Para Pemimpin Afrika Desak Putin Pertimbangkan Rencana Perdamaian Ukraina
loading...
A
A
A
MOSKOW - Para pemimpin Afrika yang menghadiri KTT Rusia-Afrika meminta Presiden Vladimir Putin untuk menerima rencana perdamaian mereka buat Ukraina dan mengembalikan perjanjian ekspor biji-bijian Laut Hitam.
"Perang ini harus diakhiri. Dan itu hanya bisa diakhiri atas dasar keadilan dan akal sehat," kata Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat kepada Putin dan para pemimpin Afrika di St Petersburg.
"Gangguan pasokan energi dan biji-bijian harus segera diakhiri. Kesepakatan biji-bijian harus diperluas untuk kepentingan semua orang di dunia, khususnya orang Afrika," imbuhnya seperti dikutip dari DW, Sabtu (29/7/2023).
KTT itu terjadi ketika Rusia dan Barat bersaing untuk mendapatkan pengaruh di benua Afrika, yang merupakan blok pemungutan suara terbesar di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Blok tersebut lebih terpecah daripada yang lain dalam resolusi kritis terhadap tindakan Rusia di Ukraina.
Putin mencoba menampilkan KTT itu sebagai pertunjukan dukungan Afrika untuk negaranya, memuji peran benua itu dalam tatanan dunia multipolar yang baru muncul.
"Era hegemoni satu atau beberapa negara sedang surut ke masa lalu, meskipun bukan tanpa perlawanan dari mereka yang terbiasa dengan keunikan dan monopoli mereka sendiri dalam urusan global," katanya.
Dari 54 negara Afrika, hanya 17 kepala negara yang menghadiri KTT tersebut, dibandingkan dengan 43 kepala negara pada KTT pertama tahun 2019.
Para pemimpin Afrika sebelumnya telah mempresentasikan rencana perdamaian mereka kepada Putin bulan lalu. Itu terdiri dari beberapa langkah untuk meredakan konflik.
"Perang ini harus diakhiri. Dan itu hanya bisa diakhiri atas dasar keadilan dan akal sehat," kata Ketua Komisi Uni Afrika Moussa Faki Mahamat kepada Putin dan para pemimpin Afrika di St Petersburg.
"Gangguan pasokan energi dan biji-bijian harus segera diakhiri. Kesepakatan biji-bijian harus diperluas untuk kepentingan semua orang di dunia, khususnya orang Afrika," imbuhnya seperti dikutip dari DW, Sabtu (29/7/2023).
KTT itu terjadi ketika Rusia dan Barat bersaing untuk mendapatkan pengaruh di benua Afrika, yang merupakan blok pemungutan suara terbesar di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Blok tersebut lebih terpecah daripada yang lain dalam resolusi kritis terhadap tindakan Rusia di Ukraina.
Putin mencoba menampilkan KTT itu sebagai pertunjukan dukungan Afrika untuk negaranya, memuji peran benua itu dalam tatanan dunia multipolar yang baru muncul.
"Era hegemoni satu atau beberapa negara sedang surut ke masa lalu, meskipun bukan tanpa perlawanan dari mereka yang terbiasa dengan keunikan dan monopoli mereka sendiri dalam urusan global," katanya.
Dari 54 negara Afrika, hanya 17 kepala negara yang menghadiri KTT tersebut, dibandingkan dengan 43 kepala negara pada KTT pertama tahun 2019.
Baca Juga
Para pemimpin Afrika sebelumnya telah mempresentasikan rencana perdamaian mereka kepada Putin bulan lalu. Itu terdiri dari beberapa langkah untuk meredakan konflik.