China Dianggap Satu-satunya Negara di Bumi untuk Mediator Kesepakatan Damai Ukraina
loading...
A
A
A
PARIS - Kekuatan China dan hubungan dekat dengan Rusia berarti Beijing mungkin "satu-satunya negara di Bumi" yang mampu menengahi kesepakatan di Ukraina.
Penilaian itu diungkap seorang sumber dalam kepresidenan Prancis kepada CNN pada Jumat (31/3/2023).
Komentar itu muncul menjelang kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Beijing pekan depan.
“Jelas bahwa China adalah salah satu dari sedikit negara di Bumi, mungkin satu-satunya negara di dunia, yang memiliki efek ‘pengubah permainan’ pada konflik, untuk kedua belah pihak,” papar sumber itu.
China telah memposisikan dirinya sebagai penengah potensial untuk perdamaian di Ukraina, dengan Partai Komunis yang berkuasa merilis 12 poin “Posisi Penyelesaian Politik Krisis Ukraina” pada bulan Februari.
Meskipun digambarkan di media Barat sebagai “rencana perdamaian”, dokumen tersebut tidak menawarkan panduan langkah demi langkah untuk mengakhiri konflik, dokumen itu sebaliknya mencantumkan prinsip-prinsip yang direkomendasikan Beijing untuk dipatuhi setiap kesepakatan di masa depan.
12 poinnya termasuk konsesi untuk kedua belah pihak. Misalnya, China menekankan bahwa “kedaulatan semua negara” harus dihormati, mengacu pada desakan Kiev agar perbatasan pra-konfliknya dikembalikan.
Dokumen itu juga menegaskan “kepentingan dan masalah keamanan yang sah dari semua negara harus ditanggapi dengan serius,” mengacu pada penolakan Moskow menerima ekspansi NATO lebih lanjut di sepanjang perbatasannya.
Posisi China disambut baik oleh Kremlin, tetapi ditolak Departemen Luar Negeri AS sebagai "langkah taktis" untuk menghentikan konflik yang menguntungkan Rusia.
Di Ukraina, Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan dia hanya setuju dengan beberapa poin dalam dokumen tersebut.
Presiden Prancis Emmanuel Macron akan melakukan perjalanan ke China pada Rabu untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang.
Menurut sumber CNN, dia akan berusaha “menemukan cara untuk mengidentifikasi solusi guna mengakhiri perang ini dalam jangka menengah.”
Namun, Reuters melaporkan Macron akan memberikan peringatan keras kepada Xi agar tidak memberikan senjata kepada Rusia untuk digunakan di Ukraina.
"Pesan kami akan jelas: Mungkin ada godaan untuk lebih dekat ke Rusia, tapi jangan melewati batas itu," ujar seorang diplomat Prancis anonim kepada kantor berita.
Apakah Beijing akan mendengarkan adalah cerita lain. Dengan Washington meningkatkan kehadiran militernya di sekitar China dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengisyaratkan konsekuensi diplomatik bagi Beijing atas hubungannya dengan Moskow, Xi menandatangani lebih dari selusin perjanjian dengan Presiden Rusia Vladimir Putin bulan lalu.
Tak hanya itu, Kementerian Pertahanan China mengatakan pihaknya siap memperkuat kerja sama militer dengan Rusia.
Penilaian itu diungkap seorang sumber dalam kepresidenan Prancis kepada CNN pada Jumat (31/3/2023).
Komentar itu muncul menjelang kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Beijing pekan depan.
“Jelas bahwa China adalah salah satu dari sedikit negara di Bumi, mungkin satu-satunya negara di dunia, yang memiliki efek ‘pengubah permainan’ pada konflik, untuk kedua belah pihak,” papar sumber itu.
China telah memposisikan dirinya sebagai penengah potensial untuk perdamaian di Ukraina, dengan Partai Komunis yang berkuasa merilis 12 poin “Posisi Penyelesaian Politik Krisis Ukraina” pada bulan Februari.
Meskipun digambarkan di media Barat sebagai “rencana perdamaian”, dokumen tersebut tidak menawarkan panduan langkah demi langkah untuk mengakhiri konflik, dokumen itu sebaliknya mencantumkan prinsip-prinsip yang direkomendasikan Beijing untuk dipatuhi setiap kesepakatan di masa depan.
12 poinnya termasuk konsesi untuk kedua belah pihak. Misalnya, China menekankan bahwa “kedaulatan semua negara” harus dihormati, mengacu pada desakan Kiev agar perbatasan pra-konfliknya dikembalikan.
Dokumen itu juga menegaskan “kepentingan dan masalah keamanan yang sah dari semua negara harus ditanggapi dengan serius,” mengacu pada penolakan Moskow menerima ekspansi NATO lebih lanjut di sepanjang perbatasannya.
Posisi China disambut baik oleh Kremlin, tetapi ditolak Departemen Luar Negeri AS sebagai "langkah taktis" untuk menghentikan konflik yang menguntungkan Rusia.
Di Ukraina, Presiden Volodymyr Zelensky mengatakan dia hanya setuju dengan beberapa poin dalam dokumen tersebut.
Presiden Prancis Emmanuel Macron akan melakukan perjalanan ke China pada Rabu untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang.
Menurut sumber CNN, dia akan berusaha “menemukan cara untuk mengidentifikasi solusi guna mengakhiri perang ini dalam jangka menengah.”
Namun, Reuters melaporkan Macron akan memberikan peringatan keras kepada Xi agar tidak memberikan senjata kepada Rusia untuk digunakan di Ukraina.
"Pesan kami akan jelas: Mungkin ada godaan untuk lebih dekat ke Rusia, tapi jangan melewati batas itu," ujar seorang diplomat Prancis anonim kepada kantor berita.
Apakah Beijing akan mendengarkan adalah cerita lain. Dengan Washington meningkatkan kehadiran militernya di sekitar China dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengisyaratkan konsekuensi diplomatik bagi Beijing atas hubungannya dengan Moskow, Xi menandatangani lebih dari selusin perjanjian dengan Presiden Rusia Vladimir Putin bulan lalu.
Tak hanya itu, Kementerian Pertahanan China mengatakan pihaknya siap memperkuat kerja sama militer dengan Rusia.
(sya)