Tuntut Presiden Mundur, Demonstran Duduki Stasiun TV Pemerintah Mali
Sabtu, 11 Juli 2020 - 03:32 WIB
BAMAKO - Stasiun televisi milik pemerintah Mali , ORTM, mengudara pada Jumat waktu setempat setelah ratusan demonstran menduduki gedung tersebut. Mereka menuntut pengunduran diri Presiden Ibrahim Boubacar Keita.
Aksi demonstrasi di Ibu Kota Mali, Bamako, berubah menjadi kekacauan ketika para pengunjuk rasa mencoba menduduk sejumlah gedung termasuk majelis nasional, stasiun tv dan dua jembatan utama, sementara polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka.
Para pemimpin protes telah menyerukan kepada para pendukungnya untuk menduduki gedung-gedung termasuk kantor Perdana Menteri dan lokasi-lokasi lain pada awal kampanye pembangkangan sipil yang bertujuan memaksa Keita untuk mengundurkan diri karena gagal menangani masalah keamanan dan ekonomi Mali.
Seorang jurnalis di dalam gedung ORTM mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa ia sedang mempersiapkan siaran berita ketika para pengunjuk rasa menyerbu gedung dan orang-orang diminta untuk membarikade diri mereka di kantor mereka.
Beberapa kilometer jauhnya, sejumlah demonstran lainnya melempari gedung majelis nasional dengan batu, menghancurkan kaca depannya.
"Suara tembakan juga dapat terdengar di sekitar majelis nasional dan gedung ORTM," kata seorang saksi mata seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (11/7/2020).
Video yang dibagikan di situs media sosial menunjukkan kebakaran terjadi di luar sebuah gedung perakitan sementara beberapa pengunjuk rasa terlihat berlari dengan membawa sejumlah file, komputer, furnitur dan barang-barang lainnya. Namun keaslian video ini tidak dapat diverifikasi oleh Reuters.
Aksi protes, yang ketiga sejak bulan Juni, terjadi setelah koalisi yang menentang Keita menolak konsesi yang ia tawarkan. Konsesi itu bertujuan untuk menyelesaikan pertikaian politik selama berbulan-bulan yang dimulai setelah pemilihan legislatif yang disengketakan pada bulan Maret.
Ribuan pengunjuk rasa sebelumnya memenuhi Lapangan Kemerdekaan kota, meneriakkan dan melambaikan spanduk yang bertuliskan: "Cukup sudah Cukup" dan "IBK, bersihkan", merujuk pada presiden.
Kebuntuan politik itu meningkatkan keprihatinan sejumlah negara tetangga Mali dan kekuatan luar, yang khawatir hal itu akan semakin mengganggu stabilitas negara dan membahayakan kampanye militer bersama melawan gerilyawan Islam di wilayah Sahel Afrika Barat.
Ulama Muslim yang berpengaruh, Imam Mahmoud Dicko, salah satu pemimpin aksi protes oposisi di Mali, mengatakan kepada televisi France24 bahwa mereka telah membatalkan permintaan presiden untuk mengundurkan diri tetapi menginginkan tindakan yang lebih jauh darinya.
"Ini karena kami pikir itu (pengunduran diri) akan menyebabkan lebih banyak masalah daripada yang akan diselesaikan," kata Dicko.
“Masalah Mali bukan tentang pemerintahan persatuan nasional. Ini adalah masalah tata kelola," ujarnya.
Namun, beberapa pengunjuk rasa masih meminta presiden untuk mundur.
Keita terpilih kembali sebagai presiden pada 2018 untuk masa jabatan lima tahun kedua, tetapi kepemimpinannya menghadapi oposisi yang meningkat di tengah gelombang kekerasan teroris dan krisis ekonomi.
Lihat Juga: Pemberontak Mali Bantai Puluhan Tentara Bayaran Rusia, Komandan Wagner Minta Bantuan Putin
Aksi demonstrasi di Ibu Kota Mali, Bamako, berubah menjadi kekacauan ketika para pengunjuk rasa mencoba menduduk sejumlah gedung termasuk majelis nasional, stasiun tv dan dua jembatan utama, sementara polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka.
Para pemimpin protes telah menyerukan kepada para pendukungnya untuk menduduki gedung-gedung termasuk kantor Perdana Menteri dan lokasi-lokasi lain pada awal kampanye pembangkangan sipil yang bertujuan memaksa Keita untuk mengundurkan diri karena gagal menangani masalah keamanan dan ekonomi Mali.
Seorang jurnalis di dalam gedung ORTM mengatakan kepada Reuters melalui telepon bahwa ia sedang mempersiapkan siaran berita ketika para pengunjuk rasa menyerbu gedung dan orang-orang diminta untuk membarikade diri mereka di kantor mereka.
Beberapa kilometer jauhnya, sejumlah demonstran lainnya melempari gedung majelis nasional dengan batu, menghancurkan kaca depannya.
"Suara tembakan juga dapat terdengar di sekitar majelis nasional dan gedung ORTM," kata seorang saksi mata seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (11/7/2020).
Video yang dibagikan di situs media sosial menunjukkan kebakaran terjadi di luar sebuah gedung perakitan sementara beberapa pengunjuk rasa terlihat berlari dengan membawa sejumlah file, komputer, furnitur dan barang-barang lainnya. Namun keaslian video ini tidak dapat diverifikasi oleh Reuters.
Aksi protes, yang ketiga sejak bulan Juni, terjadi setelah koalisi yang menentang Keita menolak konsesi yang ia tawarkan. Konsesi itu bertujuan untuk menyelesaikan pertikaian politik selama berbulan-bulan yang dimulai setelah pemilihan legislatif yang disengketakan pada bulan Maret.
Ribuan pengunjuk rasa sebelumnya memenuhi Lapangan Kemerdekaan kota, meneriakkan dan melambaikan spanduk yang bertuliskan: "Cukup sudah Cukup" dan "IBK, bersihkan", merujuk pada presiden.
Kebuntuan politik itu meningkatkan keprihatinan sejumlah negara tetangga Mali dan kekuatan luar, yang khawatir hal itu akan semakin mengganggu stabilitas negara dan membahayakan kampanye militer bersama melawan gerilyawan Islam di wilayah Sahel Afrika Barat.
Ulama Muslim yang berpengaruh, Imam Mahmoud Dicko, salah satu pemimpin aksi protes oposisi di Mali, mengatakan kepada televisi France24 bahwa mereka telah membatalkan permintaan presiden untuk mengundurkan diri tetapi menginginkan tindakan yang lebih jauh darinya.
"Ini karena kami pikir itu (pengunduran diri) akan menyebabkan lebih banyak masalah daripada yang akan diselesaikan," kata Dicko.
“Masalah Mali bukan tentang pemerintahan persatuan nasional. Ini adalah masalah tata kelola," ujarnya.
Namun, beberapa pengunjuk rasa masih meminta presiden untuk mundur.
Keita terpilih kembali sebagai presiden pada 2018 untuk masa jabatan lima tahun kedua, tetapi kepemimpinannya menghadapi oposisi yang meningkat di tengah gelombang kekerasan teroris dan krisis ekonomi.
Lihat Juga: Pemberontak Mali Bantai Puluhan Tentara Bayaran Rusia, Komandan Wagner Minta Bantuan Putin
(ber)
tulis komentar anda