Harapan Meredup di Turki dan Suriah bagi Korban yang Masih Tertimbun Puing

Kamis, 09 Februari 2023 - 08:37 WIB
loading...
Harapan Meredup di Turki...
Tim penyelamat terus mencari di antara puing-puing di lokasi bangunan yang runtuh pascagempa bumi, di Kahramanmaras, Turki, 8 Februari 2023. Foto/REUTERS/Suhaib Salem
A A A
ANKARA - Harapan menemukan korban selamat dengan cepat meredup saat tim penyelamat di Turki dan Suriah mencari tanda-tanda kehidupan di puing-puing ribuan bangunan yang roboh akibat gempa.

Gempa yang paling mematikan di dunia dalam lebih dari satu dekade itu telah menewaskan 12.000 orang pada Rabu malam (8/2/2023).

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengunjungi provinsi Hatay yang paling terpukul, di mana lebih dari 3.300 orang tewas dan seluruh lingkungan hancur.

Warga di sana mengkritik tanggapan pemerintah, mengeluhkan kurangnya peralatan, keahlian, dan dukungan untuk menyelamatkan mereka yang terjebak. Hingga kini pun mereka masih mendengar teriakan minta tolong.

“Di mana negara? Kemana saja mereka selama dua hari? Kami memohon kepada mereka. Ayo kita lakukan, kita bisa mengeluarkan mereka,” ujar Sabiha Alinak.



Dia berdiri di dekat bangunan runtuh yang tertutup salju, tempat kerabat mudanya terjebak di kota Malatya.

Ada pemandangan dan keluhan serupa di negara tetangga Suriah, yang bagian utaranya juga dilanda gempa hari Senin.

Duta Besar Suriah untuk PBB mengakui pemerintah memiliki "kekurangan kemampuan dan peralatan". Dia menyalahkan kondisi ini pada lebih dari 10 tahun perang saudara di negara itu serta sanksi Barat.



Erdogan mengakui "kekurangan" dalam menanggapi gempa berkekuatan 7,8 Skala Richter (SR) pada hari Senin tetapi mengatakan tingkat keparahan bencana dan cuaca musim dingin telah menjadi faktor kunci.

Gempa bumi menghancurkan landasan pacu di bandara Hatay, yang semakin mengganggu respons tanggap bencana.

“Tidak mungkin bersiap menghadapi bencana seperti itu,” papar Erdogan. “Kami tidak akan meninggalkan warga negara kami tanpa perawatan.”

Dia juga membalas kritik yang mengatakan "orang tidak terhormat" menyebarkan "kebohongan dan fitnah" tentang tanggapan pemerintah.

Pihak berwenang Turki mengatakan mereka berurusan dengan disinformasi, sementara kelompok pemantau internet mengatakan akses ke Twitter dibatasi meskipun digunakan oleh para penyintas untuk memperingatkan penyelamat.

Tidak Ada Harapan Lagi

Tim pencari dari lebih dari dua lusin negara bergabung dengan puluhan ribu personel darurat lokal di Suriah dan Turki.

Tetapi skala kehancuran akibat gempa dan gempa susulan yang kuat begitu besar dan tersebar di wilayah yang begitu luas.

Kondisi memprihatinkan juga terlihat di wilayah yang diisolasi oleh perang yang sedang berlangsung di Suriah, sehingga banyak orang masih menunggu bantuan.

Para ahli mengatakan jendela bertahan hidup bagi mereka yang terjebak di bawah reruntuhan atau tidak dapat memperoleh kebutuhan dasar telah ditutup dengan cepat.

Pada saat yang sama, mereka mengatakan terlalu dini untuk meninggalkan harapan.

“72 jam pertama dianggap kritis,” papar Steven Godby, pakar bahaya alam di Nottingham Trent University di Inggris.

Dia menjelaskan, “Rasio bertahan hidup, rata-rata, dalam 24 jam adalah 74%, setelah 72 jam menjadi 22% dan pada hari kelima menjadi 6%.”

Tim penyelamat terkadang menggunakan ekskavator atau mengambil dengan hati-hati melalui puing-puing. Dengan ribuan bangunan roboh, tidak jelas berapa banyak orang yang masih terjebak di bawah reruntuhan.

“Di kota Malatya, Turki, jenazah dibaringkan berdampingan di tanah dan ditutupi selimut sementara tim penyelamat menunggu kendaraan menjemput mereka,” ungkap mantan jurnalis Ozel Pikal, yang mengatakan dia melihat delapan jenazah ditarik keluar dari reruntuhan satu bangunan.

Pikal, yang mengambil bagian dalam upaya penyelamatan, mengatakan setidaknya beberapa korban mati kedinginan karena suhu turun hingga minus 6 derajat Celcius.

“Sampai hari ini, tidak ada harapan tersisa di Malatya,” papar Pikal melalui telepon. "Tidak ada yang keluar hidup-hidup dari puing-puing."

(sya)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)