Nagorno-Karabakh Nyaris Kosong setelah 100.000 Penduduk Lari ke Armenia
loading...
A
A
A
YEREVAN - Wilayah Nagorno-Karabakh sekarang nyaris kosong setelah lebih dari 100.000 penduduknya melarikan diri ke Armenia. Eksodus ini terjadi setelah wilayah tersebut direbut kembali oleh Azerbaijan.
Populasi Nagorno-Karabakh diperkirakan mencapai 120.000 jiwa. Mereka merupakan warga etnis Armenia.
Pihak Armenia pada Sabtu (30/9/2023) mengatakan hampir seluruh penduduk wilayah tersebut telah eksodus.
Seorang jurnalis AFP di Kornidzor, wilayah jalur penyeberangan ke Armenia, hanya melihat beberapa ambulans tiba ketika penjaga perbatasan mengatakan mereka sedang menunggu beberapa bus terakhir.
Di kota terdekat, Goris, ratusan pengungsi yang kelelahan menunggu dengan membawa barang bawaan mereka di alun-alun hingga pemerintah Armenia menyediakan akomodasi.
Nagorno-Karabakh secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Namun penduduknya yang etnis Armenia, memilih memisahkan diri sejak lama.
Pemerintah Azerbaijan menganggap pemerintah yang berkuasa di Nagorno-Karabakh sebagai separatis.
Sedangkan pemerintah Armenia membela penduduk tersebut, menjadikan Nagorno-Karabakh sebagai wilayah sengketa selama bertahun-tahun.
Pemerintah Nagorno-Karabakh, yang disebut sebagai separatis oleh Azerbaijan, telah membubarkan diri menyusul kekalahan mereka dalam pertempuran singkat pekan lalu.
Artak Beglaryan, mantan pejabat separatis, mengatakan bahwa menurut informasi tidak resmi, "kelompok terakhir" penduduk Nagorno-Karabakh sedang dalam perjalanan ke Armenia pada hari Sabtu.
“Paling banyak yang tersisa hanya beberapa ratus orang, sebagian besar adalah pejabat, pegawai layanan darurat, relawan, dan beberapa orang berkebutuhan khusus,” tulisnya di media sosial.
Armenia menuduh Azerbaijan melakukan kampanye "pembersihan etnis" untuk membersihkan Nagorno-Karabakh dari penduduk etnis Armenia.
Namun Baku membantah klaim tersebut dan secara terbuka meminta penduduk etnis Armenia di wilayah tersebut untuk tetap tinggal dan “berintegrasi kembali” ke Azerbaijan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan akan mengirimkan misi ke Nagorno-Karabakh akhir pekan ini, terutama untuk menilai kebutuhan kemanusiaan. Ini menjadi yang pertama kalinya badan internasional tersebut memiliki akses ke wilayah Nagorno-Karabakh dalam waktu sekitar 30 tahun.
Armenia telah meminta pengadilan tertinggi PBB untuk mengambil tindakan segera guna melindungi penduduk daerah kantong tersebut.
Yerevan juga mendesak Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memastikan bahwa Azerbaijan tidak akan menggusur etnis Armenia yang tersisa di Nagorno-Karabakh atau mencegah "kembalinya dengan aman dan cepat" mereka yang telah melarikan diri.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah pada hari Jumat mengumumkan permohonan darurat sebesar 20 juta Franc Swiss ($22 juta) untuk membantu para pengungsi.
Populasi Nagorno-Karabakh diperkirakan mencapai 120.000 jiwa. Mereka merupakan warga etnis Armenia.
Pihak Armenia pada Sabtu (30/9/2023) mengatakan hampir seluruh penduduk wilayah tersebut telah eksodus.
Seorang jurnalis AFP di Kornidzor, wilayah jalur penyeberangan ke Armenia, hanya melihat beberapa ambulans tiba ketika penjaga perbatasan mengatakan mereka sedang menunggu beberapa bus terakhir.
Di kota terdekat, Goris, ratusan pengungsi yang kelelahan menunggu dengan membawa barang bawaan mereka di alun-alun hingga pemerintah Armenia menyediakan akomodasi.
Nagorno-Karabakh secara internasional diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Namun penduduknya yang etnis Armenia, memilih memisahkan diri sejak lama.
Pemerintah Azerbaijan menganggap pemerintah yang berkuasa di Nagorno-Karabakh sebagai separatis.
Sedangkan pemerintah Armenia membela penduduk tersebut, menjadikan Nagorno-Karabakh sebagai wilayah sengketa selama bertahun-tahun.
Pemerintah Nagorno-Karabakh, yang disebut sebagai separatis oleh Azerbaijan, telah membubarkan diri menyusul kekalahan mereka dalam pertempuran singkat pekan lalu.
Artak Beglaryan, mantan pejabat separatis, mengatakan bahwa menurut informasi tidak resmi, "kelompok terakhir" penduduk Nagorno-Karabakh sedang dalam perjalanan ke Armenia pada hari Sabtu.
“Paling banyak yang tersisa hanya beberapa ratus orang, sebagian besar adalah pejabat, pegawai layanan darurat, relawan, dan beberapa orang berkebutuhan khusus,” tulisnya di media sosial.
Armenia menuduh Azerbaijan melakukan kampanye "pembersihan etnis" untuk membersihkan Nagorno-Karabakh dari penduduk etnis Armenia.
Namun Baku membantah klaim tersebut dan secara terbuka meminta penduduk etnis Armenia di wilayah tersebut untuk tetap tinggal dan “berintegrasi kembali” ke Azerbaijan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan akan mengirimkan misi ke Nagorno-Karabakh akhir pekan ini, terutama untuk menilai kebutuhan kemanusiaan. Ini menjadi yang pertama kalinya badan internasional tersebut memiliki akses ke wilayah Nagorno-Karabakh dalam waktu sekitar 30 tahun.
Armenia telah meminta pengadilan tertinggi PBB untuk mengambil tindakan segera guna melindungi penduduk daerah kantong tersebut.
Yerevan juga mendesak Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memastikan bahwa Azerbaijan tidak akan menggusur etnis Armenia yang tersisa di Nagorno-Karabakh atau mencegah "kembalinya dengan aman dan cepat" mereka yang telah melarikan diri.
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah pada hari Jumat mengumumkan permohonan darurat sebesar 20 juta Franc Swiss ($22 juta) untuk membantu para pengungsi.
(mas)