Wanita Arab Saudi Ini Dipenjara 11 Tahun karena Pakaian dan Postingan Media Sosial
loading...
A
A
A
Kantor HAM PBB tidak segera menanggapi permintaan komentar atau konfirmasi rincian kasus ini dari Reuters.
Amnesty mengatakan saudara perempuan Al-Otaibi, Fawzia, menghadapi tuduhan serupa tetapi melarikan diri dari Arab Saudi setelah dipanggil untuk diinterogasi pada tahun 2022.
“Dengan hukuman ini, pihak berwenang Saudi telah mengungkap kekosongan reformasi hak-hak perempuan yang banyak digembar-gemborkan dalam beberapa tahun terakhir dan menunjukkan komitmen mengerikan mereka untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai,” kata Bissan Fakih, juru kampanye Amnesty di Arab Saudi, dalam sebuah pernyataan.
Penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota Mohammed Bin Salman, mulai berkuasa pada tahun 2017 dengan menjanjikan reformasi sosial dan ekonomi secara menyeluruh, dan dia melonggarkan beberapa pembatasan dalam undang-undang perwalian laki-laki.
Sejak saat itu, perempuan Arab Saudi sudah bisa mengendarai mobil, mendapatkan paspor dan bepergian sendiri, mencatat kelahiran dan kematian, serta perceraian. Namun, undang-undang masih mempersulit perempuan untuk mendapatkan perceraian dibandingkan laki-laki.
Kerajaan Arab Saudi masih menghadapi pengawasan ketat atas catatan HAM-nya, termasuk undang-undang status pribadi tahun 2022 yang mengatur banyak aspek perwalian laki-laki, yang mencakup hak asuh laki-laki atas anak-anak dan izin bagi perempuan untuk menikah.
Beberapa ketentuan dapat memfasilitasi kekerasan dalam rumah tangga, menurut Amnesty.
Arab Saudi melonggarkan aturan berpakaian bagi perempuan asing pada tahun 2019, namun aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa perempuan Saudi terus menghadapi pembatasan.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
Amnesty mengatakan saudara perempuan Al-Otaibi, Fawzia, menghadapi tuduhan serupa tetapi melarikan diri dari Arab Saudi setelah dipanggil untuk diinterogasi pada tahun 2022.
“Dengan hukuman ini, pihak berwenang Saudi telah mengungkap kekosongan reformasi hak-hak perempuan yang banyak digembar-gemborkan dalam beberapa tahun terakhir dan menunjukkan komitmen mengerikan mereka untuk membungkam perbedaan pendapat secara damai,” kata Bissan Fakih, juru kampanye Amnesty di Arab Saudi, dalam sebuah pernyataan.
Penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota Mohammed Bin Salman, mulai berkuasa pada tahun 2017 dengan menjanjikan reformasi sosial dan ekonomi secara menyeluruh, dan dia melonggarkan beberapa pembatasan dalam undang-undang perwalian laki-laki.
Sejak saat itu, perempuan Arab Saudi sudah bisa mengendarai mobil, mendapatkan paspor dan bepergian sendiri, mencatat kelahiran dan kematian, serta perceraian. Namun, undang-undang masih mempersulit perempuan untuk mendapatkan perceraian dibandingkan laki-laki.
Kerajaan Arab Saudi masih menghadapi pengawasan ketat atas catatan HAM-nya, termasuk undang-undang status pribadi tahun 2022 yang mengatur banyak aspek perwalian laki-laki, yang mencakup hak asuh laki-laki atas anak-anak dan izin bagi perempuan untuk menikah.
Beberapa ketentuan dapat memfasilitasi kekerasan dalam rumah tangga, menurut Amnesty.
Arab Saudi melonggarkan aturan berpakaian bagi perempuan asing pada tahun 2019, namun aktivis hak asasi manusia mengatakan bahwa perempuan Saudi terus menghadapi pembatasan.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
(mas)