Suu Kyi Sesumbar Rekonsiliasi saat Muslim Rohingya Ditumpas

Kamis, 01 Desember 2016 - 00:17 WIB
Suu Kyi Sesumbar Rekonsiliasi saat Muslim Rohingya Ditumpas
Suu Kyi Sesumbar Rekonsiliasi saat Muslim Rohingya Ditumpas
A A A
SINGAPURA - Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pada Rabu (30/11/2016) sesumbar akan mewujudkan perdamaian dan rekonsiliasi nasional dalam sebuah forum bisnis di Singapura. Komentar Suu Kyi muncul di saat masyarakat internasional mengecam sikapnya yang diam melihat penumpasan brutal terhadap kelompok minoritas Muslim Rohingya di negaranya.

Selain krisis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar juga sedang menghadapi pemberontakan sejumlah kelompok di wilayah utara negara bagian Shan, yang menyebabkan ribuan orang melarikan diri ke wilayah China pada bulan ini.

”Seperti yang Anda tahu, kami memiliki banyak tantangan. Negara kami tercipta dari banyak komunitas etnis, dan kami harus bekerja untuk mencapai stabilitas dan (penegakan) aturan hukum,” kata Suu Kyi di forum International Enterprise Singapore Global Conversations, seperti dikutip Channel News Asia.

“Bisnis tidak ingin berinvestasi di negara-negara yang tidak stabil. Kami tidak ingin menjadi tidak stabil, tapi kami telah memiliki sejarah panjang soal perpecahan di bangsa kami. Rekonsiliasi nasional dan perdamaian mau tidak mau penting bagi kami. (Rekonsiliasi) ini bukan soal pilihan. Ini tidak dapat dihindari,” katanya lagi.

Pernyataan Suu Kyi datang sehari setelah Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengutuk penggunaan kekerasan dan penumpasan brutal oleh individu bersenjata di wilayah utara negara bagian Rakhine. Kekerasan itu telah mendorong ribuan warga Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.

OHCHR dalam pernyataan mengatakan bahwa serangan brutal terhadap masyarakat Rohingya itu dilakukan oleh pasukan militer Myanmar. OHCHR memperingatkan bahwa tindakan pasukan Myanmar berpotensi masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan.

”Sangat penting bahwa pemerintah menjamin upaya untuk memulihkan keamanan yang tegas berdasarkan pada standar dan hukum hak asasi manusia internasional, dan bahwa ini diakui oleh penduduk yang terkena bencana,” bunyi pernyataan OHCHR.

Sebelumnya, mantan Sekjen PBB Kofi Annan yang memulai kunjungan selama seminggu ke Myanmar menyampaikan keprihatinan yang mendalam atas kekerasan di negara bagian Rakhine, yang telah menyebabkan sekitar 30 ribu orang mengungsi guna menghindari kekerasan brutal.

Human Rights Watch juga telah menemukan bukti bahwa ratusan bangunan di desa-desa komunitas Rohingya diratakan dan dibakar setelah menganalisis citra satelit. Para pengungsi Rohingya yang berhasil melarikan diri ke Bangladesh juga mengungkap tindakan pemerkosaan, penyiksaan dan pembunuhan brutal oleh pasukan Myanmar.

Namun, militer dan pemerintah Myanmar telah membantah terlibat dalam penganiayaan sistematis terhadap kelompok minoritas Muslim Rohingya. Militer mengklaim bahwa mereka hanya memburu militan yang terlibat serangan terhadap pos-pos perbatasan yang menewaskan sembilan polisi Myanmar pada 9 Oktober 2016 lalu.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4641 seconds (0.1#10.140)