Kelompok HAM: China Gunakan UU Ambigu untuk Menghukum Perbedaan Pendapat
loading...
A
A
A
Kelompok tersebut mencatat bahwa mendapatkan akses ke data putusan pengadilan menjadi semakin sulit karena China mulai membatasi akses dan menghapus data yang sebelumnya tersedia dari basis data daringnya.
Puncak kasus pidana terjadi pada 2019, dengan hampir 1,3 juta kasus diputuskan di tahun itu saja. Sejak saat itu, kasus yang melibatkan "membahayakan keamanan publik" telah melonjak, meningkat empat kali lipat dari 86.814 pada tahun 2009 menjadi 350.290 pada 2022.
Demikian pula, kasus terkait dengan "menghalangi penyelenggaraan ketertiban sosial" meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 133.639 pada tahun 2009 menjadi 298.803 pada tahun 2022.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 2018, "membahayakan keamanan publik" telah menjadi kategori kejahatan yang paling umum. Temuan Safeguard Defenders menyoroti bahwa undang-undang anti-sekte China memainkan peran penting dalam penindasannya terhadap pembela hak asasi manusia.
Lebih dari separuh (55 persen) kasus terkait HAM antara tahun 2008 dan 2020 di China terkait dengan undang-undang anti-sekte, yang telah digunakan untuk menargetkan kelompok agama yang dianggap pemerintah sebagai ancaman terhadap otoritasnya.
Tiga belas persen kasus HAM di China terkait dengan tuduhan subversi dan hasutan, sementara tujuh persen melibatkan tuduhan samar "memicu pertengkaran dan memprovokasi masalah”. Laporan tersebut menunjukkan bagaimana hukum China digunakan secara strategis untuk menghukum perbedaan pendapat dan menciptakan iklim ketakutan.
Undang-undang yang sengaja dibuat ambigu, seperti terkait "ketertiban sosial" dan "keamanan publik”, memungkinkan pemerintah China untuk menangkap dan mendakwa aktivis, jurnalis, dan warga biasa dengan kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman berat.
Undang-undang ini memungkinkan pihak berwenang untuk mempertahankan kendali dengan membungkam oposisi dan memastikan bahwa segala bentuk aktivisme atau kritik ditanggapi dengan hukuman yang cepat.
Penggunaan hukum yang tidak jelas oleh China untuk menekan perbedaan pendapat telah menuai kecaman luas dari masyarakat internasional.
Organisasi hak asasi manusia dan pemerintah asing telah berulang kali mengkritik Beijing atas taktiknya, menuduhnya melanggar hak-hak dasar seperti kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan hak atas pengadilan yang adil.
Puncak kasus pidana terjadi pada 2019, dengan hampir 1,3 juta kasus diputuskan di tahun itu saja. Sejak saat itu, kasus yang melibatkan "membahayakan keamanan publik" telah melonjak, meningkat empat kali lipat dari 86.814 pada tahun 2009 menjadi 350.290 pada 2022.
Demikian pula, kasus terkait dengan "menghalangi penyelenggaraan ketertiban sosial" meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 133.639 pada tahun 2009 menjadi 298.803 pada tahun 2022.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa sejak tahun 2018, "membahayakan keamanan publik" telah menjadi kategori kejahatan yang paling umum. Temuan Safeguard Defenders menyoroti bahwa undang-undang anti-sekte China memainkan peran penting dalam penindasannya terhadap pembela hak asasi manusia.
Lebih dari separuh (55 persen) kasus terkait HAM antara tahun 2008 dan 2020 di China terkait dengan undang-undang anti-sekte, yang telah digunakan untuk menargetkan kelompok agama yang dianggap pemerintah sebagai ancaman terhadap otoritasnya.
Tiga belas persen kasus HAM di China terkait dengan tuduhan subversi dan hasutan, sementara tujuh persen melibatkan tuduhan samar "memicu pertengkaran dan memprovokasi masalah”. Laporan tersebut menunjukkan bagaimana hukum China digunakan secara strategis untuk menghukum perbedaan pendapat dan menciptakan iklim ketakutan.
Undang-undang yang sengaja dibuat ambigu, seperti terkait "ketertiban sosial" dan "keamanan publik”, memungkinkan pemerintah China untuk menangkap dan mendakwa aktivis, jurnalis, dan warga biasa dengan kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman berat.
Undang-undang ini memungkinkan pihak berwenang untuk mempertahankan kendali dengan membungkam oposisi dan memastikan bahwa segala bentuk aktivisme atau kritik ditanggapi dengan hukuman yang cepat.
Kecaman Internasional
Penggunaan hukum yang tidak jelas oleh China untuk menekan perbedaan pendapat telah menuai kecaman luas dari masyarakat internasional.
Organisasi hak asasi manusia dan pemerintah asing telah berulang kali mengkritik Beijing atas taktiknya, menuduhnya melanggar hak-hak dasar seperti kebebasan berbicara, kebebasan beragama, dan hak atas pengadilan yang adil.