Menlu Rusia Lavrov: AS Tidak Ingin Hentikan Israel
loading...
A
A
A
MOSKOW - Amerika Serikat (AS) tidak ingin membatasi tindakan militer Israel terhadap kelompok pejuang Palestina Hamas di Gaza.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menjelaskan hal itu dalam wawancara eksklusif dengan RT pada Rabu (15/11/2023).
Ketika diminta mengomentari mengapa dia yakin AS memveto resolusi Rusia di PBB yang berupaya menghentikan permusuhan di wilayah Palestina, Lavrov menyatakan Washington “sangat ideologis.”
“Apa pun yang datang dari Rusia dianggap sebagai tindakan permusuhan… Namun secara substansi dan praktis, Washington tidak ingin mengikat tangan Israel,” ujar dia.
Lavrov menunjukkan pendekatan seperti itu berhasil diterapkan di Yerusalem Barat.
Dia menambahkan, AS mencoba membujuk Israel agar “sedikit fleksibel” dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke rumah sakit di wilayah kantong yang terkepung, serta mengizinkan orang asing keluar.
“Namun alasan utamanya, saya yakin, adalah Washington tidak ingin menghentikan (mereka) dengan cara yang tidak disukai Israel,” papar Lavrov.
Resolusi pertama yang disponsori Rusia mengenai krisis Timur Tengah, yang muncul setelah Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada 7 Oktober, menyerukan gencatan senjata segera dan mengutuk semua tindakan terorisme.
Namun, dokumen tersebut, yang diusulkan sekitar satu pekan setelah permusuhan dimulai, diblokir oleh Amerika Serikat, Inggris, Perancis yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jepang.
Pada bulan yang sama, Moskow kembali melontarkan pernyataan yang mengulangi seruan untuk gencatan senjata kemanusiaan yang berkelanjutan dan penciptaan koridor kemanusiaan, namun juga memasukkan beberapa poin dari dokumen yang disponsori AS. Namun, Washington dan London memveto inisiatif tersebut.
Setelah dimulainya permusuhan, banyak media Barat melaporkan AS berusaha membujuk Israel menunda operasi daratnya di Gaza guna memberikan lebih banyak waktu untuk negosiasi penyanderaan.
Namun, Israel melanjutkan serangannya ke daerah kantong tersebut pada akhir Oktober, sementara sebagian besar dari 240 sandera masih ditahan oleh Hamas.
Pekan lalu, Axios melaporkan di bawah tekanan Washington, Israel setuju memulai “jeda kemanusiaan yang bersifat taktis dan terlokalisasi” karena AS dengan jelas menyatakan permintaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memaksa Israel melakukan gencatan senjata.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergey Lavrov menjelaskan hal itu dalam wawancara eksklusif dengan RT pada Rabu (15/11/2023).
Ketika diminta mengomentari mengapa dia yakin AS memveto resolusi Rusia di PBB yang berupaya menghentikan permusuhan di wilayah Palestina, Lavrov menyatakan Washington “sangat ideologis.”
“Apa pun yang datang dari Rusia dianggap sebagai tindakan permusuhan… Namun secara substansi dan praktis, Washington tidak ingin mengikat tangan Israel,” ujar dia.
Lavrov menunjukkan pendekatan seperti itu berhasil diterapkan di Yerusalem Barat.
Dia menambahkan, AS mencoba membujuk Israel agar “sedikit fleksibel” dalam memberikan bantuan kemanusiaan ke rumah sakit di wilayah kantong yang terkepung, serta mengizinkan orang asing keluar.
“Namun alasan utamanya, saya yakin, adalah Washington tidak ingin menghentikan (mereka) dengan cara yang tidak disukai Israel,” papar Lavrov.
Resolusi pertama yang disponsori Rusia mengenai krisis Timur Tengah, yang muncul setelah Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada 7 Oktober, menyerukan gencatan senjata segera dan mengutuk semua tindakan terorisme.
Namun, dokumen tersebut, yang diusulkan sekitar satu pekan setelah permusuhan dimulai, diblokir oleh Amerika Serikat, Inggris, Perancis yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Jepang.
Pada bulan yang sama, Moskow kembali melontarkan pernyataan yang mengulangi seruan untuk gencatan senjata kemanusiaan yang berkelanjutan dan penciptaan koridor kemanusiaan, namun juga memasukkan beberapa poin dari dokumen yang disponsori AS. Namun, Washington dan London memveto inisiatif tersebut.
Setelah dimulainya permusuhan, banyak media Barat melaporkan AS berusaha membujuk Israel menunda operasi daratnya di Gaza guna memberikan lebih banyak waktu untuk negosiasi penyanderaan.
Namun, Israel melanjutkan serangannya ke daerah kantong tersebut pada akhir Oktober, sementara sebagian besar dari 240 sandera masih ditahan oleh Hamas.
Pekan lalu, Axios melaporkan di bawah tekanan Washington, Israel setuju memulai “jeda kemanusiaan yang bersifat taktis dan terlokalisasi” karena AS dengan jelas menyatakan permintaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memaksa Israel melakukan gencatan senjata.
(sya)