Dewan Keamanan PBB Gagal Loloskan Resolusi AS untuk Gencatan Senjata Segera di Gaza
loading...
A
A
A
NEW YORK - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Jumat (22/3/2024) gagal mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza sebagai bagian dari kesepakatan penyanderaan.
Kegagalan itu setelah Rusia dan China memveto resolusi yang diusulkan Amerika Serikat (AS), menurut laporan Reuters.
Resolusi tersebut, yang juga tidak disetujui Guyana, menyerukan gencatan senjata segera dan berkelanjutan yang berlangsung sekitar enam pekan untuk melindungi warga sipil dan memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan.
Hal ini menandai penguatan sikap Washington terhadap Israel. Sebelumnya dalam agresi Israel yang telah berlangsung selama lima bulan, AS menolak kata-kata gencatan senjata dan memveto tindakan-tindakan yang mencakup seruan untuk segera melakukan gencatan senjata.
“Mayoritas anggota dewan memberikan suara mendukung resolusi ini, namun sayangnya Rusia dan China memutuskan untuk menggunakan hak vetonya,” ujar Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield kepada Dewan Keamanan PBB.
Sebelum pemungutan suara, dia mengatakan akan menjadi “kesalahan bersejarah” jika dewan tidak mengadopsi resolusi tersebut.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia juga berbicara sebelum pemungutan suara, meminta para anggotanya tidak memberikan suara yang mendukung resolusi tersebut.
Dia mengatakan resolusi tersebut “sangat dipolitisasi” dan memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melancarkan operasi militer di Rafah, kota di ujung selatan Jalur Gaza di mana lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduknya berlindung di tenda-tenda darurat.
Para pengungsi berkumpul di Rafah setelah dievakuasi secara paksa dari rumah mereka di sisi utara Jalur Gaza.
“Ini akan membebaskan tangan Israel dan mengakibatkan seluruh Gaza dan seluruh penduduknya harus menghadapi kehancuran, atau pengusiran,” ujar Nebenzia dalam pertemuan tersebut.
Dia mengatakan sejumlah anggota tidak tetap Dewan Keamanan telah menyusun resolusi alternatif, yang dia sebut sebagai dokumen berimbang, dan mengatakan tidak ada alasan bagi anggota untuk tidak mendukungnya.
Duta Besar China untuk PBB mengatakan rancangan resolusi yang diajukan AS tidak berimbang.
Beijing mengkritik AS karena tidak secara jelas menyatakan penolakannya terhadap operasi militer apa pun yang dilakukan Israel di Rafah, yang menurutnya dapat menimbulkan konsekuensi yang parah.
“Rancangan AS … menetapkan prasyarat untuk gencatan senjata, yang tidak berbeda dengan memberikan lampu hijau untuk melanjutkan pembunuhan, yang tidak dapat diterima,” tegas Duta Besar Zhang Jun setelah pemungutan suara. Dia mengatakan Beijing mendukung resolusi alternatif tersebut.
Namun Thomas-Greenfield mengatakan langkah tersebut gagal.
“Dalam bentuknya yang sekarang, teks tersebut gagal mendukung diplomasi sensitif di kawasan. Lebih buruk lagi… hal ini justru bisa memberi Hamas alasan untuk meninggalkan kesepakatan yang ada,” papar dia.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia yakin pembicaraan di Qatar, yang berfokus pada gencatan senjata enam pekan dan pembebasan 40 tawanan perang Israel dan ratusan warga Palestina yang dipenjara, masih bisa mencapai kesepakatan.
Resolusi AS mendukung perundingan yang ditengahi AS, Mesir dan Qatar mengenai gencatan senjata.
Seorang diplomat mengatakan resolusi yang dirancang sepuluh anggota Dewan Keamanan terpilih di bawah koordinasi Mozambik dapat diajukan untuk pemungutan suara Jumat sore waktu setempat.
Rancangan resolusi tersebut, yang diperoleh Reuters, menuntut gencatan senjata segera selama bulan suci Ramadan, pembebasan semua sandera dan menekankan perlunya memperluas aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Washington telah memveto tiga rancangan resolusi sejak 7 Oktober, dua di antaranya menuntut gencatan senjata segera, dengan alasan rancangan tersebut akan membahayakan perundingan gencatan senjata.
AS menginginkan dukungan Dewan Keamanan untuk gencatan senjata dikaitkan dengan pembebasan tawanan perang yang ditahan Hamas di Gaza.
Setelah pemungutan suara, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Paris akan bekerja sama dengan Yordania dan Uni Emirat Arab untuk meyakinkan Rusia dan China agar mendukung resolusi di PBB untuk gencatan senjata di Gaza.
“Setelah veto Rusia dan China beberapa menit yang lalu, kami akan melanjutkan pekerjaan berdasarkan rancangan resolusi Prancis di Dewan Keamanan dan bekerja dengan mitra Amerika, Eropa, dan Arab untuk mencapai kesepakatan,” ujar Macron. Pengerjaan resolusi telah dimulai kemarin.
Mengomentari kurangnya kemajuan dalam resolusi gencatan senjata, Country Director Save the Children di wilayah pendudukan Palestina, Xavier Joubert, mengatakan, “Sekali lagi, anak-anak di Gaza telah ditelantarkan oleh orang-orang yang bertanggung jawab melindungi mereka. Sekali lagi, komunitas internasional telah gagal melaksanakan tugas paling mendasarnya. Anak-anak akan terus terbunuh, menjadi cacat, terserang penyakit yang sebenarnya bisa dicegah, dan menghadapi kelaparan karena kegagalan yang terjadi saat ini.”
Kegagalan itu setelah Rusia dan China memveto resolusi yang diusulkan Amerika Serikat (AS), menurut laporan Reuters.
Resolusi tersebut, yang juga tidak disetujui Guyana, menyerukan gencatan senjata segera dan berkelanjutan yang berlangsung sekitar enam pekan untuk melindungi warga sipil dan memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan.
Hal ini menandai penguatan sikap Washington terhadap Israel. Sebelumnya dalam agresi Israel yang telah berlangsung selama lima bulan, AS menolak kata-kata gencatan senjata dan memveto tindakan-tindakan yang mencakup seruan untuk segera melakukan gencatan senjata.
“Mayoritas anggota dewan memberikan suara mendukung resolusi ini, namun sayangnya Rusia dan China memutuskan untuk menggunakan hak vetonya,” ujar Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield kepada Dewan Keamanan PBB.
Sebelum pemungutan suara, dia mengatakan akan menjadi “kesalahan bersejarah” jika dewan tidak mengadopsi resolusi tersebut.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia juga berbicara sebelum pemungutan suara, meminta para anggotanya tidak memberikan suara yang mendukung resolusi tersebut.
Dia mengatakan resolusi tersebut “sangat dipolitisasi” dan memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melancarkan operasi militer di Rafah, kota di ujung selatan Jalur Gaza di mana lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduknya berlindung di tenda-tenda darurat.
Para pengungsi berkumpul di Rafah setelah dievakuasi secara paksa dari rumah mereka di sisi utara Jalur Gaza.
“Ini akan membebaskan tangan Israel dan mengakibatkan seluruh Gaza dan seluruh penduduknya harus menghadapi kehancuran, atau pengusiran,” ujar Nebenzia dalam pertemuan tersebut.
Dia mengatakan sejumlah anggota tidak tetap Dewan Keamanan telah menyusun resolusi alternatif, yang dia sebut sebagai dokumen berimbang, dan mengatakan tidak ada alasan bagi anggota untuk tidak mendukungnya.
Duta Besar China untuk PBB mengatakan rancangan resolusi yang diajukan AS tidak berimbang.
Beijing mengkritik AS karena tidak secara jelas menyatakan penolakannya terhadap operasi militer apa pun yang dilakukan Israel di Rafah, yang menurutnya dapat menimbulkan konsekuensi yang parah.
“Rancangan AS … menetapkan prasyarat untuk gencatan senjata, yang tidak berbeda dengan memberikan lampu hijau untuk melanjutkan pembunuhan, yang tidak dapat diterima,” tegas Duta Besar Zhang Jun setelah pemungutan suara. Dia mengatakan Beijing mendukung resolusi alternatif tersebut.
Namun Thomas-Greenfield mengatakan langkah tersebut gagal.
“Dalam bentuknya yang sekarang, teks tersebut gagal mendukung diplomasi sensitif di kawasan. Lebih buruk lagi… hal ini justru bisa memberi Hamas alasan untuk meninggalkan kesepakatan yang ada,” papar dia.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia yakin pembicaraan di Qatar, yang berfokus pada gencatan senjata enam pekan dan pembebasan 40 tawanan perang Israel dan ratusan warga Palestina yang dipenjara, masih bisa mencapai kesepakatan.
Resolusi AS mendukung perundingan yang ditengahi AS, Mesir dan Qatar mengenai gencatan senjata.
Seorang diplomat mengatakan resolusi yang dirancang sepuluh anggota Dewan Keamanan terpilih di bawah koordinasi Mozambik dapat diajukan untuk pemungutan suara Jumat sore waktu setempat.
Rancangan resolusi tersebut, yang diperoleh Reuters, menuntut gencatan senjata segera selama bulan suci Ramadan, pembebasan semua sandera dan menekankan perlunya memperluas aliran bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Washington telah memveto tiga rancangan resolusi sejak 7 Oktober, dua di antaranya menuntut gencatan senjata segera, dengan alasan rancangan tersebut akan membahayakan perundingan gencatan senjata.
AS menginginkan dukungan Dewan Keamanan untuk gencatan senjata dikaitkan dengan pembebasan tawanan perang yang ditahan Hamas di Gaza.
Setelah pemungutan suara, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan Paris akan bekerja sama dengan Yordania dan Uni Emirat Arab untuk meyakinkan Rusia dan China agar mendukung resolusi di PBB untuk gencatan senjata di Gaza.
“Setelah veto Rusia dan China beberapa menit yang lalu, kami akan melanjutkan pekerjaan berdasarkan rancangan resolusi Prancis di Dewan Keamanan dan bekerja dengan mitra Amerika, Eropa, dan Arab untuk mencapai kesepakatan,” ujar Macron. Pengerjaan resolusi telah dimulai kemarin.
Mengomentari kurangnya kemajuan dalam resolusi gencatan senjata, Country Director Save the Children di wilayah pendudukan Palestina, Xavier Joubert, mengatakan, “Sekali lagi, anak-anak di Gaza telah ditelantarkan oleh orang-orang yang bertanggung jawab melindungi mereka. Sekali lagi, komunitas internasional telah gagal melaksanakan tugas paling mendasarnya. Anak-anak akan terus terbunuh, menjadi cacat, terserang penyakit yang sebenarnya bisa dicegah, dan menghadapi kelaparan karena kegagalan yang terjadi saat ini.”
(sya)