Sejarah Baru di Hagia Sophia

Jum'at, 24 Juli 2020 - 06:13 WIB
loading...
Sejarah Baru di Hagia...
Foto/Koran SINDO
A A A
ISTANBUL - Turki hari ini mencatat sejarah besar. Hagia Sophia , bangunan monumental berusia 1482 tahun yang sejak Republik Turki berdiri berfungsi sebagai museum, kini beralih menjadi masjid. Peralihan fungsi ini akan ditandai dengan pembukaan Hagia Sophia untuk salat Jumat.

Keputusan besar Pemerintah Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan ini mendapat apresiasi positif dari banyak kalangan. Meski begitu polemik dan kritik atas langkah Erdogan ini juga tak henti bermunculan.

Koresponden SINDOMedia di Turki, Savran Billahi, melaporkan persiapan pembukaan masjid sarat sejarah ini terus dimatangkan. Setelah terakhir kali sebagai masjid 86 tahun silam, Hagia Shopia siap dibuka kembali hari ini sebagai tempat ibadah umat Islam.

Pintu masjid rencananya dibuka mulai pukul 10.00 waktu setempat. Menurut Gubernur Istanbul Ali Yerlikaya, antusiasme umat Islam sangat tinggi untuk hadir dalam peristiwa monumental ini sehingga perlu disiapkan lima area tambahan di sekeliling masjid. (Baca: Turki tegaskan Kemenangan Spiritualitas dengan Masjid Hagia Sophia)

Untuk meningkatkan keamanan, beberapa jalan raya dan jalur metro akan ditutup sebelum dan selama salat. “Pintu masuk menuju area ibadah salat Jumat akan dibuka setelah adanya pemeriksaan keamanan di 11 titik. Jamaah juga diimbau membawa masker dan sajadah pribadi,” ujar Ali seperti dikutip Anadolu Agency.

Peristiwa besar ini pun tak ingin dilewatkan begitu saja oleh Pemerintah Turki. Erdogan telah mengundang sejumlah pemimpin negara lain untuk menghadiri pembukaan Hagia Sophia yang berubah menjadi masjid kembali.

Yang menarik, Erdogan juga mengundang pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus untuk hadir langsung di bangunan yang selama 9 abad lebih sebagai gereja tersebut. “Turki mengundang semua orang untuk berkunjung ke masjid (Hagia Sophia), termasuk Paus Fransiskus,” kata Ibrahim Kalim, Juru Bicara Kepresidenan Turki, seperti dilansir Anadolu. Diperkirakan akan ada 1.000–1.500 orang ikut salat Jumat perdana hari ini. Salat Jumat akan dipimpin Ali Erbas, pemimpin Direktorat Hubungan Agama Turki (Diyanet).

Belum ada informasi pasti apakah Paus akan hadir atau tidak dalam acara ini. Pekan lalu Paus sempat mengecam keputusan Turki mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. “Pikiran saya berpikir tentang Istanbul. Saya berpikir tentang Hagia Sophia dan saya sangat sedih,” katanya. (Baca juga: Habib Rizieq Center Tantang megawati dan kepala BPIP debat Terbuka)

Atas masukan berbagai kalangan, termasuk Kristen, Kalin menandaskan, Turki tidak akan menutup beberapa mozaik yang menjadi polemik. Sebelumnya lembaga keagamaan Turki mengatakan kehadiran lukisan-lukisan tidak akan menjadi penghalang dalam pelaksanaan ibadah salat. "Masjid Hagia Sophia pun tetap bisa terbuka untuk pengunjung reguler, siapa pun yang ingin pergi dan melihat mozaik itu," papar Kalin.

Selain oleh Erdogan, salat Jumat ini akan dihadiri pemimpin Partai Pergerakan Nasionalis (MHP) Devlet Bahceli, para deputi sertai anggota Partai Pembangunan dan Keadilan (AKP) serta para menteri pemerintahan Turki.

Hagia Sophia pertama kali dibangun sebagai gereja pada periode Bizantium dan kemudian menjadi masjid setelah Sultan Ottoman Mehmed II menaklukkan Istanbul pada 1453. Pada 1934 Pemerintah Turki mengubah masjid ikonik itu menjadi museum. (Baca juga: Warga Tionghoa di DIY Boleh Punya Hak Milik Tanah)

Pada tahun 537 atau setelah pembangunan katedral rampung, kota ini menjadi tempat kedudukan pimpinan gereja ortodoks. Upacara kenegaraan Kekaisaran Bizantium seperti penobatan dilangsungkan di bangunan tersebut. Hagia Sophia menjadi rumah bagi Gereja Ortodoks Timur selama hampir 900 tahun, tetapi sempat dilarang pada periode singkat di abad ke-13 ketika tempat ini diubah menjadi Katedral Katolik Roma di bawah kontrol pasukan invasi dari Eropa selama Perang Salib Keempat.

Namun pada 1453 Kekhalifahan Utsmaniyah di bawah Sultan Mehmed II atau Muhammad al-Fatih menguasai Konstantinopel dan mengganti namanya menjadi Istanbul serta mengakhiri Kekaisaran Bizantium untuk selamanya. Saat memasuki Hagia Sophia , Mehmed II bersikeras untuk merenovasi dan mengubahnya menjadi masjid. Dia menghadiri salat Jumat pertama di gedung itu. Para arsitek Utsmaniyah kemudian menghapus atau menutupi simbol-simbol Kristen Ortodoks di dalam bangunan itu dan menambahkan menara ke dalam strukturnya.

Hingga selesai pembangunan Masjid Biru di Istanbul pada 1616, Hagia Sophia adalah masjid utama di kota tersebut dan arsitekturnya mengilhami pembangunan Masjid Biru dan beberapa masjid lain di sekitar kota maupun dunia.

Setelah berakhirnya Perang Dunia I pada 1918, Kekaisaran Utsmaniyah yang mengalami kekalahan dipecah-pecah wilayahnya oleh negara-negara Sekutu sebagai pihak yang menang. Sejak dibuka kembali untuk umum dan museum pada 1935, tempat ini menjadi salah satu tempat wisata paling banyak dikunjungi di Turki.

Masih Polemik

Upaya mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid masih menyisakan polemik panjang. Langkah Erdogan dinilai kental nuansa politik sebagai upaya pengalihan isu dan menarik perhatian rakyat Turki dari krisis ekonomi.

Banyak jajak pendapat di Turki mendukung upaya untuk mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid. Namun Erdogan kini sedang menyiapkan pemilu sela. Dia juga memanfaatkan momen itu agar partainya, AKP, yang sedang tidak populer kembali meraih dukungan. Erdogan dinilai ingin memperkuat legasinya. Dia ingin mengubah Turki dari negara sekuler menjadi negara Islam.

“Dengan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, hal itu akan menandai berakhirnya parenthesis,” kata Selim Koru, analis dari Tepav, think tank di Ankara. Parenthesis identik dengan pemerintahan Kemal Attaturk pada 1920-an yang cenderung sekuler. (Baca juga: 8 Remaja Jadi Tersangka Tawuran Berdarah di Kota Bekasi)

Pengamat politik Timur Tengah dari Binus University Tia Mariatul Kibtiah mengatakan tidak ada yang aneh dengan langkah Erdogan. Senada dengan Selim Koru, Kibtiah menilai sejak awal kemunculan di dunia politik Erdogan selalu membawa bendera agama. Dia ingin mengubah Turki yang liberal dari era Kemal Attaturk yang menghapus simbol-simbol agama.

Erdogan mencoba mengembalikan kejayaan era Ottoman Empire. “Jadi dia selalu bilang ke dunia, tujuan berpolitik bukan sekadar kekuasaan, tapi ingin mengembalikan Ottoman Empire melalui Turki,” ujarnya kemarin.

Tia mengungkapkan, langkah Erdogan selalu bagus dalam upaya mencapai tujuan politiknya. Namanya begitu populer di dunia internasional, termasuk di Indonesia. Namun Tia menilai langkahnya mengubah Hagia Shopia dari museum menjadi masjid tidak akan berhasil untuk meraih dukungan warga Turki secara mayoritas dan internasional. “Dia mempertahankan lingkup domestik tanpa memperhatikan impact di luar negeri, itu salah,” tutur dosen jurusan hubungan internasional tersebut.

Soli Ozel dari Universitas Kadir Has juga menilai kebijakan Erdogan tak akan banyak memberi manfaat kepada warga. "Kita hidup dengan pemerintahan yang menjalankan kebijakan kosong," kata Soli seperti dilansir Economist.

Hagia Sophia memiliki makna keagamaan, spiritual, dan politik yang signifikan bagi kelompok-kelompok di dalam dan di luar Turki. Hagia Sophia bukan hanya milik Turki, tetapi warga dunia.

Sebelumnya Badan Kebudayaan PBB, UNESCO, pernah menyatakan harus ada diskusi yang mendalam sebelum Hagia Sophia diubah menjadi masjid. Wakil Direktur UNESCO Ernesto Ottone Ramirez mengatakan diperlukan adanya persetujuan yang lebih luas kalau ingin mengubah Hagia Sophia menjadi masjid. (Lihat videonya: 7 Emak-emak Nekat Joget TikTok di Jalan Tol)

Kepala Gereja Ortodoks Timur menentang langkah itu, seperti halnya Pemerintah Yunani, rumah bagi jutaan pengikut Ortodoks. Menteri Kebudayaan Yunani, Lina Mendoni, menuduh Turki menghidupkan kembali sentimen nasionalis dan agama yang fanatik. Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, memperingatkan setiap perubahan dalam status Hagia Sophia akan mengurangi kemampuannya "melayani umat manusia”.

Namun pemimpin komunitas muslim di berbagai negara menyambut keputusan Turki untuk menjadikan Hagia Sophia kembali menjadi masjid. Rateb Jnedi, Kepala Dewan Islam Federasi Australia, misalnya memberikan dukungan kepada Turki. Shaqir Fetahu, Deputi Kepala Serikat Agama Islam Republik Makedonia, juga mengucapkan selamat. “Turki di bawah kepemimpinan Erdogan menjadi bintang yang terus bersinar dan menjadi sumber bagi harapan bagi Muslim dan mereka tertindas,” kata Fetahu.

Upaya selamat juga datang dari mufti besar Kesultanan Oman Sheikh Ahmad bin Hamad al-Khalili, pejabat Kementerian Urusan Agama Palestina Abdel-Hadi al-Agha, dan Sheikh Maulana Shabbir Saloojee, Rektor Darul Uloom Zakariyya, sebuah universitas Islam di Lenasia, Afrika Selatan. (Andika H Mustaqim/Muh Shamil/F.W. Bahtiar)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2091 seconds (0.1#10.140)