Militer Indonesia Dikritik Ketinggalan Zaman saat Seteru Laut China Selatan Memanas

Kamis, 24 Oktober 2024 - 10:10 WIB
loading...
Militer Indonesia Dikritik...
Para pakar mengkritik militer Indonesia sudah ketinggalan zaman saat ketegangan di Laut China Selatan memanas. Foto/SINDOnews.com
A A A
JAKARTA - Para pakar telah mengkritik militer Indonesia yang mereka sebut sudah ketinggalan zaman. Kritik ini bermunculan saat ketegangan di Laut China Selatan sedang memanas.

Indonesia telah melakukan belanja besar-besaran untuk memodernisasi militernya karena tenggat waktu yang ditetapkan sendiri untuk meningkatkan kekuatan pertahanannya semakin dekat.

Di pucuk pimpinan belanja besar-besaran ini: Prabowo Subianto —pensiunan Jenderal Angkatan Darat yang menjadi menteri pertahanan dan sekarang adalah presiden baru Indonesia—telah menandatangani kesepakatan untuk merombak peralatan tempur dan pertahanan yang sudah berusia puluhan tahun.

Namun, Indonesia dinilai tertinggal dalam memenuhi target modernisasi militernya, bahkan dengan kenaikan belanja sebesar 20 persen untuk perangkat keras militer—menjadi USD25 miliar, yang didanai oleh pinjaman luar negeri—yang disetujui November tahun lalu untuk periode 2020 hingga 2024.



Para anggota Parlemen sebelumnya mengkritik Prabowo atas rencana kesepakatan pengadaan jet tempur bekas dari Qatar. Dia kemudian harus meninggalkan kesepakatan tersebut karena masalah pendanaan.

Modernisasi militer Indonesia yang dikenal sebagai rencana Minimum Essential Force (MEF)—yang telah berlangsung selama 15 tahun—telah menargetkan kemampuan pertahanan minimal untuk menghadapi ancaman terhadap kedaulatannya. Cetak biru seperti itu sangat dibutuhkan, kata para pakar.

“Banyak peralatan pertahanan kita yang sudah usang,” kata Khairul Fahmi, seorang analis militer di Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) yang berbasis di Jakarta, seperti dikutip Channel News Asia, Kamis (24/10/2024).

Hampir setengah dari peralatan militer operasional Indonesia tidak layak untuk peperangan modern, sehingga menimbulkan risiko keamanan, katanya dalam laporan terpisah di sebuah media pada Desember lalu.

Negara kepulauan terbesar di dunia ini bahkan telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mengekang serangan ke perairannya, yang merupakan dua pertiga wilayahnya.
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1527 seconds (0.1#10.140)