Mengapa Sanksi Barat Tidak Melemahkan Pengembangan Teknologi Militer Rusia?

Minggu, 30 Juli 2023 - 23:40 WIB
loading...
A A A


Selain itu, ada kapal pemecah es militer seperti Muromets dan Yevpaty Kolovrat merupakan bagian dari Armada Kutub Rusia yang unik.

Dandykin menekankan perlunya membangun lebih banyak kapal permukaan dan kapal selam serta kendaraan udara tak berawak (UAV), yang “dapat melakukan tugas demi kepentingan Angkatan Laut Rusia.”

“Selama setahun terakhir, kami telah membuat kemajuan besar dalam menciptakan UAV, seperti drone Lantset. Pengembangan UAV lain sedang berlangsung, dengan drone Okhotnik akan segera diluncurkan. Okhotnik, yang bekerja bersama-sama dengan jet tempur generasi kelima, mampu menjalankan misi tempurnya sendiri,” kata Dandykin.

Sementara itu, konsultan internasional Earl Rasmussen, seorang pensiunan letnan kolonel Angkatan Darat AS, yang menunjuk pada “kehadiran kapal selam yang kuat” di Angkatan Laut Rusia, yang menurut pakar dianggap sebagai yang terkuat ketiga di dunia setelah AS dan China.

"Selain dari peningkatan kapal Rusia, perkembangan sedang dilakukan untuk memodernisasi enam kelas kapal selam yang berbeda dengan kemampuan unik,” ujar Rasmussen. Dia menggarisbawahi bahwa sejauh menyangkut modernisasi, sanksi anti-Rusia Barat “berdampak kecil” pada proses tersebut.

“Rusia telah mengambil langkah-langkah untuk memindahkan pembuatan senjata dan keamanan pertahanan berdasarkan kemampuan internal/domestik. Kepala United Shipbuilding Corporation, Alexei Rakhmanov, menyatakan bahwa efek sanksi terhadap industri pembuatan kapal Rusia praktis tidak terlalu mencolok, dengan hanya 5% komponen untuk pembuatan kapal militer (terutama elektronik) yang bergantung pada impor asing,” kata Rasmussen.

Ketika ditanya secara terpisah tentang implikasi geopolitik dari kerja sama angkatan laut yang berkembang antara Rusia, China dan Iran? Mantan letnan kolonel Angkatan Darat AS itu memperingatkan para pemimpin Barat agar tidak bersikap konfrontatif.

“Para pemimpin Barat, yang dipimpin oleh AS, harus mencari pemahaman bersama dan kerja sama secara global, [namun] sayangnya, mereka menciptakan perpecahan secara global dan memperkuat mereka yang dianggap musuh," tutur Rasmussen.

Rasmussen mengungkapkan, kebijakan arogan dan hegemonik seperti itu tidak bijaksana dan menetapkan arah yang sangat berbahaya bagi Barat dan dunia. "Di bagian paling timur, kita bisa melihat dunia yang terfragmentasi dan paling buruk, konflik global yang dapat dengan mudah meningkat,” ujarnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1819 seconds (0.1#10.140)