China Klaim Mampu Deteksi dan Habisi Bomber Siluman B-21 Amerika
loading...
A
A
A
BEIJING - China mengeklaim mampu mendeteksi dan membunuh pesawat pengebom (bomber) siluman B-21 Amerika Serikat (AS) beserta kelompok drone pengawalnya.
Klaim ini disampaikan tim peneliti China yang telah mengadakan duel virtual kekuatan pesawat siluman kedua negara, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post, Selasa (28/11/2023). Simulasi pertempuran udara virtual ini digelar untuk melihat apa yang diperlukan untuk memenangkan pertempuran udara nyata di masa depan.
Hasilnya menunjukkan bahwa, dengan kombinasi perangkat keras canggih dan taktik baru, China dapat mendeteksi lawan terlebih dahulu.
Dalam salah satu simulasi perang, platform siluman mirip B-21 Raider dan kelompok drone pengawalnya ditembak jatuh oleh rudal udara-ke-udara China, yang dapat mencapai kecepatan tertinggi Mach 6.
Namun jika AS melancarkan serangan balik, perebutan dominasi udara antara dua negara paling kuat di muka Bumi ini akan menjadi begitu kompleks dan intens. “Perlu waktu berjam-jam sebelum semuanya mereda,” kata tim peneliti yang dipimpin oleh profesor Chen Jun dengan Northwestern Polytechnical University di Xian, dalam sebuah makalah yang diterbitkan di jurnal peer-review Acta Aeronautica et Astronautica Sinica bulan lalu.
Setelah penundaan berbulan-bulan, Northrop Grumman B-21 Raider baru Amerika Serikat melakukan penerbangan pertamanya pada 10 November lalu.
Meskipun hanya mampu melaju dengan kecepatan sekitar 1.000 km/jam, sedikit di bawah kecepatan suara, pesawat pengebom siluman generasi berikutnya itu akan memainkan peran sentral dalam strategi Penetrating Counter Air (PCA) Angkatan Udara AS yang disesuaikan dengan potensi pertempuran dengan pesawat militer China.
Beijing, yang mengeklaim kedaulatan atas Taiwan dan sebagian besar Laut China Selatan, telah membangun beberapa kemampuan area denial yang kuat termasuk jaringan radar besar dan rudal anti-kapal hipersonik untuk mencegah intervensi asing.
Sebagian besar negara, termasuk AS, tidak mengakui Taiwan sebagai negara merdeka namun menentang penggunaan kekuatan apa pun untuk mengubah status quo.
Klaim ini disampaikan tim peneliti China yang telah mengadakan duel virtual kekuatan pesawat siluman kedua negara, sebagaimana dilaporkan South China Morning Post, Selasa (28/11/2023). Simulasi pertempuran udara virtual ini digelar untuk melihat apa yang diperlukan untuk memenangkan pertempuran udara nyata di masa depan.
Hasilnya menunjukkan bahwa, dengan kombinasi perangkat keras canggih dan taktik baru, China dapat mendeteksi lawan terlebih dahulu.
Dalam salah satu simulasi perang, platform siluman mirip B-21 Raider dan kelompok drone pengawalnya ditembak jatuh oleh rudal udara-ke-udara China, yang dapat mencapai kecepatan tertinggi Mach 6.
Namun jika AS melancarkan serangan balik, perebutan dominasi udara antara dua negara paling kuat di muka Bumi ini akan menjadi begitu kompleks dan intens. “Perlu waktu berjam-jam sebelum semuanya mereda,” kata tim peneliti yang dipimpin oleh profesor Chen Jun dengan Northwestern Polytechnical University di Xian, dalam sebuah makalah yang diterbitkan di jurnal peer-review Acta Aeronautica et Astronautica Sinica bulan lalu.
Setelah penundaan berbulan-bulan, Northrop Grumman B-21 Raider baru Amerika Serikat melakukan penerbangan pertamanya pada 10 November lalu.
Meskipun hanya mampu melaju dengan kecepatan sekitar 1.000 km/jam, sedikit di bawah kecepatan suara, pesawat pengebom siluman generasi berikutnya itu akan memainkan peran sentral dalam strategi Penetrating Counter Air (PCA) Angkatan Udara AS yang disesuaikan dengan potensi pertempuran dengan pesawat militer China.
Beijing, yang mengeklaim kedaulatan atas Taiwan dan sebagian besar Laut China Selatan, telah membangun beberapa kemampuan area denial yang kuat termasuk jaringan radar besar dan rudal anti-kapal hipersonik untuk mencegah intervensi asing.
Sebagian besar negara, termasuk AS, tidak mengakui Taiwan sebagai negara merdeka namun menentang penggunaan kekuatan apa pun untuk mengubah status quo.