4 Negara Paling Munafik di Dunia, Banyak Standar Ganda dan Penyimpangan
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Terdapat sedikitnya empat negara paling munafik di dunia yang menarik diketahui. Sering menganggap dirinya paling benar, mereka sepertinya lupa dengan keberadaannya sendiri.
Menurut KBBI, kata ‘munafik’ bisa diartikan sebagai “suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya”. Selain itu, bisa juga dimaknai sebagai bermuka dua.
Demi mewujudkan keamanan dan kedamaian dunia, banyak negara yang mencoba untuk mengatur kebijakan atau program tertentu untuk bisa mendukung langkah tersebut.
Tujuannya memang bagus, sayang terkadang praktek yang dijalankan tidak sesuai dengan ucapannya dan justru membuatnya terlihat munafik. Berikut sejumlah negara paling munafik di dunia.
Negara Paling Munafik di Dunia
Amerika Serikat menjadi salah satu negara adidaya di dunia. Tak hanya memiliki pengaruh besar, terkadang mereka juga kerap melibatkan diri pada kepentingan-kepentingan yang seharusnya mungkin berada di luar urusannya.
Pada perkembangannya, tak jarang mereka kerap berselisih dan melontarkan kritik terhadap negara-negara lain, termasuk para rivalnya sendiri.
Sebagai contoh, bisa diambil momen ketika pemerintah AS menuduh pejabat dan pasukan keamanan negara seperti China, India, hingga Rusia melakukan pelanggaran HAM berdasarkan Laporan Negara 2021 tentang Hak Asasi Manusia Departemen Luar Negeri yang rilis 2022 lalu.
Mengutip laman The Asean Post, laporan itu salah satunya adalah menyebutkan dugaan China melakukan genosida terhadap Muslim Uighur dan anggota kelompok etnis minoritas lain di Xinjiang.
Kemudian, ada juga laporan peningkatan pelanggaran HAM di India yang dilakukan pejabat pemerintah, polisi, hingga petugas penjara.
Pada respon yang diberikan, negara seperti China telah membantah kebenaran laporan itu. Mereka juga meminta kepada AS untuk segera berhenti membuat pernyataan tak bertanggung jawab terkait pelanggaran HAM negara lain.
Lebih lanjut, muncul tanggapan juga bahwa AS terkesan memiliki standar ganda dan munafik. Khususnya, pada isu-isu seputar pelanggaran HAM negara-negara di dunia.
Seolah-olah memiliki keunggulan moral dan etika, AS seakan menjadi panutan HAM dunia. Padahal, mereka juga memiliki sederet kasus penyimpangan HAM yang sebelumnya telah diketahui publik.
AS sering tergesa-gesa untuk mengecam dan menegur pelanggaran hak asasi manusia di luar negaranya. Padahal, catatan HAM negerinya sendiri jauh dari ideal dalam banyak kasus.
Misalnya, kasus seorang pria Republik Demokratik Kongo bernama Patrick Lyoya yang ditembak di Michigan.
Selain itu, ada juga kasus serupa tentang kebrutalan polisi terhadap pria dan wanita kulit berwarna di AS.
Sebut saja seperti George Floyd, Michael Brown, Breonna Taylor, hingga Jacob Blake yang semuanya terbunuh meskipun tidak bersenjata dan tidak berdaya saat itu.
Melihat riwayatnya, Israel telah memiliki sejarah konflik dengan negara-negara Arab sejak kemerdekaannya pada 1948.
Seiring waktu, Tel Aviv membangun kekuatan bersama dukungan para sekutunya, termasuk Amerika Serikat.
Mirip seperti sekutunya, Israel juga kerap terlibat perselisihan dan terkesan campur tangan dengan urusan negara lain. Misalnya, pada konflik terbaru antara Rusia-Ukraina.
Mengutip Middle East Monitor, Israel menganggap kedaulatan Ukraina adalah hal yang sakral dan penting, sehingga harus didukung. Namun, sepertinya mereka lupa dengan apa yang terjadi dengan Palestina.
Mengutuk negara lain yang melakukan invasi dan menjadikan warga sipil sebagai korban, apa kabar dengan penduduk Palestina yang selalu berada dalam ancaman dan ketakutan.
Dari sekian banyak hal, setidaknya satu kasus ini bisa memperlihatkan bentuk kemunafikan dari negara tersebut.
Swedia merupakan sebuah negara Nordik di kawasan Eropa Utara. Negara ini berbatasan dengan Norwegia di barat dan utara, Finlandia di timur, serta terhubung dengan Denmark di bagian barat daya.
Pada beberapa waktu terakhir, Swedia tengah menjadi sorotan dunia internasional, khususnya umat Islam. Hal ini terkait maraknya aksi pembakaran salinan kitab suci Al-Qur’an yang dilakukan warga negaranya.
Sebagai contoh, bisa diambil momen ketika politisi sayap kanan Rasmus Paludan yang melakukan pembakaran di depan gedung Kedutaan Turki, Stockholm pada awal 2023 lalu.
Tindakan itu jelas memicu kecaman dunia internasional dan kemarahan dari negara-negara Islam.
Mengutip laman Middle East Monitor, pemerintah Swedia di satu sisi memang mengkritik pembakaran salinan Al-Qur’an oleh Paludan.
Namun, mereka ternyata juga memberi izin tindakan tersebut dengan dalih kebebasan berekspresi sebagai bagian dari demokrasi.
Melalui tindakannya, Swedia terkesan seperti menerapkan standar ganda. Pendapat ini sempat dilontarkan mantan politisi sayap kanan Belanda bernama Arnoud van Doorn.
Dia menyoroti fenomena akhir-akhir ini terkait pembakaran salinan Al-Qur’an di Swedia dan Belanda dan melihat adanya standar ganda terhadap umat Muslim.
“Seperti yang Anda ketahui, ada standar ganda terhadap muslim. Jika Anda membakar bendera Israel, itu akan menjadi anti-Semitisme, jika Anda membakar bendera pelangi (LGBT), itu adalah ujaran kebencian. Mereka semua provokatif, itu semua tindak pidana. Tapi jika Anda membakar Al-Qur'an, merusaknya atau mengolok-oloknya dengan cara lain, maka itu adalah kebebasan berekspresi," katanya seperti dikutip Middle East Monitor.
Kemunafikan dan demokrasi menjadi dua konsep berbeda yang kerap berjalan beriringan. Tak jarang, hal ini terjadi pada sebuah negara yang mengklaim dirinya mengusung asas demokrasi, namun justru menimbulkan kegaduhan.
Sejak meraih kemerdekaan, Pakistan berdiri sebagai negara demokratis. Pada awal pendiriannya, pergolakan di negara ini tak bisa terbendung dan sempat beberapa kali terjadi kudeta.
Mengutip Modern Diplomacy, demokrasi Pakistan bisa diukur dengan beberapa indikator seperti kebebasan berbicara, kebebasan pers, proses pemilu yang adil, hingga supremasi hukum.
Melihat riwayatnya, negara ini telah berjuang untuk membangun pers yang bebas dan independen. Dulunya, mereka memiliki sejarah panjang terkait kontrol media oleh pemerintah.
Pada perkembangannya, situasinya memang telah membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Kebebasan Pers Dunia dengan peringkat 145 dari 180 negara pada tahun 2020.
Kemudian, ada juga proses pemilu yang menjadi indikator penting lain dari tingkat demokrasi di suatu negara. Pakistan memiliki catatan campuran dalam aspek ini.
Pemilu tahun 1970, 1977, dan 1988 dianggap bebas dan adil, tetapi pemilihan tahun 2002 dan 2008 telah dirusak oleh tuduhan kecurangan.
Sama seperti kebebasan pers, proses pemilu di negara ini mulai membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Demokrasi, yakni dengan peringkat 111 dari 167 negara pada tahun 2020.
Itulah sejumlah negara paling munafik di dunia yang menarik diketahui.
Menurut KBBI, kata ‘munafik’ bisa diartikan sebagai “suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya”. Selain itu, bisa juga dimaknai sebagai bermuka dua.
Demi mewujudkan keamanan dan kedamaian dunia, banyak negara yang mencoba untuk mengatur kebijakan atau program tertentu untuk bisa mendukung langkah tersebut.
Tujuannya memang bagus, sayang terkadang praktek yang dijalankan tidak sesuai dengan ucapannya dan justru membuatnya terlihat munafik. Berikut sejumlah negara paling munafik di dunia.
Negara Paling Munafik di Dunia
1. Amerika Serikat
Amerika Serikat menjadi salah satu negara adidaya di dunia. Tak hanya memiliki pengaruh besar, terkadang mereka juga kerap melibatkan diri pada kepentingan-kepentingan yang seharusnya mungkin berada di luar urusannya.
Pada perkembangannya, tak jarang mereka kerap berselisih dan melontarkan kritik terhadap negara-negara lain, termasuk para rivalnya sendiri.
Sebagai contoh, bisa diambil momen ketika pemerintah AS menuduh pejabat dan pasukan keamanan negara seperti China, India, hingga Rusia melakukan pelanggaran HAM berdasarkan Laporan Negara 2021 tentang Hak Asasi Manusia Departemen Luar Negeri yang rilis 2022 lalu.
Mengutip laman The Asean Post, laporan itu salah satunya adalah menyebutkan dugaan China melakukan genosida terhadap Muslim Uighur dan anggota kelompok etnis minoritas lain di Xinjiang.
Kemudian, ada juga laporan peningkatan pelanggaran HAM di India yang dilakukan pejabat pemerintah, polisi, hingga petugas penjara.
Pada respon yang diberikan, negara seperti China telah membantah kebenaran laporan itu. Mereka juga meminta kepada AS untuk segera berhenti membuat pernyataan tak bertanggung jawab terkait pelanggaran HAM negara lain.
Lebih lanjut, muncul tanggapan juga bahwa AS terkesan memiliki standar ganda dan munafik. Khususnya, pada isu-isu seputar pelanggaran HAM negara-negara di dunia.
Seolah-olah memiliki keunggulan moral dan etika, AS seakan menjadi panutan HAM dunia. Padahal, mereka juga memiliki sederet kasus penyimpangan HAM yang sebelumnya telah diketahui publik.
AS sering tergesa-gesa untuk mengecam dan menegur pelanggaran hak asasi manusia di luar negaranya. Padahal, catatan HAM negerinya sendiri jauh dari ideal dalam banyak kasus.
Misalnya, kasus seorang pria Republik Demokratik Kongo bernama Patrick Lyoya yang ditembak di Michigan.
Selain itu, ada juga kasus serupa tentang kebrutalan polisi terhadap pria dan wanita kulit berwarna di AS.
Sebut saja seperti George Floyd, Michael Brown, Breonna Taylor, hingga Jacob Blake yang semuanya terbunuh meskipun tidak bersenjata dan tidak berdaya saat itu.
2. Israel
Melihat riwayatnya, Israel telah memiliki sejarah konflik dengan negara-negara Arab sejak kemerdekaannya pada 1948.
Seiring waktu, Tel Aviv membangun kekuatan bersama dukungan para sekutunya, termasuk Amerika Serikat.
Mirip seperti sekutunya, Israel juga kerap terlibat perselisihan dan terkesan campur tangan dengan urusan negara lain. Misalnya, pada konflik terbaru antara Rusia-Ukraina.
Mengutip Middle East Monitor, Israel menganggap kedaulatan Ukraina adalah hal yang sakral dan penting, sehingga harus didukung. Namun, sepertinya mereka lupa dengan apa yang terjadi dengan Palestina.
Mengutuk negara lain yang melakukan invasi dan menjadikan warga sipil sebagai korban, apa kabar dengan penduduk Palestina yang selalu berada dalam ancaman dan ketakutan.
Dari sekian banyak hal, setidaknya satu kasus ini bisa memperlihatkan bentuk kemunafikan dari negara tersebut.
3. Swedia
Swedia merupakan sebuah negara Nordik di kawasan Eropa Utara. Negara ini berbatasan dengan Norwegia di barat dan utara, Finlandia di timur, serta terhubung dengan Denmark di bagian barat daya.
Pada beberapa waktu terakhir, Swedia tengah menjadi sorotan dunia internasional, khususnya umat Islam. Hal ini terkait maraknya aksi pembakaran salinan kitab suci Al-Qur’an yang dilakukan warga negaranya.
Sebagai contoh, bisa diambil momen ketika politisi sayap kanan Rasmus Paludan yang melakukan pembakaran di depan gedung Kedutaan Turki, Stockholm pada awal 2023 lalu.
Tindakan itu jelas memicu kecaman dunia internasional dan kemarahan dari negara-negara Islam.
Mengutip laman Middle East Monitor, pemerintah Swedia di satu sisi memang mengkritik pembakaran salinan Al-Qur’an oleh Paludan.
Namun, mereka ternyata juga memberi izin tindakan tersebut dengan dalih kebebasan berekspresi sebagai bagian dari demokrasi.
Melalui tindakannya, Swedia terkesan seperti menerapkan standar ganda. Pendapat ini sempat dilontarkan mantan politisi sayap kanan Belanda bernama Arnoud van Doorn.
Dia menyoroti fenomena akhir-akhir ini terkait pembakaran salinan Al-Qur’an di Swedia dan Belanda dan melihat adanya standar ganda terhadap umat Muslim.
“Seperti yang Anda ketahui, ada standar ganda terhadap muslim. Jika Anda membakar bendera Israel, itu akan menjadi anti-Semitisme, jika Anda membakar bendera pelangi (LGBT), itu adalah ujaran kebencian. Mereka semua provokatif, itu semua tindak pidana. Tapi jika Anda membakar Al-Qur'an, merusaknya atau mengolok-oloknya dengan cara lain, maka itu adalah kebebasan berekspresi," katanya seperti dikutip Middle East Monitor.
4. Pakistan
Kemunafikan dan demokrasi menjadi dua konsep berbeda yang kerap berjalan beriringan. Tak jarang, hal ini terjadi pada sebuah negara yang mengklaim dirinya mengusung asas demokrasi, namun justru menimbulkan kegaduhan.
Sejak meraih kemerdekaan, Pakistan berdiri sebagai negara demokratis. Pada awal pendiriannya, pergolakan di negara ini tak bisa terbendung dan sempat beberapa kali terjadi kudeta.
Mengutip Modern Diplomacy, demokrasi Pakistan bisa diukur dengan beberapa indikator seperti kebebasan berbicara, kebebasan pers, proses pemilu yang adil, hingga supremasi hukum.
Melihat riwayatnya, negara ini telah berjuang untuk membangun pers yang bebas dan independen. Dulunya, mereka memiliki sejarah panjang terkait kontrol media oleh pemerintah.
Pada perkembangannya, situasinya memang telah membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Kebebasan Pers Dunia dengan peringkat 145 dari 180 negara pada tahun 2020.
Kemudian, ada juga proses pemilu yang menjadi indikator penting lain dari tingkat demokrasi di suatu negara. Pakistan memiliki catatan campuran dalam aspek ini.
Pemilu tahun 1970, 1977, dan 1988 dianggap bebas dan adil, tetapi pemilihan tahun 2002 dan 2008 telah dirusak oleh tuduhan kecurangan.
Sama seperti kebebasan pers, proses pemilu di negara ini mulai membaik. Namun, Pakistan masih menempati peringkat rendah pada Indeks Demokrasi, yakni dengan peringkat 111 dari 167 negara pada tahun 2020.
Itulah sejumlah negara paling munafik di dunia yang menarik diketahui.
(sya)