China Klaim Mampu Deteksi dan Habisi Bomber Siluman B-21 Amerika
loading...
A
A
A
Misi penyerangan secara otomatis diteruskan ke rudal hipersonik lain, yang sedang menuju untuk menyerang drone B-21. Pesawat AS tidak menyangka bahwa rudal China dapat mengubah sasaran dengan cepat, dan gagal memberikan respons efektif sebelum terjadi benturan.
Saat sekarang, pengambilan keputusan dalam pertempuran udara sebagian besar berada di tangan pilot. Namun taktik anti-PCA baru China, kata tim Chen, memiliki tingkat kebebasan yang lebih tinggi yang memungkinkan pengambilan keputusan dilakukan dengan cepat antara manusia, drone, dan rudal pada berbagai tahap pertempuran menggunakan teknologi AI (Artificial Intelligence/Kecerdasan Buatan).
Secara umum diyakini bahwa senjata hipersonik hanya dapat menyerang target yang diam atau bergerak lambat karena sulitnya pengendalian dalam penerbangan dengan kecepatan tinggi. Namun dalam simulasi pertempuran, rudal China dapat berbelok tajam segera setelah diluncurkan, sehingga memungkinkan AI untuk membuat beberapa rencana serangan yang sebelumnya dianggap tidak mungkin dilakukan.
Penerapan taktik baru ini memerlukan algoritma AI yang kuat dan dapat berjalan pada chip yang relatif lambat pada platform militer terbang.
Menurut para peneliti, beberapa praktik yang telah lama dihormati dalam pelatihan dan operasi angkatan udara juga akan mengalami beberapa perubahan besar, namun siapa yang melakukan reformasi terlebih dahulu bisa jadi adalah penguasa baru di angkasa.
Militer China telah mengungkapkan berbagai jenis rudal hipersonik tetapi versi untuk pertempuran udara masih dirahasiakan. Angkatan Udara China telah mengonfirmasi bahwa pesawat siluman yang besar dan canggih sedang dikembangkan tetapi waktu penerbangan pertamanya masih belum pasti.
Jumlah pesawat J-20—pesawat tempur siluman China—diperkirakan lebih besar dari jumlah F-22 Raptor Amerika, namun jauh lebih rendah dibandingkan jumlah pesawat tempur F-35 Washington. Militer China dilaporkan sedang menguji J-20 versi dua kursi yang dapat terbang dalam formasi dengan sejumlah drone.
Lihat Juga: 7 Fakta Pemilu Presiden Amerika Serikat, Salah Satunya Trump Akan Mendeklarasikan Kemenangan Lebih Awal
Saat sekarang, pengambilan keputusan dalam pertempuran udara sebagian besar berada di tangan pilot. Namun taktik anti-PCA baru China, kata tim Chen, memiliki tingkat kebebasan yang lebih tinggi yang memungkinkan pengambilan keputusan dilakukan dengan cepat antara manusia, drone, dan rudal pada berbagai tahap pertempuran menggunakan teknologi AI (Artificial Intelligence/Kecerdasan Buatan).
Secara umum diyakini bahwa senjata hipersonik hanya dapat menyerang target yang diam atau bergerak lambat karena sulitnya pengendalian dalam penerbangan dengan kecepatan tinggi. Namun dalam simulasi pertempuran, rudal China dapat berbelok tajam segera setelah diluncurkan, sehingga memungkinkan AI untuk membuat beberapa rencana serangan yang sebelumnya dianggap tidak mungkin dilakukan.
Penerapan taktik baru ini memerlukan algoritma AI yang kuat dan dapat berjalan pada chip yang relatif lambat pada platform militer terbang.
Menurut para peneliti, beberapa praktik yang telah lama dihormati dalam pelatihan dan operasi angkatan udara juga akan mengalami beberapa perubahan besar, namun siapa yang melakukan reformasi terlebih dahulu bisa jadi adalah penguasa baru di angkasa.
Militer China telah mengungkapkan berbagai jenis rudal hipersonik tetapi versi untuk pertempuran udara masih dirahasiakan. Angkatan Udara China telah mengonfirmasi bahwa pesawat siluman yang besar dan canggih sedang dikembangkan tetapi waktu penerbangan pertamanya masih belum pasti.
Jumlah pesawat J-20—pesawat tempur siluman China—diperkirakan lebih besar dari jumlah F-22 Raptor Amerika, namun jauh lebih rendah dibandingkan jumlah pesawat tempur F-35 Washington. Militer China dilaporkan sedang menguji J-20 versi dua kursi yang dapat terbang dalam formasi dengan sejumlah drone.
Lihat Juga: 7 Fakta Pemilu Presiden Amerika Serikat, Salah Satunya Trump Akan Mendeklarasikan Kemenangan Lebih Awal
(mas)