Rusia, Iran, Suriah, dan Turki Bertemu di Moskow, Pukulan Baru bagi AS?
loading...
A
A
A
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian mengkonfirmasi partisipasi Iran dalam pembicaraan selama konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pekan lalu.
Dia mengatakan "pemulihan pandangan Turki dan Suriah" akan menjadi fokus mereka.
“Teheran dan Moskow juga akan berupaya mendekatkan pandangan ini. Dan jika beberapa kerangka ditentukan pada negosiasi ini, pertemuan berikutnya dapat diadakan di tingkat menteri luar negeri,” papar Amir-Abdollahian.
Iran bergabung dengan proses normalisasi diplomatik yang dipimpin Rusia pada Januari, dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan "sangat logis" bagi Teheran untuk ambil bagian, karena Moskow, Teheran, dan Ankara semuanya adalah anggota Proses Astana untuk perdamaian Suriah.
“Kami percaya bahwa perbedaan antara Damaskus dan Ankara dapat diatasi, dan akan terus membantu para pihak dalam menemukan solusi yang dapat diterima bersama demi menormalisasi hubungan antar negara di antara mereka dan memulihkan keramahan tradisional Suriah-Turki,” ungkap Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov memberi tahu Sputnik pada Februari.
Diplomat tersebut menyatakan keyakinannya bahwa pasukan Turki di Suriah, kunci pertikaian antara Damaskus dan Ankara, dapat diselesaikan, karena pihak Turki telah menegaskan kembali pada tingkat tertinggi “komitmennya terhadap kedaulatan, persatuan, dan integritas wilayah Republik Arab Suriah.”
“Posisi ini tercatat dalam sejumlah dokumen Rusia-Turki dan pernyataan bersama Troika Astana,” papar Bogdanov.
Komitmen Rusia untuk memulihkan hubungan Suriah-Turki dijabarkan dalam konsep kebijakan luar negeri baru pekan lalu.
Dokumen tersebut, yang ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Vladimir Putin pada Jumat, secara resmi menguraikan komitmen Moskow “mendamaikan perbedaan hubungan” antara Suriah dan tetangganya, dan dalam “membantu menyelesaikan dan mengatasi konsekuensi dari konflik bersenjata” di Timur Tengah pada umumnya.
Rusia, menurut kebijakan baru itu, akan fokus, ke depan, pada “mengembangkan kerja sama skala penuh dengan Republik Islam Iran, memberikan dukungan komprehensif untuk Republik Arab Suriah, dan memperdalam kemitraan multifaset yang saling menguntungkan” dengan Turki, Arab Saudi, Mesir, dan anggota Organisasi Kerjasama Islam lainnya.
Dia mengatakan "pemulihan pandangan Turki dan Suriah" akan menjadi fokus mereka.
“Teheran dan Moskow juga akan berupaya mendekatkan pandangan ini. Dan jika beberapa kerangka ditentukan pada negosiasi ini, pertemuan berikutnya dapat diadakan di tingkat menteri luar negeri,” papar Amir-Abdollahian.
Iran bergabung dengan proses normalisasi diplomatik yang dipimpin Rusia pada Januari, dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan "sangat logis" bagi Teheran untuk ambil bagian, karena Moskow, Teheran, dan Ankara semuanya adalah anggota Proses Astana untuk perdamaian Suriah.
Penataan Wilayah
Rusia yang menikmati hubungan persahabatan dengan Suriah dan Turki, telah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk membawa Damaskus dan Ankara lebih dekat ke normalisasi setelah lebih dari satu dekade saling bermusuhan.“Kami percaya bahwa perbedaan antara Damaskus dan Ankara dapat diatasi, dan akan terus membantu para pihak dalam menemukan solusi yang dapat diterima bersama demi menormalisasi hubungan antar negara di antara mereka dan memulihkan keramahan tradisional Suriah-Turki,” ungkap Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov memberi tahu Sputnik pada Februari.
Diplomat tersebut menyatakan keyakinannya bahwa pasukan Turki di Suriah, kunci pertikaian antara Damaskus dan Ankara, dapat diselesaikan, karena pihak Turki telah menegaskan kembali pada tingkat tertinggi “komitmennya terhadap kedaulatan, persatuan, dan integritas wilayah Republik Arab Suriah.”
“Posisi ini tercatat dalam sejumlah dokumen Rusia-Turki dan pernyataan bersama Troika Astana,” papar Bogdanov.
Komitmen Rusia untuk memulihkan hubungan Suriah-Turki dijabarkan dalam konsep kebijakan luar negeri baru pekan lalu.
Dokumen tersebut, yang ditandatangani menjadi undang-undang oleh Presiden Vladimir Putin pada Jumat, secara resmi menguraikan komitmen Moskow “mendamaikan perbedaan hubungan” antara Suriah dan tetangganya, dan dalam “membantu menyelesaikan dan mengatasi konsekuensi dari konflik bersenjata” di Timur Tengah pada umumnya.
Rusia, menurut kebijakan baru itu, akan fokus, ke depan, pada “mengembangkan kerja sama skala penuh dengan Republik Islam Iran, memberikan dukungan komprehensif untuk Republik Arab Suriah, dan memperdalam kemitraan multifaset yang saling menguntungkan” dengan Turki, Arab Saudi, Mesir, dan anggota Organisasi Kerjasama Islam lainnya.