Rusia Tawarkan Rencana Ketahanan Pangan Baru ke Afrika

Selasa, 25 Juli 2023 - 22:01 WIB
loading...
Rusia Tawarkan Rencana Ketahanan Pangan Baru ke Afrika
Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu para pemimpin Afrika di Sochi, 24 Oktober 2019. Foto/sputnik
A A A
MOSKOW - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Rusia-Afrika kedua dan Forum Ekonomi dan Kemanusiaan Rusia-Afrika akan berlangsung di St Petersburg pada 27-28 Juli 2023.

Presiden Rusia Vladimir Putin diperkirakan bertemu dengan para pemimpin dan perwakilan dari 49 negara Afrika berbeda yang telah mengonfirmasi rencana untuk ambil bagian.

Rusia akan menawarkan kepada negara-negara Afrika alternatif dari Kesepakatan Gandum Laut Hitam yang sudah tidak berlaku lagi untuk memastikan kelangsungan ketahanan pangan benua itu, menurut duta besar Kementerian Luar Negeri Rusia Oleg Ozerov.

“Tentu saja, ini bukan hanya diskusi, tetapi diskusi dengan solusi untuk negara-negara Afrika sehingga mereka meninggalkan St Petersburg dengan pemahaman yang jelas bagaimana masalah ini akan diselesaikan,” ujar diplomat Rusia, yang mengepalai Forum Kemitraan Rusia-Afrika itu kepada Sputnik.

“Rusia telah memberikan bantuan ke beberapa negara Afrika sebelumnya, termasuk pengiriman pupuk gratis ke negara-negara termasuk Malawi dan Kenya,” ungkap Ozerov.

Moskow menangguhkan keikutsertaannya dalam kesepakatan biji-bijian Laut Hitam pekan lalu. Rusia menyebut kegagalan negara-negara Barat memfasilitasi ekspor makanan dan pupuk Rusia.

Kremlin menunjukkan hanya 3% dari biji-bijian yang dikirim dari Ukraina berdasarkan perjanjian tersebut benar-benar pergi ke negara-negara yang membutuhkan di Afrika dan Asia, dengan sebagian besar berakhir di Eropa dan Turki.



Kekuatan Barat telah gagal menggertak negara-negara Afrika agar tunduk dan membujuk mereka untuk tidak menghadiri KTT yang akan datang di St Petersburg, menurut Ozerov.

“Tekanan sedang dilakukan. Ini adalah karakter permanen. Tekanan ini diberikan melalui berbagai saluran, melalui korps diplomatik negara-negara Barat, yang secara harfiah setiap hari mencoba menghalangi perwakilan negara-negara Afrika untuk bepergian ke Rusia, dan yang menuntut agar negara-negara Afrika dengan tegas memilih satu kamp,” papar Ozerov.

“Tuntutan Barat terlihat sangat aneh,” ujar diplomat itu, “karena mereka datang dari negara-negara yang secara terbuka menyatakan demokrasi dan kebebasan memilih, tetapi dalam praktiknya menuntut tunduk pada perintah mereka.”

Ada juga bentuk tekanan lain selain politik dan diplomasi, menurut duta besar itu, termasuk pemaksaan ekonomi dan keuangan.

“Kondisi politik diberlakukan untuk penyediaan bantuan ekonomi ke sejumlah negara baik melalui Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia, di mana Amerika Serikat menggunakan posisi dominannya untuk mengedepankan kondisi politik,” ujar dia.

“Persyaratan serupa sedang ditetapkan oleh Uni Eropa, ketika alokasi pinjaman disyaratkan pada pemutusan kontak dengan pihak Rusia, atau pengurangannya seminimal mungkin, tidak menghadiri pertemuan puncak atau tidak berpartisipasi dalam acara (lainnya),” papar Ozerov.

Namun demikian, diplomat tersebut menekankan, “Rusia belum melihat negara-negara Afrika mengikuti perintah ini secara massal.”

“Sekarang jelas bahwa blok Barat tidak dapat membengkokkan semua negara lain sesuai keinginannya, karena alasan obyektif,” tegas Ozerov, kemungkinan menyinggung G7 yang semakin tidak populer di dunia ketika negara-negara BRICS perlahan-lahan menggerakkan planet ini ke arah multipolaritas politik dan ekonomi yang sejati.

Delegasi dari 49 dari 54 negara Afrika mengonfirmasi rencana mereka untuk berpartisipasi dalam KTT Rusia-Afrika pekan lalu, dengan sekitar setengahnya diwakili di tingkat tertinggi oleh kepala negara atau kepala pemerintahan, menurut Kementerian Luar Negeri Rusia.

Menjelang KTT, Presiden Rusia Putin menulis artikel yang menguraikan visinya tentang prospek kerja sama antara Rusia dan negara-negara Afrika.

Deklarasi Kebijakan


Ozerov mengindikasikan para pemimpin Rusia dan Afrika akan mengadopsi deklarasi kebijakan menyeluruh, rencana aksi bersama, serta tiga dokumen tentang kerja sama sektoral di KTT, dengan yang terakhir berkaitan dengan "perang melawan terorisme, non-penyebaran senjata di luar angkasa dan keamanan informasi internasional."

“Kementerian Luar Negeri Rusia berharap dokumen ini akan menjadi platform untuk kerja sama dengan negara-negara Afrika dalam menciptakan konfigurasi baru hubungan internasional, berdasarkan kesetaraan dan dunia multipolar daripada kediktatoran sepihak," ungkap diplomat itu.

Kerjasama Keamanan


Di bidang keamanan, duta besar Rusia menunjukkan Moskow tidak memiliki kehadiran militer di Afrika, dengan permintaan negara-negara Afrika tertentu hanya mengenai bantuan keamanan.

"Kami tidak memiliki kehadiran militer di sana. Ada permintaan ke Rusia untuk memberikan bantuan keamanan. Tapi itu bukan kehadiran militer. Kehadiran militer adalah ketika seseorang mengirim pasukan. Kami tidak mengirim mereka. Kami mengirimkan instruktur atas permintaan negara-negara Afrika," pungkas Ozerov.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1086 seconds (0.1#10.140)