Sebut China Tantangan Strategis, Jepang Bangun Kekuatan Militer
Sabtu, 17 Desember 2022 - 07:23 WIB
TOKYO - Jepang meluncurkan pembangunan militer terbesar sejak Perang Dunia II . Negeri Matahari Terbit itu menganggarkan USD320 miliar atau sekitar Rp4.997 kuadriliun untuk membali rudal yang mampu menyerang China dan mempersiapkan diri untuk konflik berkelanjutan, karena ketegangan regional dan invasi Rusia ke Ukraina memicu ketakutan akan perang.
Ini menjadikan Jepang sebagai negara dengan pembelanjaan militer terbesar ketiga setelah Amerika Serikat (AS) dan China.
Perdana Menteri Fumio Kishida, yang menggambarkan Jepang dan rakyatnya berada pada "titik balik dalam sejarah", mengatakan peningkatan anggaran itu adalah jawaban atas berbagai tantangan keamanan yang dihadapi.
Pemerintahnya khawatir bahwa Rusia telah menetapkan preseden yang akan mendorong China untuk menyerang Taiwan, mengancam pulau-pulau Jepang di dekatnya, mengganggu pasokan semikonduktor canggih dan berpotensi mencekik jalur laut yang memasok minyak Timur Tengah.
"Invasi Rusia ke Ukraina merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang yang melarang penggunaan kekuatan dan mengguncang fondasi tatanan internasional," kata makalah strategi itu.
"Tantangan strategis yang ditimbulkan oleh China adalah yang terbesar yang pernah dihadapi Jepang," tambahnya, juga mencatat bahwa Beijing tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (17/12/2022).
Rencana Kishida akan menggandakan pengeluaran pertahanan menjadi sekitar 2% dari produk domestik bruto selama lima tahun, melampaui batas pengeluaran 1% yang diberlakukan sendiri sejak 1976.
Ini akan meningkatkan anggaran kementerian pertahanan menjadi sekitar sepersepuluh dari semua pengeluaran publik pada tingkat saat ini, dan akan menjadikan Jepang pembelanja militer terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China, berdasarkan anggaran saat ini.
Ini menjadikan Jepang sebagai negara dengan pembelanjaan militer terbesar ketiga setelah Amerika Serikat (AS) dan China.
Perdana Menteri Fumio Kishida, yang menggambarkan Jepang dan rakyatnya berada pada "titik balik dalam sejarah", mengatakan peningkatan anggaran itu adalah jawaban atas berbagai tantangan keamanan yang dihadapi.
Pemerintahnya khawatir bahwa Rusia telah menetapkan preseden yang akan mendorong China untuk menyerang Taiwan, mengancam pulau-pulau Jepang di dekatnya, mengganggu pasokan semikonduktor canggih dan berpotensi mencekik jalur laut yang memasok minyak Timur Tengah.
"Invasi Rusia ke Ukraina merupakan pelanggaran serius terhadap undang-undang yang melarang penggunaan kekuatan dan mengguncang fondasi tatanan internasional," kata makalah strategi itu.
"Tantangan strategis yang ditimbulkan oleh China adalah yang terbesar yang pernah dihadapi Jepang," tambahnya, juga mencatat bahwa Beijing tidak mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (17/12/2022).
Rencana Kishida akan menggandakan pengeluaran pertahanan menjadi sekitar 2% dari produk domestik bruto selama lima tahun, melampaui batas pengeluaran 1% yang diberlakukan sendiri sejak 1976.
Ini akan meningkatkan anggaran kementerian pertahanan menjadi sekitar sepersepuluh dari semua pengeluaran publik pada tingkat saat ini, dan akan menjadikan Jepang pembelanja militer terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan China, berdasarkan anggaran saat ini.
tulis komentar anda