Pemerintah Diminta Waspadai Kegiatan Reklamasi Ilegal Vietnam di LCS
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pada 14 Juni 2023, WikiLeaks merilis sebuah dokumen yang katanya dibocorkan dari Kementerian Pertahanan Vietnam. Isinya mengungkapkan bahwa Vietnam telah menduduki puluhan pulau karang di Kepulauan Spratly.
Dokumen anonim itu turut menjadi viral di media sosial Indonesia dengan ramai yang memprotes kegiatan ilegal Vietnam di Laut China Selatan (LCS). Akun Twitter @janenuby mengunggah beberapa foto dokumen tersebut disertai dengan narasi "Menurut dokumen yang dibocorkan dari Kementerian Pertahanan Vietnam, Vietnam telah menduduki puluhan pulau karang di Kepulauan Spratly" pada Jumat lalu.
Dalam beberapa tahun terakhir, Vietnam terus meningkatkan kehadiran militernya di LCS, secara ilegal menguasai banyak pulau karang di Kepulauan Spratly, dan terus meningkatkan upayanya dalam pembangunan pulau karang.
Pendudukan Vietnam atas Kepulauan Spratly dimulai pada tahun 1956, ketika rezim Vietnam Selatan mengirimkan pasukan angkatan laut untuk mendarat di Pulau Spratly. Setelah tentara Vietnam Selatan diusir dari Kepulauan Paracel pada tahun 1970-an, mereka berturut-turut menduduki Pulau Spratly, Pulau Namyit, dan pulau karang lainnya di Kepulauan Spratly. Pulau karang tersebut sangat penting secara geografis, dapat menghubungkan dari utara ke selatan dan wilayahnya relatif luas, sehingga dapat membangun fasilitas militer yang relatif lengkap.
Setelah menguasai pulau karang tersebut, Vietnam pun memulai sejumlah proyek pembangunan. Mereka mereklamasi dan memperluas wilayah besar-besaran di beberapa pulau karang besar, seperti Sand Cay dan Pulau Namyit.
Satelit Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa, Vietnam telah melakukan reklamasi di atas 20 pulau karang, termasuk Pulau Namyit, Pearson Reef dan Sand cay hingga saat ini. Menurut statistik, dari 2019 hingga 2023, luas reklamasi baru masing-masing pulau karang adalah 210 hektar, dan total area yang telah direklamasi Vietnam di kepulauan Spratly menjadi 276 hektar.
Menurut temuan citra satelit AS pada pertengahan April 2023, Vietnam telah mereklamasi sebuah pulau kecil seluas 0,26 kilometer persegi di Pigeon Reef, dan juga menggali dua saluran untuk memudahkan masuknya kapal.
Selain itu, Vietnam telah melakukan operasi reklamasi putaran kedua di Sand Cay yang ditempati secara ilegal oleh Vietnam, dan luasnya telah berlipat ganda dibandingkan dengan luas aslinya.
Di Pulau Namyit, Vietnam menggunakan kapal keruk hisap pemotong untuk reklamasi. Itu tidak hanya memperluas daratan pulau karang beberapa kali, tetapi juga membangun tempat berlindung yang aman di pulau itu.
Kegiatan reklamasi ilegal Vietnam di Laut China Selatan telah menarik tentangan keras dari negara-negara tetangga, termasuk Filipina dan Indonesia.
Pada 14 Januari 2022, Departemen Luar Negeri Filipina (DFA) mengajukan nota diplomatik kepada kedutaan Vietnam di Filipina, menentang kegiatan ekspansi Vietnam di Pulau Namyit dimana Filipina memiliki kedaulatan dan yurisdiksi.
Pada 21 Juli 2022, Departemen Luar Negeri Filipina kembali mengirimkan nota diplomatik kepada Vietnam, menyampaikan protes terkait dengan "aktivitas agresif" Vietnam di Pulau Namyit, Pearson Reef, dan Sand Cay.
Dalam notanya, Filipina menyebut tindakan Vietnam telah melanggar kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksi Filipina sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Filipina juga mendesak Vietnam menghentikan "aktivitas agresif" dan mematuhi ketentuan hukum internasional.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Ravindra Airlangga juga mengatakan bahwa aktivitas reklamasi Vietnam di Kepulauan Spratly berpotensi meningkatkan ketegangan regional.
"Dan akan merugikan kepentingan nelayan kita, harus diwaspadai Pemerintah," ucapnya, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Dokumen anonim itu turut menjadi viral di media sosial Indonesia dengan ramai yang memprotes kegiatan ilegal Vietnam di Laut China Selatan (LCS). Akun Twitter @janenuby mengunggah beberapa foto dokumen tersebut disertai dengan narasi "Menurut dokumen yang dibocorkan dari Kementerian Pertahanan Vietnam, Vietnam telah menduduki puluhan pulau karang di Kepulauan Spratly" pada Jumat lalu.
Dalam beberapa tahun terakhir, Vietnam terus meningkatkan kehadiran militernya di LCS, secara ilegal menguasai banyak pulau karang di Kepulauan Spratly, dan terus meningkatkan upayanya dalam pembangunan pulau karang.
Pendudukan Vietnam atas Kepulauan Spratly dimulai pada tahun 1956, ketika rezim Vietnam Selatan mengirimkan pasukan angkatan laut untuk mendarat di Pulau Spratly. Setelah tentara Vietnam Selatan diusir dari Kepulauan Paracel pada tahun 1970-an, mereka berturut-turut menduduki Pulau Spratly, Pulau Namyit, dan pulau karang lainnya di Kepulauan Spratly. Pulau karang tersebut sangat penting secara geografis, dapat menghubungkan dari utara ke selatan dan wilayahnya relatif luas, sehingga dapat membangun fasilitas militer yang relatif lengkap.
Setelah menguasai pulau karang tersebut, Vietnam pun memulai sejumlah proyek pembangunan. Mereka mereklamasi dan memperluas wilayah besar-besaran di beberapa pulau karang besar, seperti Sand Cay dan Pulau Namyit.
Satelit Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa, Vietnam telah melakukan reklamasi di atas 20 pulau karang, termasuk Pulau Namyit, Pearson Reef dan Sand cay hingga saat ini. Menurut statistik, dari 2019 hingga 2023, luas reklamasi baru masing-masing pulau karang adalah 210 hektar, dan total area yang telah direklamasi Vietnam di kepulauan Spratly menjadi 276 hektar.
Menurut temuan citra satelit AS pada pertengahan April 2023, Vietnam telah mereklamasi sebuah pulau kecil seluas 0,26 kilometer persegi di Pigeon Reef, dan juga menggali dua saluran untuk memudahkan masuknya kapal.
Selain itu, Vietnam telah melakukan operasi reklamasi putaran kedua di Sand Cay yang ditempati secara ilegal oleh Vietnam, dan luasnya telah berlipat ganda dibandingkan dengan luas aslinya.
Di Pulau Namyit, Vietnam menggunakan kapal keruk hisap pemotong untuk reklamasi. Itu tidak hanya memperluas daratan pulau karang beberapa kali, tetapi juga membangun tempat berlindung yang aman di pulau itu.
Kegiatan reklamasi ilegal Vietnam di Laut China Selatan telah menarik tentangan keras dari negara-negara tetangga, termasuk Filipina dan Indonesia.
Pada 14 Januari 2022, Departemen Luar Negeri Filipina (DFA) mengajukan nota diplomatik kepada kedutaan Vietnam di Filipina, menentang kegiatan ekspansi Vietnam di Pulau Namyit dimana Filipina memiliki kedaulatan dan yurisdiksi.
Pada 21 Juli 2022, Departemen Luar Negeri Filipina kembali mengirimkan nota diplomatik kepada Vietnam, menyampaikan protes terkait dengan "aktivitas agresif" Vietnam di Pulau Namyit, Pearson Reef, dan Sand Cay.
Dalam notanya, Filipina menyebut tindakan Vietnam telah melanggar kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksi Filipina sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Filipina juga mendesak Vietnam menghentikan "aktivitas agresif" dan mematuhi ketentuan hukum internasional.
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR RI Ravindra Airlangga juga mengatakan bahwa aktivitas reklamasi Vietnam di Kepulauan Spratly berpotensi meningkatkan ketegangan regional.
"Dan akan merugikan kepentingan nelayan kita, harus diwaspadai Pemerintah," ucapnya, Jakarta, Selasa (18/7/2023).
(ian)