Meski Terus Bersitegang, Tak akan Ada Perang Langsung Saudi-Iran
loading...
A
A
A
RIYADH - Arab Saudi dan Iran telah saling bermusuhan untuk waktu yang cukup lama, dengan kedua negara saling melemparkan serangan verbal. Meski kedua negara terus bersitegang, sejumlah analisi mengatakan bahwa kecil kemungkinan Iran dan Saudi untuk terlibat perang langsung.
Penurunan harga minyak menyusut ekonomi Saudi. Iran, yang keadaan ekonominya telah dilumpuhkan oleh sanksi Barat, mendapat pukulan dahsyat dengan memunculnya Covid-19, dengan pihak berwenang terpaksa membuang banyak sumber daya untuk memerangi virus itu.
(Baca: Arab Saudi Usir Tiga Kapal Iran dari Wilayah Perairannya )
Mohammed Marandi, seorang analis politik dari Universitas Teheran percaya bahwa bahkan sebelum munculnya pandemi Covid-19, Iran lebih unggul dari Saudi dalam kekuatan militernya.
"Saudi tidak kuat, ketika mereka memiliki kekayaan besar mereka tidak dapat memenangkan perang di Yaman. Sekarang, mereka bahkan tidak memiliki uang sebanyak itu. Mereka tidak akan memiliki peluang dalam konflik dengan Iran," ucapnya, seperti dilansir Sputnik.
Menurut Global Fire Power, Iran menawarkan beragam rudal balistik, yang dianggap sebagai gudang senjata terbesar di kawasan itu. Meskipun Angkatan Udara tidak memiliki kemampuan yang luas, tentara Iran, dengan pengalaman pertempuran bertahun-tahun, memiliki lebih dari satu juta personel aktif.
Sebagai perbandingan, Arab Saudi, memiliki pasukan yang relatif lebih kecil yang terdiri dari 230.000 tentara. Namun, menurut Ahmed Al Ibrahim, seorang analis politik Saudi, itu bukan alasan untuk panik, terutama saat ini, di era ketika pertempuran tidak membutuhkan tentara di lapangan, tetapi membutuhkan teknologi.
Dengan anggaran militer yang melebihi USD 60 miliar per tahun, dan dengan pasokan senjata reguler dari berbagai negara, Saudi telah berhasil mengakumulasi gudang senjata canggih yang mengesankan, termasuk jet, rudal, roket, dan "proyek rahasia".
(Baca: Keukeuh Perpanjang Embargo Senjata Iran, AS Peringatkan Rusia-China )
Namun, Al Ibrahim mengatakan, negaranya lebih suka tidak menggunakan persenjataan itu, karena lebih memilih untuk menginvestasikan uang dalam proyek dan kemajuan, bukan dalam perang.
"Pemerintah Saudi telah menginvestasikan triliunan dolar ke dalam pembangunan negara. Kami tidak ingin perang, dan tidak seperti Iran, yang tidak kehilangan apa-apa, kami punya. Namun, kami tidak akan menjadi orang yang menembakkan peluru pertama," kata Al Ibrahim.
Marandi mengatakan, Iran tidak memiliki rencana untuk serangan pertama. "Iran tidak tertarik pada konfrontasi dan selama Amerika Serikat, dan sekutu mereka tidak melakukan hal bodoh untuk menyakiti Iran, mereka dapat yakin bahwa kami tidak akan menyerang mereka terlebih dahulu," ujarnya.
Penurunan harga minyak menyusut ekonomi Saudi. Iran, yang keadaan ekonominya telah dilumpuhkan oleh sanksi Barat, mendapat pukulan dahsyat dengan memunculnya Covid-19, dengan pihak berwenang terpaksa membuang banyak sumber daya untuk memerangi virus itu.
(Baca: Arab Saudi Usir Tiga Kapal Iran dari Wilayah Perairannya )
Mohammed Marandi, seorang analis politik dari Universitas Teheran percaya bahwa bahkan sebelum munculnya pandemi Covid-19, Iran lebih unggul dari Saudi dalam kekuatan militernya.
"Saudi tidak kuat, ketika mereka memiliki kekayaan besar mereka tidak dapat memenangkan perang di Yaman. Sekarang, mereka bahkan tidak memiliki uang sebanyak itu. Mereka tidak akan memiliki peluang dalam konflik dengan Iran," ucapnya, seperti dilansir Sputnik.
Menurut Global Fire Power, Iran menawarkan beragam rudal balistik, yang dianggap sebagai gudang senjata terbesar di kawasan itu. Meskipun Angkatan Udara tidak memiliki kemampuan yang luas, tentara Iran, dengan pengalaman pertempuran bertahun-tahun, memiliki lebih dari satu juta personel aktif.
Sebagai perbandingan, Arab Saudi, memiliki pasukan yang relatif lebih kecil yang terdiri dari 230.000 tentara. Namun, menurut Ahmed Al Ibrahim, seorang analis politik Saudi, itu bukan alasan untuk panik, terutama saat ini, di era ketika pertempuran tidak membutuhkan tentara di lapangan, tetapi membutuhkan teknologi.
Dengan anggaran militer yang melebihi USD 60 miliar per tahun, dan dengan pasokan senjata reguler dari berbagai negara, Saudi telah berhasil mengakumulasi gudang senjata canggih yang mengesankan, termasuk jet, rudal, roket, dan "proyek rahasia".
(Baca: Keukeuh Perpanjang Embargo Senjata Iran, AS Peringatkan Rusia-China )
Namun, Al Ibrahim mengatakan, negaranya lebih suka tidak menggunakan persenjataan itu, karena lebih memilih untuk menginvestasikan uang dalam proyek dan kemajuan, bukan dalam perang.
"Pemerintah Saudi telah menginvestasikan triliunan dolar ke dalam pembangunan negara. Kami tidak ingin perang, dan tidak seperti Iran, yang tidak kehilangan apa-apa, kami punya. Namun, kami tidak akan menjadi orang yang menembakkan peluru pertama," kata Al Ibrahim.
Marandi mengatakan, Iran tidak memiliki rencana untuk serangan pertama. "Iran tidak tertarik pada konfrontasi dan selama Amerika Serikat, dan sekutu mereka tidak melakukan hal bodoh untuk menyakiti Iran, mereka dapat yakin bahwa kami tidak akan menyerang mereka terlebih dahulu," ujarnya.
(esn)