Eks Diplomat Rusia: Ancaman Serangan Nuklir Putin Hanya Gertakan
loading...
A
A
A
BERN - Ancaman serangan nuklir oleh Presiden Rusia Vladimir Putin hanyalah gertakan. Hal itu disampaikan Boris Bondarev, mantan diplomat Rusia yang mengundurkan diri secara terbuka sebagai protes atas invasi ke Ukraina tahun lalu.
Bondarev (42) berhenti dari pekerjaannya sebagai ahli pengendalian senjata di misi diplomatik Rusia untuk Jenewa pada Mei 2022, satu-satunya diplomat Rusia yang berhenti secara terbuka karena perang Putin.
Dalam surat pengunduran dirinya yang terbuka, dia menggambarkan perang itu tidak hanya kejahatan terhadap rakyat Ukraina, tetapi juga, mungkin, kejahatan paling serius terhadap rakyat Rusia.
Dalam sebuah wawancara dengan Newsweek, yang dilansir Kamis (23/2/2023), Bondarev membahas retorika serangan nuklir oleh Putin selama perang.
Pada September 2022, ketika Putin memerintahkan mobilisasi pertama pasukan Rusia sejak Perang Dunia II, pemimpin Rusia itu mengatakan dalam pidatonya di televisi bahwa dia siap menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan wilayah Rusia.
"Jika integritas teritorial negara kami terancam, kami tanpa ragu akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi Rusia dan rakyat kami—ini bukan gertakan," kata Putin saat itu.
Pada hari Selasa, selama pidato kenegaraannya di Majelis Nasional Rusia, Putin mengumumkan bahwa Rusia akan berhenti mematuhi perjanjian News START, perjanjian kontrol senjata nuklir terakhir yang tersisa antara Rusia dan Amerika Serikat (AS).
Ada kekhawatiran yang berkembang dalam beberapa pekan terakhir bahwa Rusia dapat mengeluarkan ancaman serangan nuklir baru jika Ukraina berusaha untuk merebut kembali Crimea, semenanjung Laut Hitam yang oleh Ukraina dan Barat sebut dianeksasi secara ilegal oleh Putin pada tahun 2014.
Seorang pejabat Ukraina mengatakan bulan ini bahwa negaranya sedang mempersiapkan "brigade penyerang" untuk mengambil kembali wilayah yang diduduki, termasuk Crimea.
Banyak yang khawatir bahwa merebut kembali Crimea akan menjadi garis merah bagi Rusia dan Putin mungkin menggunakan kemampuan nuklir negaranya untuk mempertahankan wilayah tersebut.
"Hari ini [Putin] menggertak dan kami tahu bahwa dia menggertak tentang ancaman nuklir. Ukraina merebut kembali beberapa bagian wilayah mereka, dan tidak ada pembalasan nuklir," kata Bondarev dalam wawancara telepon dari Swiss.
"Jika Anda takut Putin menggunakan nuklir, maka Anda sudah kalah perang melawannya dan dia menang," kata Bondarev ketika ditanya tentang janji Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk merebut kembali Crimea.
"Karena itulah yang dia inginkan. Dia ingin Anda dipaksa atau dihalangi oleh ancamannya."
“Ini pertanyaan tentang seberapa jauh [Anda bisa] pergi ke perang ini untuk membawa Putin ke pengadilan, boleh dikatakan begitu. Dan apakah Anda setuju dengan konsep bahwa jika ada [negara dengan] senjata nuklir, maka itu bisa diizinkan untuk melakukan apa pun yang diinginkannya?" tanya Bondarev.
"Jadi jika Anda menahan orang Ukraina untuk merebut kembali Crimea, maka Anda berkata OK, baiklah Vladimir, Crimea adalah milik Anda selamanya. Anda harus pergi sampai akhir karena jika Anda berhenti di tengah jalan, Anda kalah dan Putin menang," paparnya.
"Dan [kemenangan] Putin tidak hanya berarti konsekuensi yang sangat buruk bagi Ukraina, tetapi juga bagi Eropa dan Amerika Serikat, secara strategis...jadi jika Ukraina mencoba merebut kembali Crimea, biarkan mereka melakukannya," paparnya.
Bondarev menambahkan: "Jika Putin mengancam akan menggunakan nuklir, oke, ancam dia balik."
Alexander Formanchuk, Ketua Kamar Sipil Crimea, mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti pada 31 Januari bahwa dia yakin perang nuklir global akan segera pecah jika ada upaya untuk mengembalikan Crimea ke kendali Ukraina.
Zelensky, yang telah berjanji untuk merebut kembali Crimea, mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi pada 29 Agustus bahwa militer Ukraina telah "menjaga tujuan" untuk merebut kembali Crimea sejak dianeksasi oleh Putin.
Bondarev (42) berhenti dari pekerjaannya sebagai ahli pengendalian senjata di misi diplomatik Rusia untuk Jenewa pada Mei 2022, satu-satunya diplomat Rusia yang berhenti secara terbuka karena perang Putin.
Dalam surat pengunduran dirinya yang terbuka, dia menggambarkan perang itu tidak hanya kejahatan terhadap rakyat Ukraina, tetapi juga, mungkin, kejahatan paling serius terhadap rakyat Rusia.
Dalam sebuah wawancara dengan Newsweek, yang dilansir Kamis (23/2/2023), Bondarev membahas retorika serangan nuklir oleh Putin selama perang.
Pada September 2022, ketika Putin memerintahkan mobilisasi pertama pasukan Rusia sejak Perang Dunia II, pemimpin Rusia itu mengatakan dalam pidatonya di televisi bahwa dia siap menggunakan senjata nuklir untuk mempertahankan wilayah Rusia.
"Jika integritas teritorial negara kami terancam, kami tanpa ragu akan menggunakan semua cara yang tersedia untuk melindungi Rusia dan rakyat kami—ini bukan gertakan," kata Putin saat itu.
Pada hari Selasa, selama pidato kenegaraannya di Majelis Nasional Rusia, Putin mengumumkan bahwa Rusia akan berhenti mematuhi perjanjian News START, perjanjian kontrol senjata nuklir terakhir yang tersisa antara Rusia dan Amerika Serikat (AS).
Ada kekhawatiran yang berkembang dalam beberapa pekan terakhir bahwa Rusia dapat mengeluarkan ancaman serangan nuklir baru jika Ukraina berusaha untuk merebut kembali Crimea, semenanjung Laut Hitam yang oleh Ukraina dan Barat sebut dianeksasi secara ilegal oleh Putin pada tahun 2014.
Seorang pejabat Ukraina mengatakan bulan ini bahwa negaranya sedang mempersiapkan "brigade penyerang" untuk mengambil kembali wilayah yang diduduki, termasuk Crimea.
Banyak yang khawatir bahwa merebut kembali Crimea akan menjadi garis merah bagi Rusia dan Putin mungkin menggunakan kemampuan nuklir negaranya untuk mempertahankan wilayah tersebut.
"Hari ini [Putin] menggertak dan kami tahu bahwa dia menggertak tentang ancaman nuklir. Ukraina merebut kembali beberapa bagian wilayah mereka, dan tidak ada pembalasan nuklir," kata Bondarev dalam wawancara telepon dari Swiss.
"Jika Anda takut Putin menggunakan nuklir, maka Anda sudah kalah perang melawannya dan dia menang," kata Bondarev ketika ditanya tentang janji Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk merebut kembali Crimea.
"Karena itulah yang dia inginkan. Dia ingin Anda dipaksa atau dihalangi oleh ancamannya."
“Ini pertanyaan tentang seberapa jauh [Anda bisa] pergi ke perang ini untuk membawa Putin ke pengadilan, boleh dikatakan begitu. Dan apakah Anda setuju dengan konsep bahwa jika ada [negara dengan] senjata nuklir, maka itu bisa diizinkan untuk melakukan apa pun yang diinginkannya?" tanya Bondarev.
"Jadi jika Anda menahan orang Ukraina untuk merebut kembali Crimea, maka Anda berkata OK, baiklah Vladimir, Crimea adalah milik Anda selamanya. Anda harus pergi sampai akhir karena jika Anda berhenti di tengah jalan, Anda kalah dan Putin menang," paparnya.
"Dan [kemenangan] Putin tidak hanya berarti konsekuensi yang sangat buruk bagi Ukraina, tetapi juga bagi Eropa dan Amerika Serikat, secara strategis...jadi jika Ukraina mencoba merebut kembali Crimea, biarkan mereka melakukannya," paparnya.
Bondarev menambahkan: "Jika Putin mengancam akan menggunakan nuklir, oke, ancam dia balik."
Alexander Formanchuk, Ketua Kamar Sipil Crimea, mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti pada 31 Januari bahwa dia yakin perang nuklir global akan segera pecah jika ada upaya untuk mengembalikan Crimea ke kendali Ukraina.
Zelensky, yang telah berjanji untuk merebut kembali Crimea, mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi pada 29 Agustus bahwa militer Ukraina telah "menjaga tujuan" untuk merebut kembali Crimea sejak dianeksasi oleh Putin.
(min)