Rusia Tawarkan Rencana Ketahanan Pangan Baru ke Afrika
loading...
A
A
A
“Tuntutan Barat terlihat sangat aneh,” ujar diplomat itu, “karena mereka datang dari negara-negara yang secara terbuka menyatakan demokrasi dan kebebasan memilih, tetapi dalam praktiknya menuntut tunduk pada perintah mereka.”
Ada juga bentuk tekanan lain selain politik dan diplomasi, menurut duta besar itu, termasuk pemaksaan ekonomi dan keuangan.
“Kondisi politik diberlakukan untuk penyediaan bantuan ekonomi ke sejumlah negara baik melalui Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, di mana Amerika Serikat menggunakan posisi dominannya untuk mengedepankan kondisi politik,” ujar dia.
“Persyaratan serupa sedang ditetapkan oleh Uni Eropa, ketika alokasi pinjaman disyaratkan pada pemutusan kontak dengan pihak Rusia, atau pengurangannya seminimal mungkin, tidak menghadiri pertemuan puncak atau tidak berpartisipasi dalam acara (lainnya),” papar Ozerov.
Namun demikian, diplomat tersebut menekankan, “Rusia belum melihat negara-negara Afrika mengikuti perintah ini secara massal.”
“Sekarang jelas bahwa blok Barat tidak dapat membengkokkan semua negara lain sesuai keinginannya, karena alasan obyektif,” tegas Ozerov, kemungkinan menyinggung G7 yang semakin tidak populer di dunia ketika negara-negara BRICS perlahan-lahan menggerakkan planet ini ke arah multipolaritas politik dan ekonomi yang sejati.
Delegasi dari 49 dari 54 negara Afrika mengonfirmasi rencana mereka untuk berpartisipasi dalam KTT Rusia-Afrika pekan lalu, dengan sekitar setengahnya diwakili di tingkat tertinggi oleh kepala negara atau kepala pemerintahan, menurut Kementerian Luar Negeri Rusia.
Menjelang KTT, Presiden Rusia Putin menulis artikel yang menguraikan visinya tentang prospek kerja sama antara Rusia dan negara-negara Afrika.
Ozerov mengindikasikan para pemimpin Rusia dan Afrika akan mengadopsi deklarasi kebijakan menyeluruh, rencana aksi bersama, serta tiga dokumen tentang kerja sama sektoral di KTT, dengan yang terakhir berkaitan dengan "perang melawan terorisme, non-penyebaran senjata di luar angkasa dan keamanan informasi internasional."
“Kementerian Luar Negeri Rusia berharap dokumen ini akan menjadi platform untuk kerja sama dengan negara-negara Afrika dalam menciptakan konfigurasi baru hubungan internasional, berdasarkan kesetaraan dan dunia multipolar daripada kediktatoran sepihak," ungkap diplomat itu.
Ada juga bentuk tekanan lain selain politik dan diplomasi, menurut duta besar itu, termasuk pemaksaan ekonomi dan keuangan.
“Kondisi politik diberlakukan untuk penyediaan bantuan ekonomi ke sejumlah negara baik melalui Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, di mana Amerika Serikat menggunakan posisi dominannya untuk mengedepankan kondisi politik,” ujar dia.
“Persyaratan serupa sedang ditetapkan oleh Uni Eropa, ketika alokasi pinjaman disyaratkan pada pemutusan kontak dengan pihak Rusia, atau pengurangannya seminimal mungkin, tidak menghadiri pertemuan puncak atau tidak berpartisipasi dalam acara (lainnya),” papar Ozerov.
Namun demikian, diplomat tersebut menekankan, “Rusia belum melihat negara-negara Afrika mengikuti perintah ini secara massal.”
“Sekarang jelas bahwa blok Barat tidak dapat membengkokkan semua negara lain sesuai keinginannya, karena alasan obyektif,” tegas Ozerov, kemungkinan menyinggung G7 yang semakin tidak populer di dunia ketika negara-negara BRICS perlahan-lahan menggerakkan planet ini ke arah multipolaritas politik dan ekonomi yang sejati.
Delegasi dari 49 dari 54 negara Afrika mengonfirmasi rencana mereka untuk berpartisipasi dalam KTT Rusia-Afrika pekan lalu, dengan sekitar setengahnya diwakili di tingkat tertinggi oleh kepala negara atau kepala pemerintahan, menurut Kementerian Luar Negeri Rusia.
Menjelang KTT, Presiden Rusia Putin menulis artikel yang menguraikan visinya tentang prospek kerja sama antara Rusia dan negara-negara Afrika.
Deklarasi Kebijakan
Ozerov mengindikasikan para pemimpin Rusia dan Afrika akan mengadopsi deklarasi kebijakan menyeluruh, rencana aksi bersama, serta tiga dokumen tentang kerja sama sektoral di KTT, dengan yang terakhir berkaitan dengan "perang melawan terorisme, non-penyebaran senjata di luar angkasa dan keamanan informasi internasional."
“Kementerian Luar Negeri Rusia berharap dokumen ini akan menjadi platform untuk kerja sama dengan negara-negara Afrika dalam menciptakan konfigurasi baru hubungan internasional, berdasarkan kesetaraan dan dunia multipolar daripada kediktatoran sepihak," ungkap diplomat itu.