Swedia Akhirnya Larang Pembakaran Al-Qur'an, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
STOCKHOLM - Polisi Nasional Swedia akhirnya menolak izin aktivis anti-Islam untuk membakar Al-Qur'an di depan Kedutaan Turki di Stockholm. Alasannya, demo provokatif semacam itu telah meningkatnya ancaman terhadap keamanan nasional.
Negara Nordik itu merasa terancam oleh apa yang mereka sebut "serangan teroris" menyusul pembakaran Al-Qur'an oleh politisi anti-Islam Denmark-Swedia Rasmus Paludan di depan Kedutaan Turki bulan lalu.
Turki telah mengancam akan memblokir pengajuan Swedia untuk menjadi anggota NATO setelah demo awal tersebut, yang diizinkan oleh pihak berwenang.
Sekarang, Polisi Nasional Swedia menolak izin demo terbaru yang akan melibatkan pembakaran Al-Qur'an. Larangan demo provokatif itu dikeluarkan sejak Selasa lalu.
"Pertemuan semacam itu dinilai dapat menyebabkan gangguan serius terhadap keamanan nasional," bunyi pengumuman Polisi Nasional Swedia, seperti dikutip Russia Today, Kamis (9/2/2023).
Sebelumnya, ketika para politisi Swedia mengutuk aksi Paludan, pihak berwenang di negara itu masih mengizinkan aksi semacam itu untuk dilanjutkan, di mana Menteri Luar Negeri Tobias Billstrom merujuk pada undang-undang kebebasan berekspresi sebagai dasarnya.
Pembakaran Al-Qur'an itu memicu gelombang kemarahan di seluruh dunia Muslim. Dalam sebuah laporan pada hari Selasa, Polisi Keamanan Swedia—badan yang bertanggung jawab untuk spionase dan kontraterorisme—mengatakan bahwa mereka telah melihat peningkatan jumlah ancaman teroris setelah pembakaran Al-Qur'an.
“Swedia dinilai memiliki fokus yang lebih besar daripada sebelumnya untuk kekerasan Islamisme,” kata agensi tersebut.
Polisi Nasional mengatakan telah membuat keputusan untuk menolak permohonan demo kedua setelah berdiskusi dengan Polisi Keamanan Swedia.
Selain meningkatkan ancaman teror, demonstrasi oleh Paludan pada bulan Januari membahayakan upaya Swedia untuk bergabung dengan NATO.
Swedia dan Finlandia sama-sama meninggalkan kenetralan mereka dan mendaftar untuk bergabung dengan blok militer yang dipimpin Amerika Serikat (AS) musim panas lalu, tetapi penolakan Stockholm untuk melarang Paludan membakar Al-Qur'an secara terbuka mendorong Ankara untuk membatalkan pertemuan aksesi dengan kedua negara Nordik tersebut.
TĂĽrki telah bentrok dengan kedua negara Nordik itu, menolak untuk meratifikasi tawaran keanggotaan NATO mereka sampai mereka setuju untuk mengekstradisi puluhan tersangka teroris dan mencabut embargo senjata yang sebelumnya diberlakukan terhadap Ankara.
Sehubungan dengan pembakaran Al-Qur'an, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan minggu lalu, “Selama [Swedia mengizinkan] kitab suci saya, Al-Qur'an, untuk dibakar dan dirobek...kami tidak akan mengatakan ya untuk masuknya Anda ke NATO.”
Meskipun AS adalah kekuatan dominan di NATO, semua 30 negara anggota harus memilih dengan suara bulat untuk menerima negara baru ke dalam aliansi tersebut.
Negara Nordik itu merasa terancam oleh apa yang mereka sebut "serangan teroris" menyusul pembakaran Al-Qur'an oleh politisi anti-Islam Denmark-Swedia Rasmus Paludan di depan Kedutaan Turki bulan lalu.
Turki telah mengancam akan memblokir pengajuan Swedia untuk menjadi anggota NATO setelah demo awal tersebut, yang diizinkan oleh pihak berwenang.
Sekarang, Polisi Nasional Swedia menolak izin demo terbaru yang akan melibatkan pembakaran Al-Qur'an. Larangan demo provokatif itu dikeluarkan sejak Selasa lalu.
"Pertemuan semacam itu dinilai dapat menyebabkan gangguan serius terhadap keamanan nasional," bunyi pengumuman Polisi Nasional Swedia, seperti dikutip Russia Today, Kamis (9/2/2023).
Sebelumnya, ketika para politisi Swedia mengutuk aksi Paludan, pihak berwenang di negara itu masih mengizinkan aksi semacam itu untuk dilanjutkan, di mana Menteri Luar Negeri Tobias Billstrom merujuk pada undang-undang kebebasan berekspresi sebagai dasarnya.
Pembakaran Al-Qur'an itu memicu gelombang kemarahan di seluruh dunia Muslim. Dalam sebuah laporan pada hari Selasa, Polisi Keamanan Swedia—badan yang bertanggung jawab untuk spionase dan kontraterorisme—mengatakan bahwa mereka telah melihat peningkatan jumlah ancaman teroris setelah pembakaran Al-Qur'an.
“Swedia dinilai memiliki fokus yang lebih besar daripada sebelumnya untuk kekerasan Islamisme,” kata agensi tersebut.
Polisi Nasional mengatakan telah membuat keputusan untuk menolak permohonan demo kedua setelah berdiskusi dengan Polisi Keamanan Swedia.
Selain meningkatkan ancaman teror, demonstrasi oleh Paludan pada bulan Januari membahayakan upaya Swedia untuk bergabung dengan NATO.
Swedia dan Finlandia sama-sama meninggalkan kenetralan mereka dan mendaftar untuk bergabung dengan blok militer yang dipimpin Amerika Serikat (AS) musim panas lalu, tetapi penolakan Stockholm untuk melarang Paludan membakar Al-Qur'an secara terbuka mendorong Ankara untuk membatalkan pertemuan aksesi dengan kedua negara Nordik tersebut.
TĂĽrki telah bentrok dengan kedua negara Nordik itu, menolak untuk meratifikasi tawaran keanggotaan NATO mereka sampai mereka setuju untuk mengekstradisi puluhan tersangka teroris dan mencabut embargo senjata yang sebelumnya diberlakukan terhadap Ankara.
Sehubungan dengan pembakaran Al-Qur'an, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan minggu lalu, “Selama [Swedia mengizinkan] kitab suci saya, Al-Qur'an, untuk dibakar dan dirobek...kami tidak akan mengatakan ya untuk masuknya Anda ke NATO.”
Meskipun AS adalah kekuatan dominan di NATO, semua 30 negara anggota harus memilih dengan suara bulat untuk menerima negara baru ke dalam aliansi tersebut.
(min)