Mengenal Rakhine Rohingya, Persentase Agama dan Etnis

Senin, 11 Desember 2023 - 14:39 WIB
loading...
Mengenal Rakhine Rohingya, Persentase Agama dan Etnis
Rohingya menjadi kelompok etnis yang tertindas. Foto/Reuters
A A A
YANGON - Kelompok Rakhine Rohingya hingga saat ini menganggap dirinya sebagai kelompok minoritas yang paling teraniaya dan tertindas di dunia. Mereka kerap mencari perlindungan di beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia.

Keberadaan mereka di negara tetangga tentu menimbulkan berbagai gejala dan konflik internal, sehingga setiap negara yang mereka kunjungi selalu menolaknya. Mereka pun terus bepergian ke setiap negara untuk mencari tempat persinggahan.

Hal yang dialami kelompok Rohingya itu membuat sejumlah warganet heran mengapa mereka melakukan hal seperti itu. Agar mengetahui lebih dalam tentang Rohingya itu, simak ulasan lengkap berikut ini.

Mengenal Rakhine Rohingya

Rakhine Rohingya adalah sebuah kelompok etnis yang mayoritas beragama Islam dan tinggal di negara bagian Rakhine, Myanmar. Rakhine, yang dulunya disebut Arakan, merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Teluk Benggala dan Bangladesh.

Rakhine memiliki sejarah yang panjang dan kompleks sebagai pusat perdagangan dan kerajaan yang berdiri sejak abad ke-4 Masehi. Menurut sensus Myanmar tahun 2014, Rakhine memiliki populasi sekitar 3,2 juta jiwa, yang terdiri dari 63,1 persen etnis Rakhine, 28,3 persen etnis Rohingya, dan 8,6 persen etnis lainnya.

Namun, sensus ini tidak diakui oleh banyak pihak, termasuk pemerintah Myanmar sendiri, karena dianggap tidak akurat dan tidak mencerminkan realitas di lapangan. Dikutip dari aljazeera,eEtnis Rohingya sendiri tidak diakui sebagai salah satu dari 135 kelompok etnis resmi di Myanmar.

Etnis Rohingya berbicara dalam bahasa Rohingya atau Ruaingga, yang merupakan dialek Indo-Arya yang berbeda dengan bahasa Myanmar yang berasal dari rumpun Sino-Tibet. Etnis Rohingya mayoritas menganut agama Islam Sunni, meskipun ada juga sebagian kecil yang menganut agama Hindu.



Etnis Rohingya mengalami diskriminasi dan persekusi yang sistematis di Myanmar, yang berujung pada krisis kemanusiaan dan pengungsian massal. Sejak tahun 1982, etnis Rohingya tidak diberikan kewarganegaraan oleh pemerintah Myanmar, sehingga mereka tidak memiliki hak-hak sipil dan politik.

Konflik antara etnis Rohingya dan etnis Rakhine, yang mayoritas beragama Buddha, memanas sejak tahun 2012, ketika terjadi kerusuhan komunal yang menewaskan ratusan orang dan mengungsikan lebih dari 100.000 orang.

Situasi semakin memburuk pada tahun 2016 dan 2017, ketika militer Myanmar melakukan operasi militer yang brutal terhadap etnis Rohingya, yang dianggap sebagai pemberontak dan teroris. Operasi ini menyebabkan pembunuhan, pemerkosaan, penyiksaan, dan pembakaran desa-desa Rohingya.

Dilansir dari laman hrw, akibat kekerasan yang dialami, lebih dari 700.000 etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke negara-negara tetangga, terutama Bangladesh, yang menampung sekitar 900.000 pengungsi Rohingya di kamp-kamp darurat.

Pengungsi Rohingya juga tersebar di negara-negara lain, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, India, Pakistan, dan Arab Saudi. Namun, di negara-negara tersebut, pengungsi Rohingya juga menghadapi tantangan dan kesulitan, seperti penolakan, diskriminasi, eksploitasi, dan ketidakpastian.

Upaya-upaya untuk menyelesaikan krisis Rohingya masih terus berlangsung, baik di tingkat nasional maupun internasional. Pemerintah Myanmar dan Bangladesh telah sepakat untuk melakukan repatriasi pengungsi Rohingya secara sukarela, aman, dan bermartabat.

Namun, proses ini mengalami kendala dan keterlambatan karena ketidakpercayaan dan ketakutan pengungsi Rohingya terhadap pemerintah Myanmar.Di sisi lain, komunitas internasional juga menekan pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan, mengakui hak-hak etnis Rohingya, dan mengadili pelaku pelanggaran hak asasi manusia.

(ahm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0913 seconds (0.1#10.140)