4 Negara Paling Munafik di Dunia, Banyak Standar Ganda dan Penyimpangan
loading...
A
A
A
Dia menyoroti fenomena akhir-akhir ini terkait pembakaran salinan Al-Qur’an di Swedia dan Belanda dan melihat adanya standar ganda terhadap umat Muslim.
“Seperti yang Anda ketahui, ada standar ganda terhadap muslim. Jika Anda membakar bendera Israel, itu akan menjadi anti-Semitisme, jika Anda membakar bendera pelangi (LGBT), itu adalah ujaran kebencian. Mereka semua provokatif, itu semua tindak pidana. Tapi jika Anda membakar Al-Qur'an, merusaknya atau mengolok-oloknya dengan cara lain, maka itu adalah kebebasan berekspresi," katanya seperti dikutip Middle East Monitor.
Kemunafikan dan demokrasi menjadi dua konsep berbeda yang kerap berjalan beriringan. Tak jarang, hal ini terjadi pada sebuah negara yang mengklaim dirinya mengusung asas demokrasi, namun justru menimbulkan kegaduhan.
Sejak meraih kemerdekaan, Pakistan berdiri sebagai negara demokratis. Pada awal pendiriannya, pergolakan di negara ini tak bisa terbendung dan sempat beberapa kali terjadi kudeta.
Mengutip Modern Diplomacy, demokrasi Pakistan bisa diukur dengan beberapa indikator seperti kebebasan berbicara, kebebasan pers, proses pemilu yang adil, hingga supremasi hukum.
Melihat riwayatnya, negara ini telah berjuang untuk membangun pers yang bebas dan independen. Dulunya, mereka memiliki sejarah panjang terkait kontrol media oleh pemerintah.
Pada perkembangannya, situasinya memang telah membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Kebebasan Pers Dunia dengan peringkat 145 dari 180 negara pada tahun 2020.
Kemudian, ada juga proses pemilu yang menjadi indikator penting lain dari tingkat demokrasi di suatu negara. Pakistan memiliki catatan campuran dalam aspek ini.
Pemilu tahun 1970, 1977, dan 1988 dianggap bebas dan adil, tetapi pemilihan tahun 2002 dan 2008 telah dirusak oleh tuduhan kecurangan.
Sama seperti kebebasan pers, proses pemilu di negara ini mulai membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Demokrasi, yakni dengan peringkat 111 dari 167 negara pada tahun 2020.
“Seperti yang Anda ketahui, ada standar ganda terhadap muslim. Jika Anda membakar bendera Israel, itu akan menjadi anti-Semitisme, jika Anda membakar bendera pelangi (LGBT), itu adalah ujaran kebencian. Mereka semua provokatif, itu semua tindak pidana. Tapi jika Anda membakar Al-Qur'an, merusaknya atau mengolok-oloknya dengan cara lain, maka itu adalah kebebasan berekspresi," katanya seperti dikutip Middle East Monitor.
4. Pakistan
Kemunafikan dan demokrasi menjadi dua konsep berbeda yang kerap berjalan beriringan. Tak jarang, hal ini terjadi pada sebuah negara yang mengklaim dirinya mengusung asas demokrasi, namun justru menimbulkan kegaduhan.
Sejak meraih kemerdekaan, Pakistan berdiri sebagai negara demokratis. Pada awal pendiriannya, pergolakan di negara ini tak bisa terbendung dan sempat beberapa kali terjadi kudeta.
Mengutip Modern Diplomacy, demokrasi Pakistan bisa diukur dengan beberapa indikator seperti kebebasan berbicara, kebebasan pers, proses pemilu yang adil, hingga supremasi hukum.
Melihat riwayatnya, negara ini telah berjuang untuk membangun pers yang bebas dan independen. Dulunya, mereka memiliki sejarah panjang terkait kontrol media oleh pemerintah.
Pada perkembangannya, situasinya memang telah membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Kebebasan Pers Dunia dengan peringkat 145 dari 180 negara pada tahun 2020.
Kemudian, ada juga proses pemilu yang menjadi indikator penting lain dari tingkat demokrasi di suatu negara. Pakistan memiliki catatan campuran dalam aspek ini.
Pemilu tahun 1970, 1977, dan 1988 dianggap bebas dan adil, tetapi pemilihan tahun 2002 dan 2008 telah dirusak oleh tuduhan kecurangan.
Sama seperti kebebasan pers, proses pemilu di negara ini mulai membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Demokrasi, yakni dengan peringkat 111 dari 167 negara pada tahun 2020.