Jaksa Agung Australia Tolak Tuntutan Terhadap Suu Kyi

Sabtu, 17 Maret 2018 - 23:20 WIB
Jaksa Agung Australia Tolak Tuntutan Terhadap Suu Kyi
Jaksa Agung Australia Tolak Tuntutan Terhadap Suu Kyi
A A A
CANBERRA - Jaksa Agung Australia menolak tuntutan atas pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, karena memiliki kekebalan diplomatik. Sebelumnya, sejumlah pengacara Australia mengajukan tuntutan terhadap Suu Kyi atas kejahatan terhadap kemanusiaan terkait perlakuan terhadap kelompok minoritas Rohingya.

Baca Juga: Suu Kyi Dituntut Atas Kejahatan Terhadap Kemanusiaan

Jaksa Agung Australia Christian Porter mengatakan bahwa dia tidak akan membiarkan penuntutan terhadap Suu Kyi karena kepala negara tidak dapat ditangkap, ditahan atau menjalani proses pengadilan. Suu Kyi sendiri tiba di Sydney pada hari Sabtu (17/3/2018) untuk menghadiri pertemuan regional.

"Aung San Suu Kyi memiliki kekebalan penuh, termasuk dari tuntutan pengadilan, karena berdasarkan hukum kebiasaan, kepala negara, kepala pemerintahan dan menteri urusan luar negeri kebal dari proses pidana asing dan tidak dapat diganggu gugat," kata Porter seperti dinukil dari Reuters.

Tindakan hukum terhadap Aung San Suu Kyi di Australia bertepatan dengan dimulainya pertemuan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Australia menjadi tuan rumah pertemuan tersebut, meski tidak menjadi anggota blok 10 negara, karena ia berusaha memperkuat hubungan politik dan perdagangan di kawasan tersebut di tengah meningkatnya pengaruh China.

Undangan terhadap peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, telah memicu protes. Sekitar 100 aktivis berkumpul di Taman Hyde Sydney di mana mereka meneriakkan "Aung San Suu Kyi, Anda memalukan."

Perdana Menteri Malcolm Turnbull mengatakan pada hari Jumat bahwa dia akan mengangkat isu pelanggaran hak asasi manusia dengan Suu Kyi selama kunjungan tiga harinya.

Hampir 700 ribu etnis Rohingya telah melintasi perbatasan ke Bangladesh sejak Agustus lalu. Mereka melarikan diri dari kekerasan sistemik militer negara tersebut termasuk pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran desa-desa yang disengaja. PBB dan Amerika Serikat menilai hal itu merupakan pembersihan etnis.

Myanmar membantah tuduhan tersebut dan meminta bukti yang jelas tentang pelanggaran oleh aparat keamanan.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2917 seconds (0.1#10.140)