Aneh Bin Ajaib, Pemilu Parlemen Eswatini Digelar Tanpa Partai Politik

Sabtu, 30 September 2023 - 00:12 WIB
loading...
Aneh Bin Ajaib, Pemilu Parlemen Eswatini Digelar Tanpa Partai Politik
Eswatini menggelar pemilu parlemen tanpa adanya partai politik. Foto/Reuters
A A A
MBABANE - Masyarakat di Eswatini, negara monarki absolut terakhir di Afrika , memberikan suara dalam pemilihan parlemen di mana para kandidat tidak diperbolehkan mencalonkan diri untuk sebuah partai politik.

Ini adalah pemungutan suara pertama di sana sejak protes pro-demokrasi yang mematikan pada tahun 2021. Para kritikus menganggap pemilu ini hanya lelucon yang dimaksudkan untuk melegitimasi monarki absolut.

Namun Raja Mswati III telah mendorong masyarakat untuk ikut memilih guna memastikan perdamaian dan stabilitas tetap terjaga.

Lebih dari setengah juta orang mendaftar untuk memilih dan mereka akan memilih 59 anggota majelis rendah parlemen. Namun anggota parlemen hanya memiliki peran sebagai penasihat dan tidak memiliki kekuasaan nyata di negara yang sebelumnya dikenal sebagai Swaziland.

Raja berusia 55 tahun, yang mewarisi takhta pada tahun 1986 pada usia 18 tahun, akan memilih 10 wakil lagi.

Melansir BBC, partai politik telah dilarang di Eswatini sejak tahun 1973, memaksa individu yang mencari posisi terpilih untuk mencalonkan diri sebagai kandidat independen dalam pemilihan parlemen, yang diadakan setiap lima tahun.

Tindakan keras yang dilakukan monarki terhadap perbedaan pendapat dan sistem nominasi politik di negara tersebut, yang melibatkan pemimpin adat dalam memilih kandidat, seringkali menghasilkan pejabat terpilih yang mendukung monarki.

Menjelang pemungutan suara, beberapa warga Swazi menyatakan skeptis bahwa pemilu akan membawa perubahan, karena parlemen tidak dapat mengkritik atau mengambil tindakan terhadap eksekutif atau raja.

Raja juga menunjuk kabinet, perdana menteri dan hakim, menyetujui undang-undang yang diusulkan oleh parlemen dan memimpin seluruh pasukan keamanan Eswatini.

“Bahkan jika mereka terpilih menjadi anggota parlemen, mereka tidak memiliki kekuasaan untuk meminta pertanggungjawaban eksekutif, termasuk monarki absolut,” ungkap Zweli Martin Dlamini, editor Swaziland News, mengatakan kepada program Newsday BBC.

Seperti kritikus vokal lainnya terhadap Mswati III, Dlamini telah diadili beberapa kali atas tulisannya tentang raja.

Dua anggota parlemen oposisi, yang terpilih pada tahun 2018, saat ini ditahan karena mendorong pemerintahan demokratis, sementara yang ketiga melarikan diri ke pengasingan.

Pada tahun 2021, protes yang dipimpin mahasiswa yang dimulai atas dugaan kebrutalan polisi berubah menjadi seruan untuk perubahan politik. Setidaknya 46 orang tewas dalam serangkaian bentrokan antara pasukan keamanan dan demonstran, menurut Human Rights Watch.

Pemerintah membantah angka ini dan mengatakan bahwa polisi merespons serangan kekerasan.

Pada bulan Januari tahun ini, Thulani Rudolf Maseko, seorang pengacara hak asasi manusia yang menentang raja, dibunuh di rumahnya, beberapa jam setelah raja memperingatkan para kritikus yang menentang raja.



Raja Mswati tampaknya menampik kritik terhadap pemerintahannya ketika pemungutan suara dibuka pada hari Jumat.

Dia mengatakan bahwa "pemerintahan yang berakhir masa jabatannya telah melakukan pekerjaan yang luar biasa" dan mendesak para pemilih untuk "memilih orang-orang yang akan memastikan kerajaan tetap damai; yang mencintai Eswatini dan bangsanya, dan yang akan terus memajukan aspirasi pembangunan kerajaan".

Gaya hidup raja yang berpoligami dan mewah, yang ditandai dengan mobil dan jam tangan mewah, telah lama menuai kritik.

Lebih dari sepertiga dari 1,2 juta penduduk negara ini hidup di bawah garis kemiskinan internasional.

Hasil pemilu diharapkan keluar pada akhir pekan ini.
(ahm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1082 seconds (0.1#10.140)