ICC Miliki Yurisdiksi atas Kejahatan Myanmar terhadap Rohingya

Sabtu, 08 September 2018 - 00:25 WIB
ICC Miliki Yurisdiksi atas Kejahatan Myanmar terhadap Rohingya
ICC Miliki Yurisdiksi atas Kejahatan Myanmar terhadap Rohingya
A A A
DEN HAAG - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) memutuskan bahwa mereka memiliki yurisdiksi atas kejahatan kemanusiaan oleh Myanmar terhadap minoritas Rohingya. Putusan ICC sudah keluar sejak Kamis lalu.

Putusan pengadilan yang berbasis di Den Haag itu membuka jalan bagi jaksa penuntut Fatou Bensouda untuk menyelidiki lebih lanjut apakah ada cukup bukti untuk mengajukan tuntutannya dalam kasus ini. Meski demikian, Bensouda belum melakukannya.

ICC menyoroti kejahatan yang mereka sebut "deportasi paksa" Rohingya oleh Myanmar ke Bangladesh. Perwakilan Bensouda belum memberikan komentar atas putusan ICC.

Dalam putusannya, ICC menyatakan bahwa meskipun Myanmar bukan anggota mahkamah, namun Bangladesh merupakan anggota. Bangladesh menjadi objek deportasi lintas batas sehingga menjadi alasan yang cukup bagi ICC untuk memiliki yurisdiksi atas kejahatan tersebut.

"Pengadilan memiliki yurisdiksi atas kejahatan terhadap kemanusiaan deportasi yang diduga dilakukan terhadap anggota masyarakat Rohingya," kata kata tiga hakim panel ICC dalam ringkasan tertulis dari putusan mereka.

"Alasannya adalah bahwa unsur kejahatan ini-penyeberangan perbatasan-terjadi di wilayah sebuah state party (Bangladesh)," lanjut putusan ICC, seperti dikutip Reuters, Jumat (7/9/2018).

Juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay belum menanggapi permintaan wartawan untuk berkomentar atas putusan ICC. "Saya tidak dapat berbicara sekarang," katanya.

Sebelumnya, Bensouda telah meminta hakim ICC untuk mengeluarkan pendapat formal tentang apakah dugaan kejahatan setidaknya sebagian terjadi di wilayah negara anggota ICC bisa membawa kasus itu di bawah lingkup pengadilan.

"Pengadilan juga dapat melaksanakan yurisdiksinya berkaitan dengan kejahatan lain yang ditetapkan dalam pasal 5 undang-undang, seperti kejahatan terhadap kemanusiaan penganiayaan dan/atau tindakan tidak manusiawi lainnya," lanjut putusan ICC.

Ahli hukum internasional dari Universitas Amsterdam, Kevin Jon Heller, menilai putusan ICC jadi kesempatan untuk jaksa untuk membuka penyelidikan tekait krisis Rohingya. "Jaksa tidak memiliki pilihan selain mengajukan permintaan untuk membuka peyelidikan awal," katanya.

Pada Agustus lalu, sebuah misi pencari fakta independen PBB menyimpulkan bahwa militer Myanmar pada tahun lalu melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap warga Muslim Rohingya dengan "niat genosida". Penyelidik PBB juga menyimpulkan bahwa Panglima Militer dan lima jenderal Myanmar harus diadili atas kejahatannya terhadap minoritas Rohingya.

Sekitar 700.000 orang Rohingya melarikan diri dari penindasan militer Myanmar selama operasi militer tahun lalu. Sebagian besar dari mereka hingga kini masih tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh.

Operasi militer itu dilakukan sebagai respons atas serangan kelompok militan Rohingya terhadap puluhan pos polisi dan markas militer.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4086 seconds (0.1#10.140)