Pendukung Kudeta Niger Turun ke Jalan, Protes Intervensi Militer ECOWAS

Sabtu, 12 Agustus 2023 - 20:07 WIB
loading...
Pendukung Kudeta Niger Turun ke Jalan, Protes Intervensi Militer ECOWAS
Pendukung kudeta mengibarkan bendera Nigeria di depan Majelis Nasional di Niamey. Foto/New Arab
A A A
NIAMEY - Ribuan pendukung kudeta Niger turun ke jalan pada Jumat waktu setempat protes rencana negara-negara Afrika Barat untuk mengerahkan pasukan militer ke negara itu. Di sisi lain, ECOWAS sendiri telah membatalkan pertemuan penting yang membahas tentang kemungkinan intervensi.

ECOWAS telah menyetujui "pasukan siaga" untuk mengembalikan Presiden terpilih Mohamed Bazoum, dengan diplomat top Uni Eropa mengungkapkan keprihatinan tentang kondisinya dalam penahanan sejak dia digulingkan oleh anggota pengawalnya pada 26 Juli lalu.

Kepala staf dari negara-negara anggota blok Afrika Barat dijadwalkan menghadiri pertemuan pada Sabtu di ibu kota Ghana, Accra, kata sumber-sumber militer regional pada Jumat.

Namun mereka kemudian mengatakan pertemuan itu telah ditangguhkan tanpa batas waktu karena "alasan teknis".

Sumber tersebut mengatakan pertemuan itu awalnya diadakan untuk memberi tahu para pemimpin organisasi tentang "opsi terbaik" untuk mengaktifkan dan mengerahkan pasukan siaga.

ECOWAS belum memberikan rincian tentang kekuatan atau kapan intervensi militer itu dilakukan, dan para pemimpin telah menekankan bahwa mereka masih menginginkan solusi damai.

Pembatalan pada menit-menit terakhir terjadi ketika ribuan pendukung kudeta berunjuk rasa di dekat pangkalan militer Prancis di Niger pada hari Jumat.

Para pengunjuk rasa di dekat pangkalan di pinggiran ibu kota Niamey meneriakkan "Ganyang Prancis, hancurkan ECOWAS."

Para pemimpin baru Niger menuduh mantan kekuatan kolonial Prancis, sekutu dekat Bazoum, berada di belakang sikap garis keras ECOWAS melawan kudeta.

Banyak pengunjuk rasa mengacungkan bendera Rusia dan Niger dan meneriakkan dukungan mereka untuk orang kuat baru negara itu, Jenderal Abdourahamane Tiani.



"Kami akan membuat Prancis pergi! ECOWAS tidak independen, itu dimanipulasi oleh Prancis," kata seorang demonstran, Aziz Rabeh Ali, anggota serikat mahasiswa seperti dikutip dari New Arab, Sabtu (12/8/2023).

Prancis memiliki sekitar 1.500 tentara di Niger sebagai bagian dari pasukan yang memerangi pemberontakan Islamis selama delapan tahun.

Mereka menghadapi permusuhan yang meningkat di seluruh Sahel, menarik pasukan anti-terorisnya dari negara tetangga Mali dan Burkina Faso tahun lalu setelah berselisih dengan pemerintah militer yang menggulingkan pemimpin terpilih.

Pemimpin baru Niger membatalkan perjanjian pertahanan dengan Prancis pekan lalu, sementara protes permusuhan di luar kedutaan Prancis di Niamey pada 30 Juli mendorong Paris untuk mengevakuasi warganya.

Sejak 1990, blok beranggotakan 15 negara itu telah mengintervensi enam anggotanya pada saat perang saudara, pemberontakan, atau kekacauan politik.

Tetapi kemungkinan intervensi di Niger yang sangat rapuh telah memicu perdebatan di dalam jajarannya dan peringatan dari negara tetangga Aljazair serta dari Rusia.

Moskow, yang pengaruhnya di kawasan itu telah berkembang, mengatakan solusi militer dapat menyebabkan konfrontasi yang berlarut-larut di Niger dan destabilisasi yang tajam di seluruh Sahel.

Presiden anggota ECOWAS Cape Verde, Jose Maria Neves, berbicara menentang intervensi militer pada hari Jumat dan mengatakan negaranya tidak mungkin berpartisipasi dalam kampanye semacam itu.

Negara-negara ECOWAS yang dikuasai militer seperti Mali dan Burkina Faso telah memperingatkan intervensi akan menjadi "deklarasi perang" bagi mereka.



Jenderal Salifou Mody, menteri pertahanan baru Niger, melakukan kunjungan singkat ke Mali pada hari Jumat, menurut penasihat presiden Mali yang berbicara tanpa menyebut nama.

Kudeta itu adalah yang kelima di Niger sejak negara yang terkurung daratan itu memperoleh kemerdekaan dari Prancis pada 1960.

Seperti Mali dan Burkina Faso, negara ini sedang berjuang melawan pemberontakan jihadis brutal yang telah merenggut ribuan nyawa, memaksa banyak orang meninggalkan rumah mereka dan merusak kepercayaan pada pemerintah.

(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1754 seconds (0.1#10.140)