Aktivitas China di Laut China Selatan Picu Kekhawatiran Krisis Lingkungan

Senin, 27 Mei 2024 - 15:11 WIB
loading...
A A A
Hal itu terbukti dalam foto terbaru yang menunjukkan 28 terumbu karang di gugusan pulau Spratly dan Paracel—termasuk Scarborough Shoal. Jaringan parut tersebut merupakan akibat dari pemotongan karang yang dilakukan nelayan dengan menggunakan baling-baling yang dipasang pada perahu kecil.

Dalam konferensi pers, ditampilkan beberapa foto yang menggambarkan para nelayan China terlibat dalam aktivitas memanen kerang raksasa secara besar-besaran selama beberapa tahun, seperti dilansir The Associated Press. Namun, menurut pejabat Filipina, kegiatan tersebut tampaknya telah berhenti pada Maret 2019.

"Kerang raksasa terakhir yang kami amati di Bajo de Masinloc adalah kerang raksasa tersebut," kata Komodor Jay Tarriela, juru bicara PCG. Dia menyatakan bahwa kerusakan yang terlihat pada terumbu karang adalah "bukti kelalaian yang tidak dapat disangkal. Mereka tampaknya kurang memerhatikan ekosistem laut."

Konflik Geopolitik di Laut China Selatan


Malaya mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan kesepakatan di dalam pemerintahan untuk memulai tuntutan hukum terhadap China atas kerusakan terumbu karang dan fitur-fitur lainnya di Laut China Selatan.

Pada 2013, Manila mengajukan kasus komprehensif ke pengadilan arbitrase di Den Haag, yang menentang legitimasi klaim maritim "sembilan garis putus-putus" China di Laut China Selatan. Pengadilan tersebut sebagian besar memihak Filipina tiga tahun kemudian.

Namun, pemerintah China telah menolak keputusan tersebut dan kemungkinan juga akan menolak permintaan Manila untuk memasukkan Scarborough Shoal ke dalam pemeriksaan lingkungan maritim internasional.

Scarborough Shoal baru-baru ini muncul sebagai titik fokus dalam meningkatnya ketegangan antara China dan Filipina di Laut China Selatan. Hal ini sebagian besar disebabkan upaya CCG untuk memblokir nelayan Filipina memasuki laguna.

Pada September sebelumnya, CCG telah mendirikan pembatas terapung di pintu masuk laguna, yang kemudian dibongkar oleh PCG. Sejak kejadian itu, terjadi beberapa konfrontasi yang melibatkan kapal patroli Filipina dan kapal penangkap ikan.

Peristiwa terbaru terjadi pada 30 April, ketika kapal CCG menggunakan meriam air terhadap kapal patroli PCG dan kapal patroli perikanan, sehingga menyebabkan kerusakan besar pada keduanya.

Krisis lingkungan hidup di Laut China Selatan mempunyai implikasi geopolitik signifikan. Wilayah ini merupakan ruang geopolitik kompleks, dengan China mengeklaim hampir 90 persen wilayah laut tersebut. Hal ini menyebabkan sengketa wilayah dengan negara-negara pesisir Asia Tenggara dan meningkatkan ketegangan dengan Amerika Serikat.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1402 seconds (0.1#10.140)
pixels