5 Alasan Junta Militer Pindahkan Ibu Kota Myanmar

Rabu, 01 Mei 2024 - 18:50 WIB
loading...
5 Alasan Junta Militer...
Junta militer ingin membangun ibu kota baru yang lebih aman di Naypyidaw. Foto/AP
A A A
YANGON - Pada tahun 2005, pemerintah Myanmar mengumumkan bahwa mereka akan memindahkan ibu kota negara dari Yangon ke kota baru di tengah negara, Naypyidaw, dibangun dari awal dengan biaya miliaran dolar.

Kota ini dirancang untuk menjadi kota yang modern dan terencana dengan segala fasilitas terkini. Namun, belasan tahun tahun kemudian, sebagian besar Naypyidaw masih kosong dan tidak berpenghuni.

Dalam upaya ambisius, Myanmar membangun Naypyidaw, ibu kota megah, dengan harapan dapat menunjukkan kemajuan dan modernitasnya kepada dunia. Meskipun terdapat investasi keuangan yang besar dan fasilitas yang rumit, Naypyidaw merupakan simbol kegagalan.

Proyek gagal ini tetap menjadi studi kasus pembangunan mega proyek di seluruh dunia. Jalan-jalan kota yang sangat lebar dan bangunan-bangunan besar menunjukkan dampak buruk dari investasi yang tidak terencana.

5 Alasan Junta Militer Pindahkan Ibu Kota Myanmar

1. Melambang Otoritas dan Kekuasaan


Melansir the financial express, ada beberapa faktor yang mendorong keputusan membangun Naypyidaw. Junta militer yang berkuasa di Myanmar pada saat itu berupaya mendirikan ibu kota baru yang berlokasi di pusat kota yang melambangkan otoritas dan kekuasaannya.

2. Kerentanan Yangon atas Bencana Alam dan Invasi Asing

Ada kekhawatiran mengenai kerentanan Yangon, bekas ibu kotanya, terhadap bencana alam dan potensi invasi asing. Membangun kota baru dari awal dipandang sebagai peluang untuk menciptakan benteng strategis dan menunjukkan upaya modernisasi Myanmar.


3. Membangun Ambisi

5 Alasan Junta Militer Pindahkan Ibu Kota Myanmar

Foto/AP

Melansir the financial express, Naypyidaw dirancang dalam skala besar, meliputi area seluas sekitar 7.000 kilometer persegi, menjadikannya jauh lebih besar daripada kebanyakan kota besar di dunia.

Kota ini memiliki jalan-jalan raya yang luas, hotel-hotel mewah, kompleks pemerintahan yang luas, lapangan golf yang mewah, dan stadion-stadion yang mampu menyelenggarakan acara-acara besar. Besarnya investasi infrastruktur bertujuan untuk memproyeksikan gambaran kemajuan dan kesejahteraan.

4. Dibangun oleh Militer

Meskipun megah, Naypyidaw masih tetap sepi.

Pembangunan kota ini sebagian besar dilakukan oleh militer, dengan sedikit keterlibatan atau konsultasi dengan masyarakat umum. Akibatnya, permintaan organik terhadap perumahan atau infrastruktur sangat minim.

Biaya hidup yang sangat besar di Naypyidaw telah menghalangi individu dan dunia usaha untuk melakukan relokasi, dan sebagian besar orang lebih memilih peluang ekonomi yang tersedia di kota-kota besar seperti Yangon.

Lokasi yang terisolasi, kurangnya transportasi umum yang memadai, dan terbatasnya prospek pekerjaan semakin membuat masyarakat enggan menetap di Naypyidaw.

Proyek Naypyidaw adalah bukti kegagalan visi berlebihan yang mengutamakan kemegahan dibandingkan kepraktisan. Biaya selangit yang dikeluarkan selama pembangunannya, ditambah dengan kurangnya konsultasi publik dan kelayakan ekonomi, mengakibatkan ibu kota menjadi sepi.

5. Dibangun Diam-diam

Pembangunan Naypyidaw membutuhkan biaya yang sangat besar. Meskipun angka pastinya sulit dipastikan, perkiraan menunjukkan bahwa proyek ini menelan biaya miliaran dolar, yang menguras sumber daya negara yang terbatas secara besar-besaran.

Dana dalam jumlah besar dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, termasuk jalan yang luas, gedung-gedung pemerintah, hotel, dan fasilitas rekreasi. Beban keuangan yang ditanggung Myanmar diperburuk oleh fakta bahwa proyek tersebut dilakukan secara diam-diam, sehingga sebagian besar masyarakat tidak menyadari besarnya biaya yang harus dikeluarkan.

(ahm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2124 seconds (0.1#10.140)