sejak berakhirnya Perang Dunia II. Dia terpilih pada Desember 2012 dengan perolehan suara yang memuaskan. Popularitasnya tumbuh pesat setelah dia sukses mengeluarkan Jepang dari gelembung resesi. (Baca: Dokter Yunani Ungkap Rahasia Vaksin Covid-19 Buatan Rusia)
Perekonomian Jepang sempat terancam ambruk setelah muncul berbagai masalah serius seperti rendahnya inflasi, penurunan produktivitas tenaga kerja, dan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Namun, melalui program pemerintah yang diusung Abe dan kabinetnya, Jepang mampu bertahan tanpa keraguan berarti.
Abe juga menjadi satu di antara pemimpin Jepang yang sukses menjalin hubungan bilateral yang kuat dengan berbagai negara di dunia. Dia bahkan berupaya keras menjaga stabilitas politik kawasan dengan tidak banyak menyinggung China, Korea Selatan (Korsel), dan Korea Utara (Korut), sekalipun sering terjadi ketegangan, terutama di wilayah maritim.
Abe punya reputasi sebagai seorang konservatif, nasionalis, serta menstimulasi pertumbuhan ekonomi melalui kebijakannya yang agresif, yaitu “Abenomics”. Dia telah memperkuat pertahanan Jepang dan menambah belanja militer, namun tidak mampu merevisi Pasal 9 dalam konstitusi yang melarang pengerahan militer selain untuk pertahanan diri.
Dengan kepemimpinan tersebut, sebagian orang merasa pesimistis masa depan Jepang akan suram jika Abe mengundurkan diri mengingat situasinya sedang sulit. Namun, belakangan ini dia telah keluar-masuk Rumah Sakit (RS) Keio untuk mengobati penyakit radang usus yang sudah dideritanya sejak lama.
Dua kali berkunjung ke rumah sakit dalam sepekan menimbulkan berbagai pertanyaan apakah kesehatan Abe menurun. Jika tak mengundurkan diri, sejatinya dia menjabat sampai September 2021. (Baca juga: Pertnayakan BLT, Warga Aceh Utara Luka Parah Dibacok Kepala Desa)
Abe tak mengungkap tujuan kunjungannya ke rumah sakit, namun satu lawatan dilaporkan mencapai hampir delapan jam. Para petinggi Partai Liberal Demokratik (LDP) sebelumnya telah menepis spekulasi bahwa Abe akan mundur, seraya menegaskan kesehatan sang perdana menteri dalam kondisi baik. Selasa (25/8), stafnya mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia berpikir Abe akan memenuhi masa jabatannya.
Para ahli menilai alasan kesehatan akan menjadi jalan yang agung bagi Abe untuk meninggalkan kantor perdana menteri. Tahun ini Jepang telah dilanda wabah virus korona. Selain banyak acara pameran dan olahraga berskala internasional yang dibatalkan atau ditunda, roda ekonomi Jepang juga turut macet. Tantangan ini akan kian berat bagi Abe jika kondisi kesehatannya terus minus.
Meski demikian, kubu oposisi juga tak pernah berhenti memberikan tekanan dan kritikan. Mereka menilai tindakan pemerintah sangat lambat dalam menanggulangi Covid-19. Berdasarkan jajak pendapat Nikkei TV pada Mei, sebanyak 55% responden mengaku tidak setuju dan tidak puas dengan langkah penanggulangan Covid-19 di Jepang. Tapi, menurut NHK, sebanyak 58% responden senang dengan program Abe.
Abe merupakan pemimpin dengan masa jabatan terpanjang di sejarah pemerintahan Jepang sejak berakhirnya Perang Dunia II. Dia terpilih pada Desember 2012 dengan perolehan suara yang memuaskan. Popularitasnya tumbuh pesat setelah dia sukses mengeluarkan Jepang dari gelembung resesi. (Baca: Dokter Yunani Ungkap Rahasia Vaksin Covid-19 Buatan Rusia)
Perekonomian Jepang sempat terancam ambruk setelah muncul berbagai masalah serius seperti rendahnya inflasi, penurunan produktivitas tenaga kerja, dan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Namun, melalui program pemerintah yang diusung Abe dan kabinetnya, Jepang mampu bertahan tanpa keraguan berarti.
Abe juga menjadi satu di antara pemimpin Jepang yang sukses menjalin hubungan bilateral yang kuat dengan berbagai negara di dunia. Dia bahkan berupaya keras menjaga stabilitas politik kawasan dengan tidak banyak menyinggung China, Korea Selatan (Korsel), dan Korea Utara (Korut), sekalipun sering terjadi ketegangan, terutama di wilayah maritim.
Abe punya reputasi sebagai seorang konservatif, nasionalis, serta menstimulasi pertumbuhan ekonomi melalui kebijakannya yang agresif, yaitu “Abenomics”. Dia telah memperkuat pertahanan Jepang dan menambah belanja militer, namun tidak mampu merevisi Pasal 9 dalam konstitusi yang melarang pengerahan militer selain untuk pertahanan diri.
Dengan kepemimpinan tersebut, sebagian orang merasa pesimistis masa depan Jepang akan suram jika Abe mengundurkan diri mengingat situasinya sedang sulit. Namun, belakangan ini dia telah keluar-masuk Rumah Sakit (RS) Keio untuk mengobati penyakit radang usus yang sudah dideritanya sejak lama.
Dua kali berkunjung ke rumah sakit dalam sepekan menimbulkan berbagai pertanyaan apakah kesehatan Abe menurun. Jika tak mengundurkan diri, sejatinya dia menjabat sampai September 2021. (Baca juga: Pertnayakan BLT, Warga Aceh Utara Luka Parah Dibacok Kepala Desa)
Abe tak mengungkap tujuan kunjungannya ke rumah sakit, namun satu lawatan dilaporkan mencapai hampir delapan jam. Para petinggi Partai Liberal Demokratik (LDP) sebelumnya telah menepis spekulasi bahwa Abe akan mundur, seraya menegaskan kesehatan sang perdana menteri dalam kondisi baik. Selasa (25/8), stafnya mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia berpikir Abe akan memenuhi masa jabatannya.
Para ahli menilai alasan kesehatan akan menjadi jalan yang agung bagi Abe untuk meninggalkan kantor perdana menteri. Tahun ini Jepang telah dilanda wabah virus korona. Selain banyak acara pameran dan olahraga berskala internasional yang dibatalkan atau ditunda, roda ekonomi Jepang juga turut macet. Tantangan ini akan kian berat bagi Abe jika kondisi kesehatannya terus minus.
Meski demikian, kubu oposisi juga tak pernah berhenti memberikan tekanan dan kritikan. Mereka menilai tindakan pemerintah sangat lambat dalam menanggulangi Covid-19. Berdasarkan jajak pendapat Nikkei TV pada Mei, sebanyak 55% responden mengaku tidak setuju dan tidak puas dengan langkah penanggulangan Covid-19 di Jepang. Tapi, menurut NHK, sebanyak 58% responden senang dengan program Abe.