6 Tanda Israel akan Segera Hancur Menurut Ilan Pappe

Jum'at, 13 September 2024 - 19:30 WIB
loading...
A A A
Sementara identitas Yahudi di Israel terkadang tampak tidak lebih dari sekadar subjek perdebatan teoretis antara faksi-faksi agama dan sekuler, kini identitas tersebut telah menjadi pertikaian mengenai karakter ruang publik dan negara itu sendiri. Hal ini diperjuangkan tidak hanya di media tetapi juga di jalan-jalan.

Satu kubu dapat disebut sebagai ‘Negara Israel’. Kelompok ini terdiri dari orang-orang Yahudi Eropa yang lebih sekuler, liberal, dan sebagian besar tetapi tidak secara eksklusif kelas menengah, serta keturunan mereka, yang berperan penting dalam pembentukan negara pada tahun 1948 dan tetap menjadi hegemonik di dalamnya hingga akhir abad lalu.

Jangan salah, advokasi mereka terhadap 'nilai-nilai demokrasi liberal' tidak memengaruhi komitmen mereka terhadap sistem apartheid yang dipaksakan, dengan berbagai cara, kepada semua warga Palestina yang tinggal di antara Sungai Yordan dan Laut Mediterania.

Keinginan dasar mereka adalah agar warga negara Yahudi hidup dalam masyarakat yang demokratis dan pluralis, yang tidak mengikutsertakan orang Arab.

Kelompok lainnya adalah 'Negara Yudea', yang berkembang di antara para pemukim di Tepi Barat yang diduduki.
Kelompok ini menikmati peningkatan tingkat dukungan di dalam negeri dan merupakan basis elektoral yang mengamankan kemenangan Netanyahu dalam pemilihan umum November 2022.

Pengaruhnya di eselon atas tentara dan dinas keamanan Israel tumbuh secara eksponensial. Negara Yudea ingin Israel menjadi teokrasi yang membentang di seluruh wilayah Palestina yang bersejarah.

Untuk mencapai hal ini, mereka bertekad mengurangi jumlah warga Palestina hingga seminimal mungkin, dan mereka sedang mempertimbangkan pembangunan Bait Suci Ketiga sebagai pengganti al-Aqsa.

Para anggotanya percaya bahwa hal ini akan memungkinkan mereka memperbarui era keemasan Kerajaan Alkitab.
Bagi mereka, orang-orang Yahudi sekuler sama sesatnya dengan orang-orang Palestina jika mereka menolak untuk bergabung dalam upaya ini.

Kedua kubu tersebut telah mulai bentrok dengan keras sebelum 7 Oktober. Selama beberapa pekan pertama setelah penyerangan, mereka tampaknya mengesampingkan perbedaan mereka dalam menghadapi musuh bersama. Namun, ini hanyalah ilusi.

Perkelahian jalanan telah kembali terjadi, dan sulit untuk melihat apa yang mungkin dapat menghasilkan rekonsiliasi. Hasil yang lebih mungkin sudah terbentang di depan mata kita.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2027 seconds (0.1#10.140)