Profil Gamal Abdel Nasser, Presiden Mesir yang Eksekusi Ulama Sayyid Qutb
loading...
A
A
A
JAKARTA - Gamal Abdel Nasser adalah presiden kedua Mesir yang berkuasa dari tahun 1956 hingga 1970.
Dia ikut berperan dalam penggulingan Raja Farouk di era monarki pada tahun 1952.
Nasser terkenal sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di Mesir dan dunia Arab, menjadi tokoh kunci kebangkitan nasionalisme Arab.
Namun dia mewariskan sejarah kontroversial setelah pemerintahannya mengeksekusi Sayyid Ibrahim Husayn Shadhili Qutb, salah satu ulama besar Mesir, pada tahun 1966. Ulama itu ditangkap dan dieksekusi gantung atas tuduhan berkonspirasi untuk menggulingkan pemerintah Nasser.
Gamal Abdel Nasser lahir pada 15 Januari 1918 di Alexandria, Mesir. Dia anak kedua dari enam bersaudara dari keluarga yang sederhana.
Ayahnya, Abdel Nasser Hussain, bekerja sebagai pegawai pemerintah, dan ibunya, Fahima, merupakan seorang ibu rumah tangga.
Lingkungan keluarga yang mendorong pendidikan dan kesadaran politik menjadi fondasi penting dalam kehidupan Nasser.
Nasser mengenyam pendidikan dasar di sekolah lokal sebelum melanjutkan ke sekolah menengah di Alexandria.
Ketertarikan Nasser terhadap politik mulai tumbuh saat dia duduk di bangku sekolah. Pada tahun 1936, Nasser masuk ke Akademi Militer Mesir, di mana dia mulai aktif dalam organisasi mahasiswa yang menentang penjajahan Inggris.
Pendidikan militernya membentuk pandangan politiknya dan membekalinya dengan keterampilan kepemimpinan yang kelak membantunya dalam karier politik.
Nasser memulai karier politiknya secara aktif setelah terlibat dalam kudeta yang dikenal sebagai Revolusi 1952.
Bersama kelompok yang disebut "Free Officers", dia berhasil menggulingkan monarki Raja Farouk.
Pada tahun 1954, Nasser diangkat sebagai Perdana Menteri (PM) dan kemudian menjabat sebagai Presiden Mesir pada tahun 1956 setelah mengundurkan diri sebagai PM.
Sebagai presiden, Nasser dikenal dengan kebijakan nasionalisme Arab dan sosialisme.
Dia melakukan reformasi agraria yang signifikan, memodernisasi sektor pendidikan, dan mendorong industrialisasi.
Salah satu momen paling bersejarah dalam kepemimpinannya adalah nasionalisasi Terusan Suez pada tahun 1956, yang tidak hanya meningkatkan statusnya di Mesir tetapi juga di seluruh dunia Arab.
Nasser juga berupaya membentuk Uni Arab untuk meningkatkan kerjasama antarnegara Arab, meskipun hasilnya sering kali terbatas.
Dia menjadi simbol kebangkitan nasionalisme Arab dan mendapatkan dukungan luas dari rakyat Mesir dan negara-negara Arab lainnya.
Nasser meninggal pada 28 September 1970, setelah mengalami serangan jantung. Warisannya dalam politik Mesir dan dunia Arab terus memengaruhi perkembangan kawasan hingga saat ini.
Sayyid Ibrahim Husayn Shadhili Qutb, lahir 9 Oktober 1906 dan meninggal 29 Agustus 1966, adalah seorang ulama besar, ahli teori politik, dan revolusioner Mesir.
Dia tercatat sebagai anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin. Dia dijuluki sebagai "Bapak Jihadisme Salafi", doktrin religi-politik yang mendasari akar ideologis organisasi-organisasi jihad global seperti al-Qaeda.
Sayyid Qutb sudah menulis banyak buku, 24 buku diterbitkan dan sekitar 30 lainnya tidak diterbitkan karena berbagai alasan—terutama penghancuran oleh negara.
Lingkaran dalam Sayyid Qutb sebagian besar terdiri dari politisi, intelektual, penyair, dan tokoh sastra yang berpengaruh, baik yang seusia dengannya maupun dari generasi sebelumnya.
Pada pertengahan tahun 1940-an, banyak tulisannya yang dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, perguruan tinggi, dan universitas.
Sayyid Qutb ditangkap pada 1965 atas tuduhan terlibat dalam konspirasi untuk menggulingkan pemerintah Nasser.
Nasser melihat Qutb dan para pengikutnya sebagai ancaman terhadap stabilitas negara.
Meskipun Qutb dan kelompoknya tidak terbukti terlibat dalam kekerasan, Nasser memutuskan untuk menindak tegas.
Pada 29 Agustus 1966, Sayyid Qutb dieksekusi gantung.
Eksekusi ini menimbulkan reaksi keras, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional.
Banyak yang menganggapnya sebagai tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat dan beragama, yang berujung pada munculnya berbagai gerakan Islamis yang menentang rezim Nasser.
Meskipun sebagian besar kritiknya ditujukan kepada dunia Muslim, Qutb juga sangat tidak setuju dengan masyarakat dan budaya Amerika Serikat, yang dia lihat sebagai materialistis, dan terobsesi dengan kekerasan dan kenikmatan seksual.
Dia ikut berperan dalam penggulingan Raja Farouk di era monarki pada tahun 1952.
Nasser terkenal sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di Mesir dan dunia Arab, menjadi tokoh kunci kebangkitan nasionalisme Arab.
Namun dia mewariskan sejarah kontroversial setelah pemerintahannya mengeksekusi Sayyid Ibrahim Husayn Shadhili Qutb, salah satu ulama besar Mesir, pada tahun 1966. Ulama itu ditangkap dan dieksekusi gantung atas tuduhan berkonspirasi untuk menggulingkan pemerintah Nasser.
Baca Juga
Profil Gamal Abdel Nasser
Gamal Abdel Nasser lahir pada 15 Januari 1918 di Alexandria, Mesir. Dia anak kedua dari enam bersaudara dari keluarga yang sederhana.
Ayahnya, Abdel Nasser Hussain, bekerja sebagai pegawai pemerintah, dan ibunya, Fahima, merupakan seorang ibu rumah tangga.
Lingkungan keluarga yang mendorong pendidikan dan kesadaran politik menjadi fondasi penting dalam kehidupan Nasser.
Nasser mengenyam pendidikan dasar di sekolah lokal sebelum melanjutkan ke sekolah menengah di Alexandria.
Ketertarikan Nasser terhadap politik mulai tumbuh saat dia duduk di bangku sekolah. Pada tahun 1936, Nasser masuk ke Akademi Militer Mesir, di mana dia mulai aktif dalam organisasi mahasiswa yang menentang penjajahan Inggris.
Pendidikan militernya membentuk pandangan politiknya dan membekalinya dengan keterampilan kepemimpinan yang kelak membantunya dalam karier politik.
Nasser memulai karier politiknya secara aktif setelah terlibat dalam kudeta yang dikenal sebagai Revolusi 1952.
Bersama kelompok yang disebut "Free Officers", dia berhasil menggulingkan monarki Raja Farouk.
Pada tahun 1954, Nasser diangkat sebagai Perdana Menteri (PM) dan kemudian menjabat sebagai Presiden Mesir pada tahun 1956 setelah mengundurkan diri sebagai PM.
Sebagai presiden, Nasser dikenal dengan kebijakan nasionalisme Arab dan sosialisme.
Dia melakukan reformasi agraria yang signifikan, memodernisasi sektor pendidikan, dan mendorong industrialisasi.
Salah satu momen paling bersejarah dalam kepemimpinannya adalah nasionalisasi Terusan Suez pada tahun 1956, yang tidak hanya meningkatkan statusnya di Mesir tetapi juga di seluruh dunia Arab.
Nasser juga berupaya membentuk Uni Arab untuk meningkatkan kerjasama antarnegara Arab, meskipun hasilnya sering kali terbatas.
Dia menjadi simbol kebangkitan nasionalisme Arab dan mendapatkan dukungan luas dari rakyat Mesir dan negara-negara Arab lainnya.
Nasser meninggal pada 28 September 1970, setelah mengalami serangan jantung. Warisannya dalam politik Mesir dan dunia Arab terus memengaruhi perkembangan kawasan hingga saat ini.
Cerita Ekskusi Ulama Sayyid Qutb
Sayyid Ibrahim Husayn Shadhili Qutb, lahir 9 Oktober 1906 dan meninggal 29 Agustus 1966, adalah seorang ulama besar, ahli teori politik, dan revolusioner Mesir.
Dia tercatat sebagai anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin. Dia dijuluki sebagai "Bapak Jihadisme Salafi", doktrin religi-politik yang mendasari akar ideologis organisasi-organisasi jihad global seperti al-Qaeda.
Sayyid Qutb sudah menulis banyak buku, 24 buku diterbitkan dan sekitar 30 lainnya tidak diterbitkan karena berbagai alasan—terutama penghancuran oleh negara.
Lingkaran dalam Sayyid Qutb sebagian besar terdiri dari politisi, intelektual, penyair, dan tokoh sastra yang berpengaruh, baik yang seusia dengannya maupun dari generasi sebelumnya.
Pada pertengahan tahun 1940-an, banyak tulisannya yang dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah, perguruan tinggi, dan universitas.
Sayyid Qutb ditangkap pada 1965 atas tuduhan terlibat dalam konspirasi untuk menggulingkan pemerintah Nasser.
Nasser melihat Qutb dan para pengikutnya sebagai ancaman terhadap stabilitas negara.
Meskipun Qutb dan kelompoknya tidak terbukti terlibat dalam kekerasan, Nasser memutuskan untuk menindak tegas.
Pada 29 Agustus 1966, Sayyid Qutb dieksekusi gantung.
Eksekusi ini menimbulkan reaksi keras, baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional.
Banyak yang menganggapnya sebagai tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat dan beragama, yang berujung pada munculnya berbagai gerakan Islamis yang menentang rezim Nasser.
Meskipun sebagian besar kritiknya ditujukan kepada dunia Muslim, Qutb juga sangat tidak setuju dengan masyarakat dan budaya Amerika Serikat, yang dia lihat sebagai materialistis, dan terobsesi dengan kekerasan dan kenikmatan seksual.
(mas)