Lavrov: Rusia Masih Terbuka untuk Diplomasi Terkait Ukraina
loading...
A
A
A
MOSKOW - Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov mengatakan Rusia bersedia mempertimbangkan proposal negara-negara Amerika Latin dan Afrika untuk mengakhiri konflik Ukraina. Pernyataannya muncul setelah Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengumumkan bahwa Ukraina dan Rusia sama-sama mengisyaratkan kesiapan untuk menjadi tuan rumah misi perdamaian para pemimpin Afrika.
“Kami telah menjawab kepada teman-teman Amerika Latin dan Afrika bahwa kami siap untuk mempertimbangkan proposal mereka yang didasarkan pada keinginan tulus untuk berkontribusi pada stabilisasi tatanan dunia,” ucap Lavrov saat konferensi pers bersama dengan mitranya dari Belarusia Sergey Aleynik, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (18/5/2023).
Menteri Luar Negeri Rusia itu mencatat bahwa Moskow belum menerima "apa pun di atas kertas" dari negara-negara Brasil atau Afrika.
Sebelumnya, pemimpin Afrika Selatan Ramaphosa mengungkapkan bahwa dia telah mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Ukraina Volodymyr Zelensky.
“Keduanya siap untuk menerima para pemimpin Afrika dan berdiskusi tentang bagaimana konflik ini dapat diakhiri,” kata Ramaphosa.
Menurut Ramaphosa, para pemimpin Senegal, Uganda, dan Mesir telah setuju untuk berpartisipasi dalam prakarsa tersebut.
Sabtu lalu, Zelensky menolak tawaran Paus Francis untuk membantu menegosiasikan diakhirinya konflik dengan Moskow.
"Dengan segala hormat kepada Yang Mulia, kami tidak membutuhkan mediator, kami membutuhkan perdamaian yang adil,” kata pemimpin Ukraina itu kepada media Italia.
“Anda tidak dapat menengahi dengan Putin,” tegas Zelensky.
Berbicara kepada surat kabar Spanyol El Pais awal bulan ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dia percaya bahwa negosiasi perdamaian tidak mungkin dilakukan saat ini.
Sejak Rusia meluncurkan kampanye militernya melawan Ukraina Februari lalu, beberapa negara, termasuk China, Brasil, dan Turki, telah menawarkan bantuan sebagai mediator.
Pembicaraan yang ditengahi Turki pada tahap awal konflik tampaknya hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata. Namun, Ukraina menarik diri pada awal April 2022 setelah menemukan apa yang diklaimnya sebagai bukti kejahatan perang Rusia di pinggiran kota Kiev.
Moskow membantah tuduhan itu, dan menuduh Amerika Serikat (AS) dan Inggris menggagalkan negosiasi.
Kiev sejak itu telah menghasilkan sepuluh poin rencana perdamaian yang menyerukan penarikan pasukan Rusia dari semua wilayah dalam perbatasan Ukraina tahun 1991. Ukraina juga bersikeras agar Rusia membayar reparasi dan menyerahkan pejabatnya untuk menghadapi pengadilan kejahatan perang.
Kremlin menolak rencana itu, menyebut sebagai tidak dapat diterima dan mengabaikan kenyataan di lapangan.
“Kami telah menjawab kepada teman-teman Amerika Latin dan Afrika bahwa kami siap untuk mempertimbangkan proposal mereka yang didasarkan pada keinginan tulus untuk berkontribusi pada stabilisasi tatanan dunia,” ucap Lavrov saat konferensi pers bersama dengan mitranya dari Belarusia Sergey Aleynik, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (18/5/2023).
Menteri Luar Negeri Rusia itu mencatat bahwa Moskow belum menerima "apa pun di atas kertas" dari negara-negara Brasil atau Afrika.
Sebelumnya, pemimpin Afrika Selatan Ramaphosa mengungkapkan bahwa dia telah mengadakan pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan mitranya dari Ukraina Volodymyr Zelensky.
“Keduanya siap untuk menerima para pemimpin Afrika dan berdiskusi tentang bagaimana konflik ini dapat diakhiri,” kata Ramaphosa.
Menurut Ramaphosa, para pemimpin Senegal, Uganda, dan Mesir telah setuju untuk berpartisipasi dalam prakarsa tersebut.
Sabtu lalu, Zelensky menolak tawaran Paus Francis untuk membantu menegosiasikan diakhirinya konflik dengan Moskow.
"Dengan segala hormat kepada Yang Mulia, kami tidak membutuhkan mediator, kami membutuhkan perdamaian yang adil,” kata pemimpin Ukraina itu kepada media Italia.
“Anda tidak dapat menengahi dengan Putin,” tegas Zelensky.
Berbicara kepada surat kabar Spanyol El Pais awal bulan ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan dia percaya bahwa negosiasi perdamaian tidak mungkin dilakukan saat ini.
Sejak Rusia meluncurkan kampanye militernya melawan Ukraina Februari lalu, beberapa negara, termasuk China, Brasil, dan Turki, telah menawarkan bantuan sebagai mediator.
Pembicaraan yang ditengahi Turki pada tahap awal konflik tampaknya hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata. Namun, Ukraina menarik diri pada awal April 2022 setelah menemukan apa yang diklaimnya sebagai bukti kejahatan perang Rusia di pinggiran kota Kiev.
Moskow membantah tuduhan itu, dan menuduh Amerika Serikat (AS) dan Inggris menggagalkan negosiasi.
Kiev sejak itu telah menghasilkan sepuluh poin rencana perdamaian yang menyerukan penarikan pasukan Rusia dari semua wilayah dalam perbatasan Ukraina tahun 1991. Ukraina juga bersikeras agar Rusia membayar reparasi dan menyerahkan pejabatnya untuk menghadapi pengadilan kejahatan perang.
Kremlin menolak rencana itu, menyebut sebagai tidak dapat diterima dan mengabaikan kenyataan di lapangan.
(ian)